Mohon tunggu...
Aufaa Akhmad
Aufaa Akhmad Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Terimakasih atas kunjungan nya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengenang Tragedi Kanjuruhan: Tanda Ingatan yang Tak Boleh Pudar

11 Agustus 2023   14:09 Diperbarui: 11 Agustus 2023   14:24 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tragedi Kanjuruhan: Panpel Akui Cetak Tiket Lebihi Kapasitas (Foto: AFP via Getty Images/STR)

Di tengah sengatan panas matahari, Mukmin Ahmad berdiri tegak di depan Balai Kota Malang. Dalam tangannya, ia memegang seikat bunga mawar yang melambangkan ingatan yang harus dijaga. 

Dengan suara lantang, seniman dari Malang Performance Art Community berulang kali berteriak, Dan ini tragedi, dan ini tragedi, seperti mengukir kata-kata dalam udara pada Kamis, 10 Agustus 2023.

Aksi teatrikal ini bukanlah sekadar pertunjukan seni semata. Mukmin Ahmad ingin membangunkan kesadaran kita akan tragedi yang tak boleh terlupakan: Tragedi Kanjuruhan. 

Sebagai seorang seniman, dia memilih bahasa seni untuk menghidupkan kembali kenangan yang pahit, kenangan akan 135 jiwa yang terenggut oleh peristiwa itu.

Dalam aksinya, Mukmin Ahmad berbaring di tanah, tubuhnya menyerupai siluet di tempat kejadian perkara. Di sekelilingnya, garis-garis terbentuk dari kapur tulis, menciptakan gambaran yang tak terlupakan. Setiap garis tubuh itu dihiasi dengan angka dan ditandai oleh seikat mawar, simbol kehidupan yang terpotong secara tragis.

Tragedi Kanjuruhan adalah luka yang masih membekas di hati masyarakat. Saat ratusan orang kehilangan nyawa mereka dalam kerumunan di tribun, ada satu seniman yang berdiri untuk menjaga kenangan mereka tetap hidup. 

Mukmin Ahmad ingin mengingatkan kita bahwa di balik hiruk-pikuk kompetisi sepak bola, ada cerita nyata yang lebih berarti dan mendalam.

Kita tidak boleh melupakan bahwa ada keluarga yang masih berduka, keluarga korban yang belum merasakan keadilan. Aksi teatrikal Mukmin Ahmad adalah ekspresi empati dan solidaritasnya terhadap keluarga-keluarga ini. Dalam simbolisasi angka dan mawar, ia merawat ingatan akan peristiwa yang tak seharusnya dilupakan begitu saja.

Pada saat beberapa orang bersiap untuk merayakan hari ulang tahun klub Arema, Mukmin Ahmad memilih untuk tidak ikut serta dalam perayaan tersebut. 

Baginya, masih terlalu dini untuk merayakan ketika keadilan belum tercapai. Hari ulang tahun klub bukanlah sekadar perayaan, melainkan panggilan untuk mengingat dan memperjuangkan keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan.

Seiring waktu berlalu, mungkin ada yang akan merasa bahwa ingatan tentang tragedi ini semakin luntur. Kompetisi sepak bola mungkin telah memenuhi ruang perhatian kita. 

Namun, Mukmin Ahmad dengan tegas mengingatkan kita bahwa kita tidak boleh larut dalam hiruk-pikuk yang mengaburkan kepentingan yang lebih besar: keadilan dan penghormatan terhadap nyawa yang hilang.

Aksi teatrikal Mukmin Ahmad adalah panggilan kepada masyarakat untuk terus merawat ingatan ini. Sebagai tanda empati dan penghargaan terhadap kehidupan, garis-garis tubuh dan bunga mawar yang terhampar di tanah adalah pesan yang harus terus kita dengarkan. 

Kita berhutang pada mereka yang telah tiada untuk tidak pernah melupakan, untuk terus memperjuangkan keadilan, dan untuk merayakan kehidupan dengan penuh penghargaan.

Sumber: liputan6.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun