Bener enggak teman "AMIN"ku? Kebiasaan ngikutin yang berjiwa remaja, banyak singkatan yang dipakai. Jadilah Huruf awal nama sahabat akrab disingkat.
Kadang kalau lagi ngumpul membahas yang sedih-sedih bisa saling bertangisan. Saling menguatkan. Memberi nasehat. Biasanya sebagai sahabat yang dituakan memberi nasehat apa yang harus dilakukan. Kadang diterima kadang juga tidak. Karena setiap pribadi sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Â
Ajang pertemuan bersama sahabat hanya untuk mengeluarkan 20 ribu kata supaya yang ada dihati dibersihkan. Inilah perlunya bertemu sahabat yang bisa dipercayai. Apalagi di masa pandemi ini enggak bisa ketemu langsung masih bisa curhat via zoom, keluarkan unek-unek yang sekarang bertambah banyak.Â
Sebagai seorang penulis rasanya semua momen pertemuan yang penuh cerita pengen dibuat naskah untuk cerita pendek. Dijadikan buku seru juga, sayang belum terlaksana.
Ah jadi kepikiran. Buat enggak ya?
Sebagai perempuan dengan emosi yang banyak perlu sesekali ambil waktu untuk menyenangkan diri. Salah satunya berkumpul dengan sahabat. Berbicara dengan yang "di rumah" dengan sahabat perempuan itu berbeda. Masalah  yang dibicarakan kadang langsung diselesaikan dengan jawaban. Padahal kadang hanya perlu duduk diam mendengarkan ocehan. Yah ... memang sudah dari Tuhan diciptakan berbeda, enggak usah dilawan hehehe.
Jadi keingat waktu momen sehabis melahirkan. Rasanya bagaimana gitu!Â
Kadang ada sindiran yang tidak menyenangkan. "Anak Tuhan kok banyak mengeluh!"
Sedih sih dengarnya. Jadi kalau mengeluh bukan anak Tuhan ya?
Eh jadi curhat ... lebay hahaha
Begitulah perjalanan hidup. Berterima kasih untuk teman-teman yang menolong menguatkan hati di masa kelam.
Ternyata tidak mudah memang seseorang yang mempunyai Nunchi. Rasanya bidang yang lebih mendekati Nunchi kebanyakan yang kerjanya sebagai Psikolog atau Psikiater.
Nasehat dari temanku yang suka kasih konseling, "Menguras tenaga, Drey! Emosi kita jadi tersedot. Terbawa dengan emosi yang sedang konseling dengan kita. Dia menangis kita juga menangis. Padahal yang punya masalahkan yang konseling bukan konselornya." Benar juga kalau dipikirkan.