Setiap orang diberikan talenta yang berbeda dalam menghadapi masalah atau menyelesaikan. Kadangkala melihat orang lain dengan kelebihannya membuat iri di hati. Kekesalan yang melanda diluapkan kepada Yang di Atas. Banyak pertanyaan yang perlu jawaban segera, tetapi tidak ada yang memuaskan. Kenapa aku begini? Mengapa dia bisa begitu? Terus saja tidak terpuaskan.
Bertambahnya umur seseorang belajar untuk lebih bersabar, mulai memilah apa yang sesuai dengan diri sendiri. Belajar bersabar menghadapi persoalan hidup. Walaupun demikian belum tentu seseorang yang berumur lebih tua lebih sabar menghadapi persoalan yang ada.Â
Bisa jadi yang berumur lebih muda bisa lebih sabar. Jadi tidak dilihat dari umur kalau soal kesabaran itu. Cuma untuk yang lebih berumur lebih mengetahui bagaimana persoalan yang ada bisa diselesaikan.
Kadang kita perlu memakai "sepatu" orang lain untuk merasakan apa yang sedang dialami oleh yang bersangkutan. Kalau dilihat secara langsung kayaknya hidupnya senang tidak ada persoalan yang dialami. Nah yang seperti ini sesekali kita mencoba "sepatu" itu. Ternyata penampilan dengan kenyataan kadang berbeda. Ada nasehat yang sampai sekarang masih menjadi pegangan di hidupku. Nasehat dari Ibunda, yang mengatakan
Baca juga: Hipertensi dan Emosi Pada Kehamilan Wanita
"Kalau lagi susah tuh jangan dikasih lihat!
Biasa saja enggak usah kasih muka memelas, tersenyum saja."Â
"Yaa ..., Bunda." jawaban paling cepat dilontarkan. Dalam kenyataannya lebih susah mempraktekkannya.
Di dalam pergaulan juga begitu, harus tetap tersenyum jangan perlihatkan wajah susah, entar dikira mau minta uang hehehe ... padahal kenyataannya begitu. Lol.
Kalau bertemu sahabat yang saling mengerti tidak usah diperlihatkan, sahabat itu sudah mengerti apa yang sedang terjadi di dalam hidup kita. Punya Sahabat seperti itu?
Paling suka kalau sedang berkumpul ada yang mau mendengarkan ocehan kita, segala curahan hati dikeluarkan secara bergantian dengan syarat masalah yang diumbar tidak keluar dari obrolan grup.
Sudah beberapa hari mengingat kata Nunchi terus di kepala. Ternyata aku termasuk yang bisa mendengarkan seseorang bercerita. Rasanya gimana gitu. Kadangkala momen yang diceritakan bisa menjadi sebuah film yang berputar di pikiran. Percaya enggak percaya. Begitulah aku hehehe.Â
Bener enggak teman "AMIN"ku? Kebiasaan ngikutin yang berjiwa remaja, banyak singkatan yang dipakai. Jadilah Huruf awal nama sahabat akrab disingkat.
Kadang kalau lagi ngumpul membahas yang sedih-sedih bisa saling bertangisan. Saling menguatkan. Memberi nasehat. Biasanya sebagai sahabat yang dituakan memberi nasehat apa yang harus dilakukan. Kadang diterima kadang juga tidak. Karena setiap pribadi sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Â
Ajang pertemuan bersama sahabat hanya untuk mengeluarkan 20 ribu kata supaya yang ada dihati dibersihkan. Inilah perlunya bertemu sahabat yang bisa dipercayai. Apalagi di masa pandemi ini enggak bisa ketemu langsung masih bisa curhat via zoom, keluarkan unek-unek yang sekarang bertambah banyak.Â
Sebagai seorang penulis rasanya semua momen pertemuan yang penuh cerita pengen dibuat naskah untuk cerita pendek. Dijadikan buku seru juga, sayang belum terlaksana.
Ah jadi kepikiran. Buat enggak ya?
Sebagai perempuan dengan emosi yang banyak perlu sesekali ambil waktu untuk menyenangkan diri. Salah satunya berkumpul dengan sahabat. Berbicara dengan yang "di rumah" dengan sahabat perempuan itu berbeda. Masalah  yang dibicarakan kadang langsung diselesaikan dengan jawaban. Padahal kadang hanya perlu duduk diam mendengarkan ocehan. Yah ... memang sudah dari Tuhan diciptakan berbeda, enggak usah dilawan hehehe.
Jadi keingat waktu momen sehabis melahirkan. Rasanya bagaimana gitu!Â
Kadang ada sindiran yang tidak menyenangkan. "Anak Tuhan kok banyak mengeluh!"
Sedih sih dengarnya. Jadi kalau mengeluh bukan anak Tuhan ya?
Eh jadi curhat ... lebay hahaha
Begitulah perjalanan hidup. Berterima kasih untuk teman-teman yang menolong menguatkan hati di masa kelam.
Ternyata tidak mudah memang seseorang yang mempunyai Nunchi. Rasanya bidang yang lebih mendekati Nunchi kebanyakan yang kerjanya sebagai Psikolog atau Psikiater.
Nasehat dari temanku yang suka kasih konseling, "Menguras tenaga, Drey! Emosi kita jadi tersedot. Terbawa dengan emosi yang sedang konseling dengan kita. Dia menangis kita juga menangis. Padahal yang punya masalahkan yang konseling bukan konselornya." Benar juga kalau dipikirkan.
Melakukan sesuatu harus posisikan diri kita sebagai orang lain yang akan ditolong. Jadi kita tahu bagaimana perasaan mereka. Tindakan apa yang akan kita lakukan supaya teman atau yang bersangkutan merasa lebih baik.
Selagi kita masih bernafas, banyak kasih yang harus kita bagi untuk teman atau sahabat yang sedang bersedih.
Semoga selalu semangat.
Love, Audy
ceritadiri.com
Reff:
cnnindonesia
NunchiÂ
Adalah seni menyelami pikiran dan perasaan orang lain untuk membangun kepercayaan, harmoni dan koneksi, yang berasal dari Korea.Â
Secara bahasa, kata nunchi memiliki arti mengukur dengan mata.Â
Kunci mempraktikkan nunchi adalah lebih banyak mendengar dan mengobservasi daripada berbicara. Nunchi menggunakan mata dan telinga untuk mendengar orang lain, bukan menonjolkan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H