Dalam pandangan syariah, investasi syariah berlandaskan pada hijrah finansial sebagai proses hijrah dari pengelolaan keuangan yang lebih baik lagi mengenai perolehan, penyimpanan, serta pengelolaan keuangan sesuai syariat Islam.Â
Harapannya menghasilkan pergeseran berkah mengenai cara mendapatkan, cara mengelola, dan cara membelanjakan. Bank Indonesia melakukan pendalaman pasar keuangan syariah mulai dari regulasi, infrastruktur, instrument, basis investor, serta kelembagaannya.Â
Seperti makna dan fungsi dari investasi, dalam pandangan syariah, investasi syariah berkonsep sebagai aset kekayaan di masa mendatang yang diikuti oleh peningkatan nilai aset, baik aset fisik maupun kegiatan usaha, dan pula diimbangi dengan pengetahuan dalam menghindari risiko.Â
Konsep selanjutnya yakni aset investasi dinilai dengan satuan uang masa depan yang diyakini ketentuan peningkatan nilai uang oleh kuasa Allah SWT. Investasi syariah memiliki tiga jenis, yaitu non efek, instrument efek, dan instrumen sosial.Â
Pada instrument sosial, terdapat ZISWAF dengan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), yakni instrument pada investasi wakaf berupa uang pada sukuk negara yang dikelola oleh badan negara berkaitan, dan disalurkan kepada pembiayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi umat. Sehingga, masyarakat dapat melakukan wakaf melalui instrumen ini.
Melalui Festival Ekonomi Syariah (FESyar), Bank Indonesia memperkenalkan literasi keuangan syariah berupa pengelolaan ZISWAF yang kini mengikuti perkembangan jaman.Â
Diperkenalkan oleh perdana menteri Jepang bahwa sudah muncul revolusi terbaru yang menyangkut nilai kemanusiaan, dinamakan dengan era society 5.0. Kondisi saat ini, melalui informasi direktorat pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, dan Kementrian Agama Republik Indonesia, penggunaannya meliputi pesantren, sekolah, makam, mushollah, sosial lainnya, dan persentase terbesar yaitu masjid.
Aset wakaf berupa tanah dan bangunan dinilai kurang produktif, namun dilihat dari potensi wakaf oleh benda tidak bergerak dan benda bergerak, hal ini dapat menjadi aset produktif. Sesuai dengan hukum UU No. 41 Tahun 2004 Pasal 6, maka pengelolaan aset produktif akan disalurkan kepada penerima manfaat wakaf.
Jika melihat skema CWLS, mulai dari WAKIF yang mencakup wakaf uang temporer dan perpetual, dana tersebut mengarah pada mitra nazhir sebagai pengumpulan dana oleh LKS PWU dan NON LKS PWU, lalu kontrak MoU dikelola dan dikembangkan baik skala nasional maupun internasional oleh nazhir BWI, kemudian pengembalian SBSN kepada Kemenkeu, yang pada akhirnya digunakan dalam pembiayaan proyek layanan umum masyarakat.Â
Kemenkeu juga melakukan pelunasan sukuk dan pembayaran kupon kepada BWI dan melakukan distribusi kupon sesuai MoU, dan pengembalian dana wakaf kepada mitra nazhir yang nantinya disalurkan kepada proyek aset wakaf ataupun kegiatan sosial.
Yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan wakaf produktif adalah, validasi data aset bergerak dan tetap, peningkatan fundraising wakaf uang, sertifikasi tanah wakaf serta penyelesaian sengketanya, pemanfaatan aset produktif, dan kapasistas dan tanggung jawab nazhir wakaf.