Kemarin bilangnya, dia tidak akan pergi dari kampung sampai persoalan dengan orang-orang PT selesai. Tapi, itu hanya bualan semata. Orang-orang PT sudah dalam perjalanan, mendatangi kampung Satar Lolok. Entah apa yang pernah disepakati oleh Bertus dengan orang-orang PT, tak ada satupun di Satar Lolok yang tahu. Mereka hanya tahu, hari ini orang-orang PT datang.
Sementara itu, empat Fortuner hitam beriringan masuk ke kampung, menerbangkan debu putih di jalan dan halaman. Warga tercengang menatap mobil-mobil itu. Mobil-mobil yang sebelumnya pernah ditumpangi Bertus. Mobil orang-orang PT yang akan bertemu dengan warga Satar Lolok.
Melihat itu, para pemuda dan tua-tua yang menolak tambang dengan segera berlari ke rumah masing-masing, mengambil panah, kope lewe, dan korung, untuk berjaga-jaga jika ada ancaman dan serangan dari orang-orang PT. Mereka pun menghadang mobil-mobil itu.
 "Mana Bertus?" Seorang pria berkaca mata hitam, turun dan menanyai warga.
"Bertus tidak ada, dia menghilang tadi subuh," Sipri yang berdiri paling depan menjawab. Di pinggangnya diikat kope lewe dengan sarung.
"Ah,... sial... Kita ditipu". Seorang dari orang-orang PT berkomentar. Tanpa berpikir panjang, mereka masuk lagi ke dalam mobil dan melajuankan kendaraan, menjauhi kampung Satar Lolok.
"Gara-gara batu dan Bertus, kita tidak bisa hidup tenang," cetus seorang ibu, melihat orang-orang PT pergi dan melangkah ke rumah masing-masing.
Kata-kata bahasa Manggarai:
Toe ngance todo apa-apa nitu                   : tidak bisa tumbuh apa-apa di situ.
Konem weri sampe ngger wa ulu, toe keta kin      : biar tanam sampai kepala ke bawah, tidak akan bisa.
Bancik             : alat kerja seperti skop, tapi berbentuk persegi panjang