Saat membaca sebuah buku, kebodohanku mulai nampak. Untuk menutupi penampakan kebodohanku, saya baca lagi buku yang menjadi rujukan buku awal. Pengetahuanku bertambah, di sisi lain, kebodohanku juga semakin jelas terlihat. "Kok ini aku ga tahu ya. Kok bisa begini ya?"
Kubaca lagi buku lanjutan referensinya agar tak lagi ada narasi kebodohan di hadapan buku itu, alhamdullah berhasil. Aku banyak tahu. Banyak pengetahuan baru. Alhasil, aku juga bertambah yakin dan mendapat ilmu-ilmu baru.
Namun, dari buku lanjutan itu, semisal rugos, semakin banyak yang kugores untuk saya dalami pengetahuan, kok ya makin jelas juga tulisan samar yang tertutupi. Di situ tertulis, "Anda Masih Bodoh. Baca lagi".
Kubaca lagi buku lain, tulisan itu makin jelas. "Anda bodohnya masih kebangetan. Pakai otakmu. Baca lagi. Baca lagi. Baca lagi," begitu bunyi buku memaki-maki saya.
"Kampret," pekik saya dalam hati.
Aku belum menyerah. Tapi untuk sementara istirahat dulu. Capek dikatakan bodoh oleh buku-buku itu.
Sejenak merenung dalam kepulan asap sigaret. Di alam pikiran tiba-tiba melayang sebuah kesimpulan, "Alangkah berbahagianya orang tak pernah baca buku, tak pernah belajar. Mereka tak pernah merasa bodoh. Mereka bisa bahagia sebab tak pernah dihina dina sebab pengetahuannya,"
"Mereka bisa hidup nyaman. Tenteram dan damai. Bercanda dan tertawa tanpa ada beban tentang kata kebodohan."
"Mereka bisa saling sapa dan bisa berkomentar apa saja. Dimana saja. Lewat facebook, twitter, instagram dan yutup"
Maka saya pun ingin seperti mereka.
Ku ambil ponsel pintar di sebelah. Ku buka aplikasi membaca berita sosial hingga politik pemerintahan. Dari ghibah artis selingkuhan hingga kebijakan para pengambil keputusan.
Ku lirik ada sebuah tagar yang berulang-ulang. Pertanda sedang hangat menjadi topik pembahasan. Lalu kubaca tulisan-tulisan itu. Komentar-komentarnya. Hingga perdebatan mereka.
Tiba-tiba otak berontak. Apa yang saya baca di komentar-komentar itu tak sesuai dengan pengetahuan yang selama ini didapat dari logika buku-buku, pengalaman serta pengetahuan.
Kututup ponsel dengan murka sembari memaki-maki. "Betapa bodohnya mereka. Bodohnya sedalam bumi, hingga keluar lagi di bagian bumi lainnya, sejenak kemudian terlepas tak terkendali, menyundul langit yang ada di belahan bumi sebelah."
Tiba-tiba, suara lembut menyapa di sebelah.
"Mas, ini kopinya sudah matang. Mendoannya masih ngebul-ngebul loh. Jangan dianggurin aja."
Pamulang, 8 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H