Aku membiarkan mereka masuk dan duduk di ruang tengah. Sementara aku membuat minuman di dapur kecil dekat pintu masuk. Aku melihat Ara berdiri dan melihat-lihat studio ku.
"Selama ini kamu di sini?" tanya Ara.
Aku mengangguk sambil memberikan minum padanya, lalu aku memberikan minuman satunya pada Teza.
Aku duduk di kursi yang ada di pintu teras. Menyalakan rokok ku dan melihat ke arah mereka berdua. Aku masih tidak percaya mereka ada di depan ku. Mereka pun memandangi ku, aku bisa lihat banyak pertanyaan yang ingin mereka ajukan. Tapi mereka menahannya.
"Kamu tidak berubah Win, hanya lebih kurus saja." ujar Ara.
Aku tertawa. "Iya? Kamu malah semakin cantik Ra. Aku selalu melihat mu tampil." Ujar ku.
"Aku menepati janji ku ke kamu."
"Iya kamu menepati janji mu. Aku sangat bahagia untuk mu."
"Kenapa kamu pergi?"
Aku tidak langsung menjawabnya, aku menghembuskan asap rokok ku.
"Bagaimana kalian dapat menemukan ku?" tanya ku tanpa menjawab pertanyaan Ara.
Aku melihat Ara menghela nafas, dia tahu aku belum mau cerita apa yang terjadi dengan ku. Dan aku rasa dia dapat melihat itu.
"Teza yang menemukan kamu." Jawab Ara.
Aku melihat ke arah mereka berdua dengan bingung.
"Aku akan jujur pada mu, selama lima tahun ini aku terus mencari mu. karena aku yakin kamu tidak akan berhenti melukis," Taza sambil menatap ku. " Dan tiga bulan yang lalu aku datang ke Jepang untuk meliput sebuah pameran. Aku melihat sebuah lukisan yang membuat ku terpesona. Aku mencari tahu siapa pelukisnya, aku bertanya kepada semua orang yang aku kenal dan aku akhirnya tahu 'Wind' adalah kamu." Jelasnya. "Seperti empat tahun lalu, lukisan mu mempesona ku Win." Tambahnya sambil tersenyum.
Aku menunduk mendengar penjelasan Teza. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, aku tak penah berfikir hari ini akan terjadi.
"Lalu kenapa kamu pergi?" tanya Ara lagi. Aku tidak sadar kalau dia sudah duduk di depan ku dan menggenggam tangan ku.
Aku mengangkat kepala ku dan melihat ke arahnya. "Aku harus meyakinkan diri ku Ra. Aku takut."
"Apa maksud mu?"
"Kamu ingat kecelakaan yang aku alami dengan orang tua ku saat aku SMA?"
Aku melihatnya mengangguk tapi raut mukanya masih bingung.
"Kecelakaan itu mengambil sesuatu dari ku Ra." Lirih ku. "Saat pertama kali dokter memberitahukannya pada ku, hati ku hancur. Aku takut. Waktunya pun tidak dapat diprediksi, aku harus siap kapan pun itu." Tambah ku.
Ara memeluk ku dan mengelus punggung ku. Aku menangis dalam pelukannya. Tiba-tiba aku merasa hangat dipelukan Ara. Rasanya aku ingin mengeluarkan semua yang aku rasa.
"Sekarang aku buta warna Ra. Aku tidak dapat membedakan warna. Pelukis   macam apa yang tidak dapat membedakan warna? Aku harus membuktikan pada diri ku Ra, kalau aku memang pelukis. Awalnya aku pikir semakin aku terkenal, aku akan semakin yakin dengan diri ku, tapi ternyata aku salah, aku malah semakin takut. Apa kata orang- orang, pelukis tapi buta warna?!" . teriak ku mengeluarkan semua yang aku rasakan. Aku lelah, lima tahun ini rasanya sia-sia.
Plak..
Aku meraba pipi ku yang panas, Ara menampar ku. Aku menatapnya dengan bingung dan marah. Aku ingin membuka mulut ku, namun dia mengalahkan ku.
"Kamu gak perlu membuktikan apapun! Kamu pelukis yang hebat!" teriaknya. "Kamu adalah kamu, mau kamu buta warna, kamu tetap pelukis yang hebat. Kata siapa kamu bukan pelukis? Semua orang memuji hasil karya mu, semua orang tergerak karena lukisan mu. Jika mereka tahu kalau kamu buta warna terus kenapa? Kamu istimewa dan kamu hebat Ra." Uajrnya lembut sambil mengelus pipi ku yang tadi dia tampar.
Air mata ku mengalir dengan deras. Benarkah tidak apa? Benarkah aku berhasil? Pikir ku dalam hati.
"Lagian aku rasa jika orang-orang tahu kamu buta warna, mereka akan semakin kagum dengan mu." ujarnya lagi sambil tersenyum. "Ayo pulang. Semua menunggu mu." Tambahnya.
Aku memeluknya dengan erat dan dia memeluk ku dengan erat. Aku melihat Teza yang berdiri di depan ku. Kami berpandangan dan tersenyum.
Merah berarti keberanian.
##
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI