Mohon tunggu...
Audrey Pasha
Audrey Pasha Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Hobi: menulis, travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi Hitam

9 Oktober 2023   14:51 Diperbarui: 23 Oktober 2023   11:10 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak sampai disitu saja. Aku mendapatkan tamparan keras dari ibu tiriku. Bibirku berdarah, pipiku lebam. Aku berusaha berlari, namun wanita jahat itu menangkapku dengan mudah. Ia kembali menghajarku, mengambil sebuah sapu, lalu memukulku tanpa ampun.

Sang pria diam, tidak berusaha memberiku pertolongan, tidak pula berusaha menghentikan kekejaman wanitanya yang kerasukan iblis. Aku berteriak memanggil mendiang ibuku, berharap ia hadir memberiku pertolongan. Pandanganku gelap, aku kembali terjatuh di lantai, setelah kepalaku membentur kaki meja yang terbuat dari akar kayu. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi kemudian sampai aku membuka mataku kembali, saat matahari mengintip dari celah jendela kamarku.

Ibu tiri mengancamku agar tidak menceritakan kejadian malam itu kepada ayahku. Ia mengancam akan menghabisi nyawaku dengan racun jika aku menolak perintahnya. Saat itu aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak ingin mati sia-sia karena aku tahu, kematianku hanya akan membuat wanita jahat itu merasa senang.

Ibu tiriku terus mengulangi pengkhianatannya. Ia bahkan sering berganti pasangan, seperti layaknya wanita nakal yang menjajakan diri demi uang. Aku tahu bukan uang yang diinginkan ibuku, melainkan kepuasan, kesenangan duniawi, yang mungkin disebabkan rasa kesepian akibat ayahku yang sering meninggalkannya untuk bekerja dalam waktu yang lama.

Suatu malam ibu tiriku dalam keadaan mabuk. Ia masuk ke dalam kamarku lalu menarikku keluar. Ia menyuruhku menyaksikan perbuatan gilanya bersama kekasih gelapnya. Setelah selesai, ia akan menghajarku. Ia memukul wajahku, menarik tubuhku, dan membenturkannya ke tembok. Ia memakiku, menyebutku sebagai gadis pembawa sial. Dan setelah puas menyiksaku, ibu tiriku akan meninggalkanku di lantai. Ia berjalan ke kamar bersama kekasihnya yang tidak tahu malu untuk melanjutkan aksi bejatnya.

Kejadian itu berlangsung terus menerus. Aku tersiksa dan rasanya ingin menyusul ibuku ke alam keabadian. Seringkali aku bertanya pada diriku sendiri. Untuk apa aku dilahirkan di muka bumi ini jika hanya untuk mendapatkan ketidakadilan. Demi apa ibuku bersusah payah mengandung perempuan sepertiku, yang setiap kali dilanda kesedihan, penderitaan, juga rasa sakit hati yang tak berkesudahan. Aku bukan gadis pembawa sial seperti yang dituduhkan wanita itu karena sesungguhnya akulah gadis yang mendapatkan kesialan karena kehadirannya.

Pengasuhku yang terus mendampingiku sekalipun aku sudah beranjak remaja, yang selama ini menjadi tempatku mencurahkan isi hatiku, lebih banyak diam. Ia hanya menyarankanku untuk menutup mulut, demi keselamatanku, juga demi masa depanku. Ia berkata, akan tiba saatnya bagiku membalas kekejaman ibu tiriku, membuka pikiran ayahku mengenai kenyataan pahit yang terjadi tanpa sepengetahuannya selama ini.

Menginjak usia tujuh belas tahun, aku mulai menikmati kebebasan. Ibu tiriku yang tidak pernah memperhatikanku, tentu saja tidak peduli saat teman-teman mengajakku menikmati dunia malam yang gemerlap. Aku pergi ke sebuah club malam, menghabiskan waktu dengan bersendau gurau, sambil sesekali mencicipi wine. Dan di tempat itulah aku bertemu dengan Kenzo, pria tampan yang memperlakukan aku seperti seorang ratu.

Setelah lulus dari bangku SMA, aku memutuskan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah. Aku berhasil masuk ke universitas favorit di Amerika dengan jalur bea siswa. Ayahku sangat bangga dengan keberhasilanku dan ia justru memberikan pujian pada ibu tiriku yang dianggap mampu mendidikku dengan baik. Ayahku memberikan sebuah mobil mewah untuk ibu tiriku sebagai hadian dan hal itu membuat ambisiku untuk menghancurkan wanita penyihir itu semakin meningkat.

Aku sengaja mengambil kuliah di tempat yang sangat jauh dari negara asalku. Alasan utama adalah untuk menjauh dari ibu tiriku yang jahat. Alasan berikutnya adalah untuk mempersiapkan masa depanku. Aku mempunyai misi untuk membalas kekejaman ibu tiriku, membongkar aibnya di hadapan ayahku, bahkan jika bisa, aku ingin mengusirnya dari kehidupan kami. Aku ingin melihatnya hidup sengsara seperti budak kelaparan yang disiksa majikannya.

Hubunganku dengan Kenzo berjalan dengan lancar. Sesekali ia mengunjungiku di negeri Paman Sam. Kenzo memilih untuk kuliah di Indonesia sembari menjalankan bisnis ayahnya di bidang tekstil. Kenzo pria yang sangat baik. Bahkan menginjak ketiga tahun hubungan kami, Kenzo sudah melamarku. Ia ingin menikahiku dan tentu saja aku merasa bahagia dengan lamarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun