Di usiaku kini, apa yang bisa aku banggakan kepadamu,
Di seusiamu dulu, kau kurangkan waktu tidurmu,
Agar kami bisa lelap duluan
Sementara aku kini
Bahkan berlomba menutup mata
Tanpa peduli ada anak yang ingin bercanda
Di usiaku kini, apa yang bisa aku sanjungkan kepadamu,
Di seusiamu dulu, kau kuras waktu istirahatmu
Agar kami bisa memakai baju bersih di keesokan hari
Sementara aku kini
Lebih mengandalkan asisten rumah kami
Yang mau digaji dengan nilai yang tak begitu berarti
Di usiaku kini, apa yang bisa aku muliakan kepadamu
Di seusiamu dulu, kau marahkan wajahmu
Agar kami bisa mengaji dan mengkaji agama kami
Sementara aku kini
Lebih memercayakan mesin pencari
Atau sekedar bisa membaca tanpa tahu arti
Di usiaku kini, apa yang bisa aku persembahkan kepadamu
Di seusiamu dulu, kau wakafkan keringatmu untuk anak-anak yatim
Agar mereka bisa makan dan tersenyum setiap hari
Sementara aku kini
Lebih banyak berhitung berapa banyak Tuhan memberi
Dan melipatkan gandakan apa yang kami beri
Di usiaku kini, apa yang bisa aku haturkan kepadamu
Di seusiamu dulu, kau siapkan sajadah kami
Saat terdengar azan di masjid yang ada di sebelah kami
Sementara aku kini
Lebih asik masyuk dengan mainan kami
Atau sekedar memelankan suara youtube sekedar menghormati
Solat Subuh pun kebanyakan lewat dari jam pagi
Padahal aku tahu
Materiku kini lebih banyak
Waktu luangku pun lebih lapang
Fasilitasku juga berlebih
Pengetahuanku seakan tanpa batas
Tapi aku tetap tak bisa berbangga kepadamu
Bahkan untuk menatap wajahmu pun aku tak kuasa
Bahkan, saat kau telah tiada
Palembang, 19 September 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H