Mohon tunggu...
Aurelius Haseng
Aurelius Haseng Mohon Tunggu... Freelancer - AKU yang Aku tahu

Mencari sesuatu yang Ada sekaligus tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batu-batu Biang Masalah Darah

3 Januari 2021   11:52 Diperbarui: 3 Januari 2021   12:14 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Pada pertemuan terakhir, tua-tua Satar Lolok berkumpul di dalam mbaru gendang. Sedangkan warga lain, berkumpul di sekitarnya. Hampir semua warga lolok hadir dalam pertemuan itu.

"Gereja tidak beri kita apa-apa. Tidak tahu kesusahan kita. Mereka datang ke sini, hanya setahun sekali. Tidak masuk akal, mereka meminta kita menolak tambang ini, hanya dengan datang tanam pohon di depan kapela, lalu pulang". Pernyataan keras Bertus terdengar sampai di luar mbaru Gendang. Di luar, warga yang tidak kebagian tempat, harus meloi-loi di jendela dan cela-cela dinding papan untuk melihat pertemuan itu.

"Harusnya kita menerima orang-orang PT. Mereka akan gunakan mesin-mesin raksana dan mobil-mobil besar untuk manfaatkan batu-batu itu. Dan kita, bisa dapatkan uang dari sana. Dari pada percaya Gereja, mereka tidak beri apapun pada kita. Mereka hanya tau omong tetang hidup susah, tapi tidak beri jalan untuk perubahan. Lihat kita-kita ini, pernah dapat uang dari Gereja?" Kata Bertus dengan nada menyindir

"Bertus, jaga omonganmu. Jangan macam-macam dengan Gereja," Sipri, kakak tertua Bertus memotong pembicaraannya.

"Siapa di antara kita yang mendapat bantuan dari Gereja, tidak ada kan? Justru kita yang setiap tahun membayar kewajiban Gereja, entah punya uang atau tidak! Gereja mau kita hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Kalau memang kita ingin pembangunan dan kemajuan, seharusnya kita terima orang-orang PT," Bertus lanjut menyindir.

"Bertus, hanya karena sekolah, kau enak saja bicara. Kau tidak tahu apa-apa di sini. Dengar dulu pertimbangan dari para warga dan tua-tua di sini. Sikapmu terlalu gegabah." Pa Nadus, guru agama dan yang dipandang bijak di Satar Lolok menyahut Bertus.

Hingga bubar saat siang, pertemuan itu tidak menghasilkan keputusan apapun. Kedua kubu, masing-masing kembali ke rumahnya, tanpa ada lagi kelakar dan pembicaraan sebagaimana keakraban biasanya. Yang ada hanya was-was dan takut, jangan-jangan ada penyerangan oleh salah satu pihak. Untuk itu, tiap-tiap rumah menyiapkan kope lewe dan korung di samping pintu rumahnya.

***

"Bertus..., Bertus...., ooo... Tusss,... Nia hau Bertus?" Ibunya Bertus berteriak.

Sontak, seluruh warga Satar Lolok keluar rumah, berkumpul, dan kaget. Mereka saling tatap dan bertanya-tanya, mengapa Bertus hilang. Para pemuda dan tua-tua mencari di rumah-rumah, tapi tak ada jejak yang ditemukan. Bertus menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun