Mohon tunggu...
Audi Choiron
Audi Choiron Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa arsitektur sekaligus seniman digital. Tapi sekarang nyoba nulis dan buat konten di youtube yang bermanfaat buat banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bagaikan Anak Elang

24 Desember 2016   23:12 Diperbarui: 24 Desember 2016   23:34 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sempat aku membuat keputusan. Guru bahasa inggris sudah datang.  Teman-teman dengan sigap ketempat duduknya masing-masing. Beliau duduk, lalu membuka  mapnya dan mengeluarkan sebendel kertas. “Hari ini ujian kejutan ya anak-anak!” serunya. Rupanya ujian kejutan tak begitu mengejutkan, setidaknya bagi sebagian besar temanku. “Alright then, 90 menit dari sekarang!” seru guruku tepat setelah kertas soal dibagikan.

Aku berdoa dalam hati, semoga kali ini berjalan lancar. Kufokuskan pikiran, dan kubaca soal pertama. Deng! Soal ini belum aku pelajari. Nggak apa-apa, soal berikutnya pasti bisa! Sial, sama susahnya. Tak terasa waktu terus berjalan. Waktu seakan mengejar ingin mencekikku. Bulir-bulir keringat membasahi kulitku. Otakku kosong, kulihat sekeliling, temanku sibuk sendiri mengeluarkan jurus-jurus pamungkas mereka. Sementara di meja guru, bukannya murid, justru laptoplah yang sedang asyik dipandangi.

Jiwaku bergolak. Antara sisi malaikat, dan sisi kebinatangan, mereka bertempur demi menentukan hal yang selanjutnya aku lakukan.  Aku tetap pada pendirianku, tapi aku akan tertinggal satu langkah lagi karena nilai yang tak mungkin baik. Di sisi lain, aku bisa memastikan nilai, tetapi dengan cara yang tidak aku inginkan. Oh, kenapa harus serumit ini. Sial sial sial! Apa yang harus aku lakukan?! Tak terasa mataku berkaca-kaca. Kulirik lagi teman-temanku, mereka ada dalam dunia mereka sendiri. Lebih jauh kebelakang kutelusuri kelas, kulihat dia, Risa mengerjakan dengan santai. Sekali-sekali dia tampak berfikir, terkadang dia melihat langit-langit kelas, mungkin mencoba mengingat-ingat. Dia selalu seperti itu. Aku juga harus seperti itu, kucoba kembali menghadap lembaran keji ini.

Aku tak tahu bagaimana otakku melakukan itu. Beberapa menit selanjutnya terasa bagai di negeri Urashima Taro. Waktu begitu cepat. “Okay, the time is up! Please submit your paper now!” Ujar sang guru dalam bahasa inggris. Sial, masih ada beberapa soal yang belum aku kerjakan. Aku juga tak yakin jawaban yang lain 100% benar. I hope I can do this.

Alright, let’s correct the answer! You, please dispense the paper to your friends!”  Umum guru itu, yang kemudian menyuruhku membagikan kertas jawaban pada teman sekelasku. Aku bangkit dan mulai membagikan. Kulihat beberapa temanku cengengas-cengenges usil. Akhirnya semua selesai kubagikan, kusimpan 1 lembar untuk diriku sendiri mengoreksi. Ditandai dengan kunci jawaban yang ditulis guruku, waktu pengoreksian pun dimulai.

 “Baik, saya absen lalu nanti kalian sebutkan nilainya ya!” Perintah guruku. “Iya bu!” Jawab teman-temanku. Kutarik nafas sekali lagi. Ya, harusnya aku tahu kalau akan jadi begini. Sekali lagi aku tertinggal. Tidak, lebih tepatnya terjatuh, sementara yang lain tetap berjalan. Mungkin kalau aku menyontek aku tidak akan seperti ini. Aku tidak perlu bingung memikirkan nilai jeblok, remidi, dan segala macamnya. Bodoh! Lagipula yang dilihat juga hasil jadinya. Seharusnya aku lebih pintar. Tiba-tiba aku dapat colekan di bahu dari teman belakangku. “Woi, namamu dipanggil tuh, bengong aja!” katanya. Kulihat ke meja guru, guruku melihatku dengan wajah masam. “20 bu!” kuteriakkan nilaiku.  Siaaaaaal! “Haduuh, kamu ini, sudah nggak konsentrasi, nilai juga nggak memadai buat lulus KKM. Padahal temanmu yang lain paling jelek dapat nilai 70!” komentarnya. Rahangku mengeras. “Iya ibu.” Jawabku singkat. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Aaargh!

Sang guru meninggalkan kelas. Aku masih merenung menatap 2 digit angka ini. Kutarik nafas panjang sekali lagi. Entah kenapa aku merasa tertekan. Seakan-akan ada yang sedang menekan dadaku, sedangkan aku membawa karung berisi batu berat. “Nggak apa-apa, jalan masih panjang.” Lagi-lagi kutarik nafas panjang.

Kulihat jam tangan di pergelangan tanganku. Waktu menunjukkan pukul 12 lebih 10 menit, berarti jam istirahat kedua sudah dimulai. Mungkin ini saat yang cocok untuk menenangkan diri…lagi. Mungkin sedikit udara di luar kelas akan membantu. Tapi tepat sesaat setelah keluar dari ambang pintu kelas.

“Ciee cieee yang dapet bagus.” Goda mereka. Apa ini? Risa duduk dibangku di luar kelas, dikelilingi beberapa ‘temanku’. “Udah ngaku aja, dapet krepekan kan?” goda mereka lagi. “Enggak! Aku nggak nyontek sedikitpun! Kalian tuh yang curang!” Bantahnya dengan nada tinggi. Dia biasanya tak seperti ini. Tetapi ya, dia paling benci jika dituduh, apalagi dituduh curang. “Hih ngamuuuuk! Hahahaha.” Ejek mereka sambil tertawa. Setetes air mata membasahi pipinya. “Gak usah bantah deh, wong dia kok yang ngasih tau.” Kata mereka sambil menunjukku. Apa? Aku memangnya berbuat apa?

Risa menoleh padaku. Aku tak tahan melihat ekspresi wajahnya. “Kamu kenapa sih?! Masalahmu apa?!” bentaknya. Aku bingung. “Aku nggak tahu. Aku nggak ikutan kok. Dengerin dulu dong!” ujarku bingung demi membela diri. “Diem! Padahal aku kira kamu orang baik.” Ujarnya sambil berlalu. Aku tak tahu apa yang baru saja terjadi. Baru semenit berlalu dan aku sudah terperosok dalam. “Oooooohhh. Marahan nieeee! Hahahaha.” Ejek mereka. Sial! Kupandang mereka, seakan ada bara api di mataku.

Aku mual. Aku mual karena semua emosi yang bercampur aduk. Sedih, tak berdaya, dan amarah. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tak tahu apa yang terjadi. Tetapi ada satu yang kutahu. Aku tahu bahwa tak ada lagi alasan bagiku untuk tetap diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun