IMPLIKASI FILSAFAT PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh : Audytrie Senni Oktaviany
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan nyawa bagi masa depan bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan pendidikan sebagai roh dari kehidupan bangsa dan sebagai pilar dalam membangun bangsa, dalam hal ini tersimpan untuk pendidikan demi untuk kemajuan bangsa. Saat ini anak-anak Indonesia mempunyai peluang untuk bersekolah namun, masih banyak sekitar 4,1 juta anak dan remaja yang berumur 7-28 tahun tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah kemungkinan dari mereka ini dari keluarga miskin, tinggal di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah dan putus sekolah. Hal tersebut juga diperkuat dengan ketertinggalan bangsa Indonesia dengan masih banyak anak-anak yang belum memiliki keterampilan dasar seperti tingkat kemahiran dalam membaca. Saat ini kurang dari setengah siswa yang berusia 15 tahun memiliki tingkat kemahiran dalam membaca yang minimum dan tingkat kemahiran dalam matematika sepertiganya (Fadia & Fitri, 2021). Berdasarkan hal tersebut remaja Indonesia kehilangan kesempatan untuk memgembangkan  potensi dan kemampuan skarena tidak bersekolah dan tidak memiliki kesempatan untuk bekerja dan terdapat pengangguran akibatnya lebih kurang sekitar 15 persen.
Pendidikan sebagai media pusat  dalam mempersiapkan generasi emas Indonesia terutama dalam pembentukan karakternya (Gularso, 2020).  Karakter harus dibangun berdasarkan sifat yang holistic dan komprehensif serta bersifat pancasilais. Bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga penanaman karakter terhadap generasi muda atau dikenal dengan generasi emas bangsa Indonesia yang harus berlandaskan pada tiga nilai yaitu kejujuran, kebenaran, dan keadilan (Abi, 2017).
Mutu Pendidikan adalah dua istilah yang berasal dari mutu dan Pendidikan. Memiliki makna bahwa merujuk pada kualitas dari suatu produk yang dapat diidentifikasi dari banyaknya prestasi yang dimiliki oleh siswa yang diajarkannya serta relevansi lulusan dengan tujuannya. Dalam hal membangun kualitas dan mutu Pendidikan Indonesia dapat dilakukan secara bersama-sama lapisan masyarakat dan juga pemerintah terutama para pendidik yang dapat menjadi pengaruh penuh dalam kualitas pendidikan di Indonesia (Temon Astawa, 2017). Pendidikan adalah investasi bagi bangsa Indonesia yang tidak hanya sekedar didapatkan dan dinikmati dalam kesempatan seadanya tetapi butuh perjuangan dalam pemerataan Pendidikan (Rasyid, 2015). Pengelolaan Pendidikan akan terus menjadi perbincangan atau isu yang akan berkembang di dalam di dunia Pendidikan, oleh karena itu, dibutuhkan upaya dalam peningkatan mutu Pendidikan. Hal tersebut merupakan usaha yang harus diupayakan agar Pendidikan dapat berkualitas dan harapan yang tercapai (Suprayogo & Islam, n.d.). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi mutu Pendidikan diantaranya kurikulum, fasilitas Pendidikan, peraturan Pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia Pendidikan, terutama dalam proses belajar mengajar, yang disertai pendekatan dan metode yang digunakan serta evaluasi dan biaya Pendidikan.
Dengan adanya Pendidikan yang bermutu dapat meningkatkan kemampuan yang akan dihadapi Generasi emas tahun 2045, dimana generasi emas ini merupakan harapan masa depan bangsa Indonesia dapat dilakukan melalui penanaman pendidikan karakter yang dapat diterapkan untuk mencapai golden generation yaitu, (1) mendekatkan diri pada Tuhan, (2) rendah hati, (3) tidak mudah menyerah, (4) tidak Mengeluh, (5) motivator dan (6) selalu berbahagia. Upaya Peningkatan mutu Pendidikan dapat menjadi usaha yang harus diupayakan dengan terus menerus agar harapan untuk pendidikan yang berkualitas dan relevan dapat tercapai.
Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh pendidikan yang juga menjadi dalang filsafat pendidikan Indonesia ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, dan akhirnya menjadi simbol pendidikan di Indonesia. Namun, hal tersebut tidak sepenuhnya diterapkan dalam pendidikan. Pemahaman parsial generasi muda atau bahkan pemahaman yang nihil terhadap filosofi bisa jadi sumber masalahnya.
Ada masalah mendasar dalam pendidikan Indonesia terkait dengan rendahnya hasil belajar. Peringkat ujian PISA (Program for International Student Assesment) Indonesia tahun 2018. Mata pelajaran matematika misalnya, Indonesia berada di peringkat 72 (tujuh puluh dua) dari 78 (tujuh puluh delapan) negara peserta PISA. Sedangkan ujian untuk mata pelajaran IPA dan membaca juga relatif sama (Peraturan Menteri No Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024, 2020).
Untuk mendukung kualitas pendidikan di Indonesia, kita harus memiliki pemahaman penuh tentang filosofi yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara. Itu lahir dari upaya untuk memiliki orang-orang yang mandiri. Sehingga, kita perlu meninjau kembali filosofi untuk memiliki pemahaman yang lebih baik. Oleh karena itu artikel ini akan membahas mengenai konsep Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan implikasinya dalam meningkatkan  kualitas pendidikan di Indonesia.
PEMBAHASAN
Bapak pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan berbagai hal di bidang pendidikan. Konsep pendidikan nasional-nya sangat membumi dan berakar pada budaya nusantara, termasuk tutwuri handayani, 'tripusat pendidikan’ (Dewantara, 2019) dan tringo (ngerti, ngrasa dan nglakoni) (Wardani, 2010).
- Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Filsafat dalam bahasa Inggris adalah Philosophy. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia maya memiliki arti; asumsi, ide, dan sikap batin yang paling mendasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat. Filsafat juga memiliki arti pandangan hidup. Dari pengertian makna filsafat, dan berkaitan dengan pendidikan Ki Hadjar Dewantara, penulis mengartikan bahwa tujuan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah gagasan dan pandangan hidup Ki Hadjar Dewantara yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara yang bernama asli Suwardi Suryaninggrat adalah pendiri yayasan pendidikan nasional. Ki Hadjar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dari keluarga kerajaan Jawa Paku Alam. Ki Hadjar Dewantara pernah bersekolah di kweekschool (pendidikan guru) namun kemudian dipindahkan ke STOVIA (sekolah kedokteran). Saat itu, hanya mereka yang berasal dari keluarga bangsawan yang bisa bersekolah.
Konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dilatarbelakangi oleh semangat kebangsaan yang sangat kuat, dinamis dan prospektif serta berakar pada budayanya sendiri. Inilah konsepsi yang tepat bagi bangsa Indonesia. Inilah yang menjadikan Ki Hadjar Dewantara sebagai Pelopor Pendidikan Nasional. Hari kelahirannya pada tanggal 2 Mei ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Hari Pendidikan Nasional. 'Tutwuri Handayani' menjadi semboyan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Dhiniaty Gularso et.al, 2019).
Tabel Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (Siti Malikhah Towaf, 2016) dan (Dhiniaty Gularso et.al, 2019).
Filsafat Ki Hadjar Dewantara
Nilai batin
Ing Ngarso Sung Tuladha
Pendidik memberikan contoh terbaik bagi siswa
Ing Madya Mangun Karsa
Pendidik berkelanjutan terus memotivasi siswa
Tutwuri Andayani
Pendidik memberikan penguatan kepada siswa
Ngroso
Siswa merasa yakin tentang manfaat dari apa yang mereka pelajari
Dst…
Â
- Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara Terhadap Merdeka Belajar
Falsafah Belajar Mandiri Mendikbudristek Nadiem Anwar merupakan bagian filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang sejalan dengan filsafat pendidikan progresivisme. Gagasan atau filosofi progresivisme adalah sebuah gerakan di bidang pendidikan yang dimotori oleh John Dewey. Awal lahirnya sekolah ini berusaha menjangkau secara positif pengaruh-pengaruh yang ada dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Filosofi progresivisme menekankan konsep dinamis bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan memperbaiki lingkungannya dengan menggunakan kecerdasannya melalui metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang muncul baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial.
Dalam ranah ini, Pendidikan bisa berhasil bila mampu melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan proses pengajaran, sehingga siswa memperoleh banyak pengalaman sebagai bekal hidupnya. Filosofi progresivisme juga mengarahkan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada transfer pengetahuan kepada peserta didik, tetapi mengandung muatan sejumlah kegiatan yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir bagi peserta didik secara utuh dan menyeluruh. Dengan begitu, siswa mampu berpikir sistematis dengan pendekatan saintifik. Sebagai analogi, siswa mampu memberikan berbagai data empiris, informasi teoritis, analisis, pertimbangan, dan mampu membuat kesimpulan untuk memilih alternatif yang paling logis dalam memecahkan masalah yang dihadapinya (Basuni et al., 2021).
- Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara Terhadap Manajemen Pendidikan di Era Society 4.0
Pemikiran filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara berimplikasi pada manajemen sekolah. Faktor penghambat pengelolaan di sekolah adalah waktu pembelajaran yang kurang maksimal dan kurangnya fokus siswa dalam belajar (Indarti, 2019). Implikasi manajemen bagi kepala sekolah meliputi dimensi memberi kepercayaan kepada bawahan, mendorong staf untuk maju, menghormati guru yang telah menunjukkan kinerja mengajar yang baik. Selain itu, guru harus berusaha meningkatkan kompetensi personal, sosial, profesional dan pedagogik (Wahyuni, 2014). Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan (dalam pengelolaan pembelajaran), menekankan pengembangan kreativitas dan memperhatikan pengembangan rasa dan karsa.
Mengenai manajemen sekolah dalam sistem persekolahan di Indonesia, pada umumnya kepala sekolah menduduki jabatan tertinggi di sekolah. Konsekuensinya, seorang kepala sekolah memegang kendali segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan sekolah baik di dalam maupun di luar sekolah. Oleh karena itu, dalam struktur organisasi sekolah sekalipun, kepala sekolah biasanya selalu duduk di tempat yang paling tinggi. Organisasi sekolah diperlukan, namun tugas pendidik tidak hanya mengajar dan mendidik tetapi juga bertanggung jawab menjalankan seluruh sistem persekolahan (Zapeda, SJ, Bengtson, E. dan Parylo, 2012).
Karena pentingnya kepala sekolah tersebut, diperlukan figur dengan kapasitas dan kompetensi yang memadai untuk mengelola hubungan sekolah dan masyarakat. Konsekuensinya, akan diperoleh dukungan gagasan, sumber belajar, dan pendanaan sekolah. Kepala sekolah harus dapat menjalankan perannya dengan baik dalam hubungan masyarakat, hubungan antara sekolah dan masyarakat. Mereka dapat meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong komunikasi politik yang terbuka, meningkatkan citra sekolah atau daerah, membangun dukungan untuk perubahan dan mengelola informasi. Mereka juga dapat mendukung program pemasaran, membangun itikad baik, membangun rasa kepemilikan dan menyediakan data evaluasi (Triwiyantoa, 2019).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa Filsafat Ki Hajar Dewantara dilatarbelakangi oleh semangat kebangsaan yang sangat kuat, dinamis dan prospektif serta berakar pada budayanya sendiri. Implikasinya pada merdeka belajar yaitu berkaitan dengan filosofi progresivisme yang mengarahkan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada transfer pengetahuan, melainkan ada kemampuan aktif berpikir secara menyeluruh. Selain itu, implikasinya pada manajemen pendidikan di Era Society 4.0 melalui kepala sekolah meliputi dimensi memberi kepercayaan kepada bawahan, mendorong staf untuk maju, menghormati guru yang telah menunjukkan kinerja mengajar yang baik.
SARAN
Berkaitan dengan hal ini, maka disarankan kepada penulis lainya untuk menggali lebih mendalam lagi mengenai tokoh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan yang sangat berjasa mengembangkan pendidikan di Indonesia pada zamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Basuni, A., Ma'mur, I., & Kurniawan, A. F. (2021). Freedom to Learn Manifesto of Ki Hadjar Dewantara's Educational Philosophy (A new formula in PAI learning). International Journal of Nusantara Islam, 9(2), 548-560.
Darmawan, I. P. A., & Sujoko, E. (2019). Understanding Ki Hadjar Dewantara’s educational philosophy. International Journal of Humanities and Innovation (IJHI), 2(3), 65-68.
Dewantara, A. (2019). Pantang menyerah menuju hidup berkelimpahan dalam perspektif filsafat aristotelian. https://doi.org/10.31227/osf.io/hjkc3.
Dhiniaty Gularso et al. (2019). What Kind Of Relationship Is Between Ki Ageng Suryomentaram And Ki Hadjar Dewantara ? : Two Figures Of Indonesian Education. Journal of Physics: Conference Series. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1254/1/012003.
Indarti, T. (2019). Implementasi Tringa Taman Siswa dalam Manajemen SDM untuk Kemajuan Sekolah. Sosiohumaniora, 5(1), 28–37
Siti Malikhah Towaf. (2016). The National Heritage of Ki Hadjar Dewantara in Tamansiswa About Culture-Based Education and Learning. Journal of Education and Practice, 7(23), 167–176.
Triwiyantoa, T., & Suyantob, L. D. P. The Thoughts of Ki Hadjar Dewantara and Their Implications for School Management in the Industrial Era 4.0.
Wahyuni, I. (2014). Pengaruh Filosofi Ki Hajar Dewantara bagi Kepala Sekolah terhadap Peningkatan Kinerja Guru (Studi tentang Nilai Ing Ngarso Sung Tuladha dan Tut Wuri Handayani di SMPN 01 Wuluhan Jember). Edukasi Journal, 6(1), 1–15.
Zapeda, S. J., Bengtson, E., and Parylo, O. (2012). Examining the Planning and Management of Principal Succession. Journal of Educational Administration, 50(2), 136–147
Suprayogo, I., & Islam, J. S. (n.d.). Peningkatan Mutu. 10(2).
Rasyid, H. (2015). Membangun Generasi Melalui Pendidikan Sebagai Investasi Masa Depan. Jurnal Pendidikan Anak, 4(1), 565–581. https://doi.org/10.21831/jpa.v4i1.12345
Gularso, D. (2020). ERA SOCIETY 5 . 0 DAN REVOLUSI INDUSTRI 4 . 0 ( COMMUNITY EDUCATION FOR THE FUTURE OF INDONESIA IN Jurnal Berdaya Mandiri. 0(1), 476–492.
Temon Astawa, I. N. (2017). Memahami Peran Masyarakat Dan Pemerintah Dalam Kemajuan Mutu Pendidikan Di Indonesia. Jurnal Penjaminan Mutu, 3(2), 197. https://doi.org/10.25078/jpm.v3i2.200
Abi, A. R. (2017). Paradigma Membangun Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 2(2), 85–90. https://doi.org/10.17977/um019v2i22017p085
Fadia, S., & Fitri, N. (2021). Problematika Kualitas Pendidikan di Indonesia. 5, 1617–1620.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H