"Teza yang menemukan kamu." Jawab Ara.
Aku melihat ke arah mereka berdua dengan bingung.
"Aku akan jujur pada mu, selama lima tahun ini aku terus mencari mu. karena aku yakin kamu tidak akan berhenti melukis," Taza sambil menatap ku. " Dan tiga bulan yang lalu aku datang ke Jepang untuk meliput sebuah pameran. Aku melihat sebuah lukisan yang membuat ku terpesona. Aku mencari tahu siapa pelukisnya, aku bertanya kepada semua orang yang aku kenal dan aku akhirnya tahu 'Wind' adalah kamu." Jelasnya. "Seperti empat tahun lalu, lukisan mu mempesona ku Win." Tambahnya sambil tersenyum.
Aku menunduk mendengar penjelasan Teza. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, aku tak penah berfikir hari ini akan terjadi.
"Lalu kenapa kamu pergi?" tanya Ara lagi. Aku tidak sadar kalau dia sudah duduk di depan ku dan menggenggam tangan ku.
Aku mengangkat kepala ku dan melihat ke arahnya. "Aku harus meyakinkan diri ku Ra. Aku takut."
"Apa maksud mu?"
"Kamu ingat kecelakaan yang aku alami dengan orang tua ku saat aku SMA?"
Aku melihatnya mengangguk tapi raut mukanya masih bingung.
"Kecelakaan itu mengambil sesuatu dari ku Ra." Lirih ku. "Saat pertama kali dokter memberitahukannya pada ku, hati ku hancur. Aku takut. Waktunya pun tidak dapat diprediksi, aku harus siap kapan pun itu." Tambah ku.
Ara memeluk ku dan mengelus punggung ku. Aku menangis dalam pelukannya. Tiba-tiba aku merasa hangat dipelukan Ara. Rasanya aku ingin mengeluarkan semua yang aku rasa.
"Sekarang aku buta warna Ra. Aku tidak dapat membedakan warna. Pelukis   macam apa yang tidak dapat membedakan warna? Aku harus membuktikan pada diri ku Ra, kalau aku memang pelukis. Awalnya aku pikir semakin aku terkenal, aku akan semakin yakin dengan diri ku, tapi ternyata aku salah, aku malah semakin takut. Apa kata orang- orang, pelukis tapi buta warna?!" . teriak ku mengeluarkan semua yang aku rasakan. Aku lelah, lima tahun ini rasanya sia-sia.