Komandan Pasukan Pengawal Presiden Jenderal Omar Tchiani, dengan dukungan militer, mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Mohamed Bazoum, Kamis (27/7/2023). Dikutip dari Reuters, pengumuman kudeta disampaikan oleh sekelompok tentara militer Niger yang dipimpin oleh Kolonel Amadou Abdramane dan secara terang-terangan diumumkan di TV nasional.
Pengumuman itu diumumkan sejam setelah penahan Presiden di dalam istana kepresidenan pada Rabu pagi (26/7/2023). Kolonel Amadou Abdramane sendir menyatakan bahwa militer telah mencabut kekuasaan atas presiden Bazoum dan Nigeria berada dalam tanggung jawab militer.
Kolonel Mayor Abdramane mengatakan bahwa para tentara itu bertindak atas nama Dewan Nasional untuk Perlindungan Tanah Air (CNSP). Abdramane mengatakan bahwa perbatasan Niger ditutup, jam malam nasional diberlakukan mulai pukul 05.00 sampai pukul 22.00 waktu setempat, semua institusi republik ditangguhkan, dan perbatasan darat dan udara ditutup sampai situasi stabil.
Abdramane menolak segala bentuk intervensi oleh pihak asing terhadap penggulingan pemerintahan ini. Ia mengatakan tidak ada yang boleh coba-coba melawan tekad teguh mereka dalam mempertahankan tanah airnya.
Pemilihan Bazoum merupakan transisi kekuasaan demokratis pertama di negara yang telah mengalami empat kali kudeta militer sejak kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 1960. Pemerintahannya baru berjalan dua tahun setelah Bazoum terpilih sebaga presiden melalui pemungutan suara pada 2021.
Sementara pengambilalihan kekuasaan terbaru menandai kudeta ketujuh yang menghantam wilayah Afrika Barat dan Tengah sejak 2020. Sebelumnya, upaya kudeta di Niger sempat terjadi pada Maret 2021. Kala itu, unit militer berupaya merebut Istana Kepresidenan hanya beberapa hari sebelum Bazoum yang baru saja terpilih melalui pemilu akan dilantik.
Kudeta militer ini telah memicu kekhawatiran yang meningkat dan dianggap sebagai "kemunduran serius" bagi Afrika. Uni Afrika dan Economic Community of West African States (ECOWAS) juga mengecam penahanan Bazoum dan menegaskan bahwa mereka akan melawan segala upaya untuk menggulingkan Presiden Nigeria.
Dilansir dari Al Jazeera, Senin (31/7), ECOWAS berencana menekan militer Nigeria dengan menetapkan berbagai sanksi seperti memutus kegiatan perbankan dan keuangan hingga menutup perbatasan. Bahkan, mereka tidak segan melakukan tindakan lebih lanjut termasuk intervensi militer guna memulihkan tatanan konstitusional.
Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat mengatakan dia telah berbicara pada Kamis 27 Juli 2023 dengan Bazoum dan presiden yang digulingkan itu dalam kondisi "baik-baik saja".
Kudeta militer Niger dikecam oleh hampir seluruh negara tetangga dan mitra-mitra internasionalnya, dengan menolak mengakui pemimpin baru dan menuntut Bazoum dikembalikan ketampuk kekuasaan. Uni Eropa, Prancis dan negara-negara lain menyatakan masih mengakui Bozoum sebagai presiden resmi Niger.
Sedangkan respon AS saat ini adalah dengan menghentikan semua bantuan. Dilansir dari BBC, Jumat (28/7), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken prihatin atas situasi kudeta yang berdampak terhadap warga sipil di Nigeria. Ia pun menyerukan agar Bazoum "dibebaskan dengan segera."
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Washington mengutuk setiap upaya untuk merebut kekuasaan dengan paksa, memperingatkan pengambilalihan militer dapat menyebabkan AS menghentikan keamanan dan kerjasama lainnya dengan Nigeria. Jika AS menghentikan kerjasamanya maka akan membahayakan kemitraan keamanan dan non-keamanan yang ada.
AS mengatakan bahwa mereka telah menghabiskan sekitar US$500 juta sejak tahun 2012 untuk membantu Niger meningkatkan keamanannya. Jerman mengumumkan pada bulan April bahwa mereka akan mengambil bagian dalam misi militer Eropa selama tiga tahun yang bertujuan untuk meningkatkan militer negara tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres turut mengecam "perubahan inkonstitusional dalam pemerintahan" di Niger. Pihaknya mengaku "sangat terganggu" atas penahanan Bazoum oleh pasukan pengawal presiden (Paspampres).
Dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (27/7/2023), Guterres mengutuk "sekeras-kerasnya segala upaya untuk merebut kekuasaan dengan kekerasan dan merusak pemerintahan yang demokratis, perdamaian dan stabilitas," kata juru bicara Stephane Dujarric.
Guterres meminta "semua aktor yang terlibat agar menahan diri dan memastikan perlindungan tatanan konstitusional," imbuhnya.
Perlu diketahui, Niger sebenarnya salah satu negara dunia yang paling tidak stabil. Negeri itu mengalami empat kudeta sejak merdeka dari Prancis pada 1960 serta berbagai upaya perebutan kekuasaan lainnya.
"Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata  kuliah Aktor Non Negara (Non State Actor) dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H