Pemilu adalah salah satu momen penting dalam kehidupan demokrasi sebuah negara. Pada saat yang bersamaan, Indonesia juga menghadapi tantangan serius terkait partisipasi politik warga negaranya.Â
Salah satu permasalahan spesifik yang perlu diperhatikan adalah tingginya tingkat golput dalam pemilu. Dapat diuraikan mengapa permasalahan ini penting untuk dibahas dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi golput.Â
Partisipasi politik merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Melalui partisipasi politik, warga negara dapat menyuarakan aspirasinya dan turut berperan dalam menentukan arah pembangunan negara.Â
Sayangnya, tingkat golput di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data yang diperoleh dari lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, pada pemilihan presiden tahun 2019, persentase golput mencapai 19,24 persen dari total penduduk yakni 192,83 juta jiwa, lebih rendah daripada tahun 2014.Â
Namun, pada pemilihan legislatif tahun 2019, persentase golput malah naik menjadi 29,68 persen, angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan presiden. Fenomena golput yang semakin meningkat ini perlu menjadi perhatian serius.Â
Kesadaran generasi Z yang semakin meningkatnya golput pada pemilu 2019 lalu juga.Menurut data survei UMN Consulting mengenai alasan golput Gen Z pada Pemilu 2019, alasan teknis seperti berhalangan hadir karena alasan pribadi (35,9%), berada di luar wilayah DPT (23,08%), dan tidak/belum mendapatkan kartu pemilih (15,38%) berada di tiga urutan pertama.
Lain daripada itu, alasan politis dengan alasan tidak percaya bahwa pemilu bisa membawa perubahan ada di posisi keempat (12,82%) dan visi-misi paslon tidak sesuai dengan ideologi diri di posisi kelima (10,26%).Â
Beberapa alasan mengapa sebagai warga negara tidak boleh golput. Pertama, partisipasi politik adalah hak dan kewajiban setiap warga negara. Dalam sebuah negara demokratis, setiap suara warga negara memiliki nilai penting dalam menentukan arah kebijakan dan masa depan negara. Jika banyak warga negara yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, maka hal ini dapat mengurangi kualitas demokrasi dan mengabaikan aspirasi rakyat.Â
Kedua, tingginya tingkat golput menandakan rendahnya kesadaran politik dan kurangnya rasa tanggung jawab warga negara terhadap masa depan negara. Memilih adalah bentuk partisipasi politik yang paling mendasar dan efektif. Dengan menggunakan hak pilih, warga negara dapat berkontribusi dalam memilih pemimpin yang terbaik dan mewakili aspirasi mereka. Dengan demikian, golput dapat menghambat terwujudnya perubahan dan kemajuan yang diinginkan oleh rakyat.Â