Mohon tunggu...
Aufaa Qonita
Aufaa Qonita Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya mahasiswi STEI SEBI prodi Akuntansi syariha

hobi saya masak, dan nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Kaidah Fiqhiyah dalam Transaksi Keuangan

17 Januari 2024   11:15 Diperbarui: 17 Januari 2024   11:19 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENERAPAN KAIDAH KAIDAH FIQHIYYAH DALAM TRANSAKSI KEUANGAN

Penerapan kaidah fiqhiyyah dalam transaksi keuangan merupakan landasan etika dalam aktivitas ekonomi yang tercermin dari nilai-nilai Islam. Kaidah-kaidah tersebut menitikberatkan pada prinsip keadilan, kebersihan, dan kemaslahatan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam setiap transaksi. Dalam mengembangkan sistem keuangan yang syariah, penting untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip ini membimbing perilaku ekonomi, menjaga dari praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti riba, gharar, dan maysir. Dalam pendahuluan ini, kita akan menjelajahi relevansi kaidah-kaidah fiqhiyyah dan peran kunci mereka dalam membentuk transaksi keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai moral dan hukum Islam. Berikut adalah penjelasan penjelasan penjelasan kaidah tersebut

  • Kaidah negoisasi

Negosiasi adalah hal yang sangat lumrah kita jumpai setiap saat dalam kehidupan sehari-hari. Negosiasi adalah suatu bentuk interaksi sosial antara dua orang atau lebih, atau antara satu kelompok dengan kelompok lain, dengan kebutuhan atau tujuan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan atau solusi. Negosiasi juga dapat diartikan sebagai proses penyelesaian perselisihan dengan cara berunding antara orang-orang yang berkonflik.

Negoisasi di perbolehkan adanya kecuali ada dalil yang melarang nya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh umat Islam, Nabi biasa melakukan transaksi dengan tawar menawar.

Diriwayatkan dari Anas "Rasulullah pernah menjual anak panah dan alas pelana dengan tawar menawar". (H.R Muslim)

Dari Hadist tersebut bahwasanya pada zaman Rasulullah, beliau pernah mempraktikkan kegiatan tawar menawar dalam jual beli.Kemudian, dijelaskan juga dalam Al-Qur'an pada Q.S An-Nisa ayat 2 yang artinya

"....kecuali dengan jalan perdagangan suka sama suka di antara kamu"

 

Dalam Al-Qur'an jelas bahwa transaksi antara dua pihak harus sukarela. Artinya dalam suatu negosiasi tidak boleh saling menyakiti, atau salah satu pihak.

Salah satu kaidah fiqhiyyah terkait negosiasi dalam Islam adalah "Al-Musawamah" atau prinsip kesetaraan. Prinsip ini menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan setara antara pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi atau perundingan.Contoh penerapan kaidah Al-Musawamah dalam Islam dapat ditemukan dalam berbagai konteks, termasuk transaksi dagang. Misalnya, saat dua belah pihak bernegosiasi mengenai harga suatu barang atau jasa, prinsip kesetaraan menuntut agar keduanya bersikap adil, tidak mengeksploitasi, dan memperlakukan satu sama lain dengan hormat.

Contoh negosiasi yang "mainstream" adalah transaksi jual beli dalam proses tawar menawar. Bila dilihat dari kacamata pembeli setelah proses tawar menawar, pembeli seolah-olah merupakan orang yang paling berhasil dalam negosiasi. Jika harga barang yang ditawarkan bergesar pada titik terendah, dan sebaliknya penjual seolah menjadi orang yang paling menderita jika barang yang dijualnya akan berpindah tangan dengan harga yang tidak sesuai dengan penawaran. Persepsi negosiasi tersebut tidak selamanya benar. Mengapa tidak benar? karena tujuan negosiasi itu sendiri adalah mencapai situasi saling menguntungkan dan tidak ada yang dirugikan walupun terlihat berbeda, dalam negosiasi yang dilakukan, hasil kesepakatannya tidak harus menghasilkan kualitas nilai yang sama.

Kaidah kompensasi (mu'awadhot)

Kompensasi dalam pandangan syari'at Islam merupakan hak dari orang yang telah bekerja (ajir/employee/buruh) dan kewajiban bagi orang yang memperkerjakan (musta'jir/ employer/majikan) yang disepakati dengan akad ijarah. 

 

Menurut Islam upah haruslah dibayarkan sedemikian rupa sehingga paling tidak seorang karyawan mendapatkan makanan dan kebutuhan yang cukup dari hasil kerjanya, dan telah disampaikan pada hadits di bawah ini.

 "Telah menceritakan kepadaku Bisyir bin Marhum telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya" (HR Al-Bukhari).

 Contoh penerapan nya adalah ketika di dunia kerja salah satu nya adalah tunjangan tunjangan yang paling sering di terapkan perusahan- perusahan Indonesia contoh yang paling familiar adalah Tunjangan hari raya (THR).

Kaidah politik yang sah

Islam menyebut politik dengan istilah Siyasah. Jika yang dimaksud politik adalah siyasah mengatur segenap urusan umat, maka Islam sangat menekankan pentingnya siyasah. Bahkan Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan umat. Kata siyasah sendiri pernah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah sabda:

"Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku namun aka nada banyak khilafah." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Contoh yang bisa kita terapkan untuk ikut serta dalam politik dan islam adalah menjadi pemimpin yang baik, adil, serta bijaksana melaksanakan pemerintahan. Perlu diingat kembali, segala sesuatu yang ada di dunia adalah titipan dari Yang Maha Kuasa, Allah SWT, kita sebagai pemimpin tidak boleh menelantarkan kepercayaan orang lain hanya untuk jabatan dan harta yang bersifat sementara.

Kaidah riba

Menurut bahasa, riba memiliki pengertian kelebihan, bertambah, berkembang, atau menggelembung. Menurut istilah, Syeikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang dibebankan kepada orang yang meminjam harta seseorang akibat dari pengunduran janji pembayaran daripada batas waktu yang telah ditetapkan. Larangan riba juga disebutkan dalam Al-qur'an surah Ali Imran ayat 130-131 yang bearti;

"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan. dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir." (Q. S. Ali Imran: 130-131).

Salah satu contoh paling umum dari riba adalah bunga yang dikenakan bank pada pinjaman atau tabungan. Ketika seseorang meminjam uang dari bank, mereka harus membayar bunga atas pinjaman tersebut. Sebaliknya, ketika seseorang menyimpan uang di bank, mereka mungkin menerima bunga sebagai imbalan atas uang yang disimpannya

Kaidah Gharar

Gharar adalah transaksi bisnis yang mengandung ketidakjelasan bagi para pihak, baik dari segi kuantitas, fisik, kualitas, waktu penyerahan, bahkan objek transaksinya pun bisa jadi masih bersifat spekulatif. Ketidakpastian ini melanggar prinsip syariah yang idealnya harus transparan dan memberi keuntungan bagi kedua belah pihak

Dengan demikian, Islam memandang bahwa gharar adalah hal yang merugikan para pihak, terutama pembeli. Hal ini karena jika konsumen sudah membayar terlebih dahulu tanpa melihat objek transaksi, jika ternyata barang tersebut tidak sesuai kehendaknya, tentu akan menimbulkan sengketa atau kerugian.

Contoh gharar yang sering kita temui yaitu membeli barang yang belum terwujud, dan juga bisa kita temui ketika di pasar malam contoh nya melempar bola untuk masuk kedalam kaleng supaya kita mendapatkan reward yang biasanya itu adalah boneka atau hal lain yang lebih menarik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun