Namun, betapa mengecewakan ketika setelah berusaha kunetralisirkan, lama-kelamaan rasa itu semakin menjadi-jadi. Namun, sebagai perempuan timur, lagi-lagi logikaku berkalang perasaan. Aku dituntun untuk mengebiri rasaku padamu demi mempertahankan reputasi kita di kantor ini. Sakit memang, ketika aku diharuskan untuk meninggikan logikaku dan berusaha mengkaramkan perasaanku padamu sedalam Titanic. Kau tak pernah tahu, bukan? Ya... Mungkin sebaiknya memang kau tak perlu tahu tentang perasaanku sekarang. Karena aku perempuan timur yang masih sangat konvensional.
Te amo, Dear! Aku merasakan cinta disekujur tubuh ini. Aku tak ingin kau tersakiti. Aku pun merasakan perihnya jika kau terkuliti. Namun, sumringahku ketika kulihat ada rekan kita yang membodohi dirinya hanya untuk menentang kebijakanmu. Dan kau, tetap saja berjalan di atas poros keidealisan dirimu sendiri.
*
I never let go. I will give my shoulders for you, Dear. Let me love you by myself, eventhough i know, it will hurts me, because you don't love me yet. Maybe, this is the way to show to you that i really wanna be with you. Or maybe, i will beside you until you love yourself, Dear. And after all, i will go from you, if you ask me, and surely I know it will hurts me.
*
Aku tak mampu mengungkapkan rasaku padamu, sebab aku takut akan merusak persahabatan kita. Meniadakan cinta ini,tak mungkin kulakukan. Sebab, 'Amor Platonic' ni begitu kuat menyerangku. Ada yang pernah berkata bahwa cinta itu ketulusan memberi, walaupun tak mampu juga menampik bahwa mengharapkan apresiasi. Namun, bukan berarti harus kugunakan teori aktualisasi Maslow demi mengungkap realitas bahwa aku mencintaimu, bukan?
Ya... baiknya aku tetap diam dan menikmati cintaku sendiri.
-TAMAT-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H