Mohon tunggu...
Audry pinkan
Audry pinkan Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis baru

Pengajar yang menikmati membaca dan menonton

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Late (One Shot)

22 April 2021   20:12 Diperbarui: 22 April 2021   20:16 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

One shot

Aku menghembuskan nafas sambil menutup mata, aku harus melakukannya, ini yang terbaik untuk kami bersama. Setelah membulatkan tekad, aku mengambil hp yang ada di atas meja kerja ku.


Aku menekan angka satu.


"Halo?" sapanya dari ujung sana.


"Hai, nanti malam kita jadi makan malam?" tanya ku.


Aku mendengar suara tawa di ujung sana. "Hei, baru kali ini kamu mengkonfirmasi untuk makan malam kita. Ada masalah?"


Mendengar pertanyaannya membuat ku gugup. Apakah dia tahu apa yang akan terjadi nanti? Seperti kata orang, firasat wanita sangat kuat kan? Aku yang sibuk dengan pikiran ku tidak sadar kalau dia memanggil nama ku dari ujung sana. Setelah sadar cepat-cepat aku menjawab. "Bukan, bukan maksud ku tidak ada masalah apapun." Jawab ku gugup.


"Okay sampai nanti." Ujarnya.

 Lalu hubungan telfon itu terputus. Aku menyandarkan diri dan memjamkan mata lagi, ini yang terbaik.


Malamnya.


Aku duduk dengan gelisah di dalam restauran menunggu Sandy datang. Sepanjang hari ini aku tidak dapat berkonsentrasi dengan apapun yang aku lakukan. Pekerjaan ku tidak selesai dengan baik, saat rapat aku juga banyak bengong, tidak mendengarkan bawahan ku yang menjelaskan pekerjaannya. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyelesaikan hari ini dan semuanya cepat selesai.


Aku melihat ke seliling, restauran ini tidak banyak berubah, sudah satu tahun aku dan Sandy tidak kemari. Restauran ini tempat pertama kali aku mengajak Sandy kencan, tempat pertama kali aku menciumnya dan mungkin akan menjadi yang terakhir kalinya untuk kami. 

Aku mengalihkan pandangan ku keluar kaca untuk menenangkan pikiran ku. Jalanan di depan tidak macet tapi lumayan padat. Aku melihat sebuah taksi berhenti di depan restauran, seseorang keluar dari taksi. Wanita yang ku tunggu, Sandy.


Sepereti biasa dia terlihat sangat menawan, cara berjalannya, senyumannya kepada pelayan, keramahannya saat berterima kasih, dia melambai kepada ku dan aku membalas lambaiannya dengan kaku. Ini saatnya semua selesai.


"Hai, maaf aku agak telat. Tadi ada sedikit masalah di editing." Jelasnya sambil mencium pipi ku lalu dia  duduk di kursi yang ada depan ku.


"Tidak masalah, aku juga tidak lama menunggu mu." jawab ku. "Dimana mobil mu?" tanya ku.


"Oh, mobil ku ada di bengkel. Tadi pagi mogok." Jawabnya.


Baguslah, pikir ku. lebih baik dia tidak menyetir nanti.


"Aku punya surprise untuk mu." ujarnya sambil ternsenyum cerah. Senyumnya yang selalu membuat ku merasa bahagia.


"Aku juga." bisik ku pelan, takut dia dapat mendengarnya. "Ayo kita pesan makan dulu." ujar ku sambil memanggil seorang pelayan yang berdiri tak jauh dari meja kami. Aku mengulur waktu sampai aku siap.


Pelayan datang dan menanyakan apa pesanan kami. Saat Sandy membaca menu untuk memilih makanan, aku memperhatikannya dalam diam. Dia begitu cantik, begitu baik, begitu pengertian, begitu mencintai ku, dia sempurna untuk ku, aku tahu itu, tapi hati ku sudah dimiliki oleh orang lain. Selama tiga tahun ini memang hanya Sandy yang ada di hati ku, tak pernah sedetik pun ada wanita lain, hanya sekarang segalanya berbeda.


Semua berawal dari tiga bulan lalu, saat aku sedang mengerjakan proyek suatu iklan. Model yang kami pakai adalah mantan ku waktu dulu, awalnya memang tidak terjadi apa-apa diantara kami, tapi selama tiga bulan ini bekerja dengannya membuat ku mengingat kembali masa lalu kami, semua kenangan manis, semua debaran yang aku rasakan untuknya. tanpa ku sadari aku terjatuh dalam dirinya.


Sandy tahu aku bekerja dengannya, awalnya dia tidak senang, karena dia tahu bagaimana cerita ku dengan mantan ku itu, tapi akhirnya dia mengerti ini hanya sebuah kerjaan, Sandy bilang dia percaya dengan ku dan ternyata aku mengkhianati kepercayaannya. Aku sudah tidak tahan dengan rasa bersalah yang aku rasasakan untuk Sandy, jadi aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Sandy. Perasaan ku pada Sandy tidak sekuat perasaan ku pada mantan ku ini.


"Hei Gary," panggil Sandy sambil menyentuh tangan ku yang ada di atas meja.


"Ah iya." Jawab ku.


"Kamu mau pesan apa?" tanyanya.


"Aku ingin.." jawab ku sambil membaca menu yang ada di depan ku. Apa yang akan ku pesan? Aku tidak ada nafsu makan mengingat apa yang akan aku lakukan sebentar lagi. "Aku pesan crab soup with bread." Sup adalah pilihan terbaik.


Sandy memesan pesanan kami ke palayan, lalu pelayan itu pergi setelah selesai mencatat semua pesanan kami.


"Gary," panggil Sandy. Aku menengok ke arahnya dan melihat senyuman diwajahnya, setelah aku perhatikan lagi hari ini Sandy terlihat lebih glowing dari biasanya. "Aku punya kejutan untuk mu." ujarnya sambil mengambil tas nya untuk mencari sesuatu.


Sekarang atau tidak ada kesempatan lagi Gary, Ujar ku dalam hati.


"Sand," panggil ku untuk menarik perhatiannya. Namun dia hanya menajwab iya dan masih sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. "Sand," panggil ku lagi dengan tegas. Berhasil dia melihat ke arah ku dan menaruh amplop di atas meja.


"Apa?" tanyanya.


"Aku juga punya sesuatu yang penting untuk aku ucapkan sekarang. Bisakah kamu fokus?" pinta ku.


Dia tersenyum sambil menggeleng, "Ok, apa?" tanyanya.


"Aku ingin kita putus." Ujar ku.


Aku melihat senyuman di wajahnya menghilang. "Aku dengar kamu minta putus dari ku?" tanyanya, mungkin dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar.


"Iya, aku mau kita putus." Ulang ku.


 "Kenapa?" tanyanya. Suaranya mulai bergetar.


"Aku.. aku mencitai orang lain."


"Siapa? Sejak kapan?" tanyanya. Air mata sudah mengalir di pipinya.


"Jeny sejak tiga bulan yang lalu." Jawab ku sambil mentap mata Sandy.


Aku melihat muka Sandy yang sudah merah karena menangis semakin merah karena amarah. Matanya yang tadi terlihat sedih sekarang terlihat marah. "Jeny?!" tanya Sandy tak percaya. "Dari semua gadis di dunia ini kenapa harus dia? Kamu tahu aku tidak suka dengannya, dari semua mantan mu hanya dia yang tidak dapat aku terima untuk berdekatan dengan mu dan ternyata firasat ku benar." Sandy berusaha menajaga suaranya agar tidak terlalu keras karena sudah ada beberapa pengunjung yang melirik ke arah kami.

 Aku tidak dapat menyalahkan Sandy, tapi aku harus bagaimana lagi, aku sudah tidak bisa menahan semua ini lagi.


"Maaf, cinta ku pada mu sudah padam." Ujar ku lirih.


Aku mendengar Sandy mendengus. "Padam? Kamu hanya jatuh pada godaan perempuan jalang itu." serunya.


Aku marah mendengar Sandy berbicara begitu tentang Jeny. "Hei dia bukan jalang."


"Woah,kamu sudah membelanya. Baiklah kita sudahi hubungan kita. Selamat bersenang-senang dengan wanita murahan mu itu." serunya sambil berdiri lalu memasukkan hp dan amplop cokelat yang tadi dia keluarkan ke dalam tas.

 Sandy langsung berjalan cepat keluar dari restauran tanpa sekali pun menengok kebelakang. Bodohnya aku mengharapkan dia menengok untuk terakhir kalinya pada ku.


Aku sudah tidak peduli dengan tatapan mata pengunjung lain dan para pelayan yang ada di sini. Aku menundudukkan kepala ku. "Aku sudah melakukan yang benar." bisikku dalam hati. Aku meyakinkan diri ku. Tapi kenapa perasaan tak enak ini tak kunjung hilang? Tanyak ku dalam hati.


BRAAK... CIIIIT...


Aku mengangkat kepala mendengar suara keras dari luar restauran. Aku segera berdiri dan berlari ke arah pintu keluar, perasaan ku semakin tidak enak. Aku melihat sudah beberapa orang yang berkerumun tak jauh dari restauran. Aku berlari kesana, dada ku berdebar sangat cepat, tangan ku menjadi dingin. Aku bergerak maju melewati orang-orang yang panik menelfon ambulance. Saat aku melihat sosok yang tergeletak di jalan, hatiku mencelos. Sosok itu adalah Sandy, darah berlumuran dari kepalanya dan mulai menggenang di jalan. Pakaiannya kotor dan beberapa robek, mungkin karena gesekan di aspal. Aku terduduk di dekatnya dan memanggilnya.


"Sand.. Sand.. Sand jangan bercanda." Ujar ku. Tak terasa air mata mulai mengalir deras di pipi ku.


"Sand.. Sand bangun.." ujar ku lagi.

 "Bangun Sand." Lirih ku sambil tersedu.


Aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Yang ku ingat hanya aku mengganggam tangan Sandy yang tidak pernah aku lepas sampai di rumah sakit.


Rumah sakit.


Aku menunggu di depan ruang operasi. Pikiran ku benar-benar kalut. Rasa menyesal tidak dapat hilang. Benarkah ini yang aku ingin kan? Benarkah aku ingin berpisah darinya? Benarkah aku tidak mencintainya lagi? Tanya ku pada diri ku sendiri.


Tidak, tidak. Aku ingin dia tidak apa-apa. Aku masih ingin melihat senyumannya, aku masih ingin mendengar tawanya, aku masih ingin merasakan kehangatan dari pelukannya, aku masih ingin menggenagam tangannya. Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa aku berpikir kalau cinta ku padanya sudah padam? Kenapa aku berpikir untuk menggantikan posisinya dengan Jeny? Kenapa aku berpikir untuk putus dengannya? kenapa? Kenapa?


Aku menangis tersedu, aku tidak peduli kalau banyak orang melihat ku menangis seperti ini, aku rapuh seperti ini. Aku hanya ingin Sandy selamat, aku hanya ingin meminta maaf kepadanya dengan ucapan ku, aku hanya ingin kesempatan kedua dengannya. Aku mohon, aku tidak siap kehilangan dirinya. Ternyata aku masih begitu mencintainya. Aku mohon, selamatkan dia.


Aku merasakan sentuhan di pundak ku, aku menengok dan melihat salah satu petugas ambulan yang tadi menolong Sandy.


"Bapak, wali dari ibu Sandy?" tanyanya.


"Iya betul. Orang tua Sandy sudah meninggal dan dia anak tunggal." Ujar ku. "Ada apa?"


"Ini barang- barang milik ibu Sandy." Ujarnya sambil menyerahkan sebuah tas.

 Aku mengenalinya, itu milik Sandy. Aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih.


Setelah petugas itu pergi, aku membuka tas Sandy,aku melihat dompetnya dan membukanya. Ada foto kami berdua saat liburan ke Jerman, di foto itu kami tersenyum sangat cerah, aku dapat melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah kami. Kenapa aku lupa kalau aku sebahagia itu dengan Sandy? Air mata ku menetes lagi. Saat aku ingin mengembalikan dompet Sandy ke dalam tas, aku melihat ada sebuah amplop cokelat. Aku ingat ini barang yang tadi Sandy ingin tunjukkan di restauran.


Aku membuka amplop itu dan mulai membaca. Hati ku mencelos saat selesai membaca isinya, tangan ku menjadi dingin. Aku melihat foto yang ada di dalam amplop itu juga. Aku tidak percaya dengan apa yang aku baca dan aku lihat.


"Keluarga ibu Sandy?" tanya seseorang.
Aku menengok dan melihat dokter yang bertanggung jawab atas Sandy. Aku segera berdiri dan menghampirinya.

 "Bagaimana keadaan Sandy dok?"


Dokter itu menatap ku sedih. "Kami telah berusaha semampunya. Namun pendarahan yang dialami ibu Sandy sangat parah... " dokter itu tidak dapat melanjutkan perkataannya.


"Jadi?" tanya ku.


"Maaf kami tidak dapat menolongnya." Ujarnya sambil menunduk.


Aku terjatuh ke lantai, kaki ku tidak kuat untuk berdiri. Sandy sudah pergi, Sandy meninggalkan ku, Sandy sudah tidak ada. Aku tidak dapat melihat senyumnya lagi, aku tidak dapat mendengar tawanya lagi, aku tidak dapat merasakan pelukannya lagi. Aku seorang pembunuh, aku yang menyebabkan kecelakaan Sandy, aku membunuhnya. 

Tidak aku tidak hanya membunuhnya, aku juga membunuh bayi kami. Ternyata Sandy sedang mengandung, dia mengandung anak kami dan aku malah membunuhnya. Dia ingin memberikan berita bahagia ini tapi aku malah ingin meninggalkannya.


Hati ku tersa sakit, aku tidak pernah merasakan sesakit ini, air mata tidak berhenti mengalir di pipi ku. Rasa penyesalan tidak cukup. Sandy dan anak ku tidak akan kembali. Aku bereriak sekencangnya. Aku bodoh seungguh bodoh. Karena nafsu ku aku kehilangan segalanya, karena sedikit godaan, aku kehilangan dunia ku.


Sandy dan anak ku..... maafkan aku........ lalu gelap.

Finish

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun