Mohon tunggu...
Auckland Amozaic
Auckland Amozaic Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Gangster dan Perguruan Silat di Surabaya

26 Desember 2024   09:24 Diperbarui: 26 Desember 2024   09:24 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saya punya pengalaman tentang ini, di lingkungan saya, ada beberapa teman saya yang mengikuti perguruan silat. Memang teman saya satu ini justru menjadi contoh baik bagi perguruan silat ini. Teman saya yang sudah mempunyai gelar di perguruannya, tetapi selalu rendah hati dan tidak menyombongkan akan gelar itu. Dia juga tidak merasa superior akan gelarnya sendiri, dan selalu membantu teman-temannya tanpa membawa nama dari perguruan silatnya. Entah dia yang hatinya baik atau memang itu yang diajarkan di perguruannya, terlepas dari itu dialah yang memberikan saya pandangan bahwa nama perguruan-perguruan silat yang sudah tidak bagus lagi di mata orang-orang Surabaya, ternyata tidak seburuk itu. Masih ada juga yang memang mengamalkan nilai-nilai kesenian, keindahan, dan keluhuran dari silat-silat yang dipelajarinya. Masih ada juga yang memanfaatkan ilmunya untuk kebaikan dengan membantu yang dirasa perlu dibantu. Masih ada juga yang benar-benar bijak dalam menggunakan ilmu-ilmu yang dipelajarinya.

Menurut saya, jika ditanya tentang solusi akan hal ini, tentunya akan sangat susah dan tidak semudah itu untuk menemukannya. Terlalu banyak faktor yang bisa menjadikan anak gampang terpengaruh dan mengikuti hal-hal yang seharusnya tidak diikuti. Terlalu banyak faktor juga yang membuat oknum-oknum perguruan silat merasa perguruannya lah yang paling superior dan menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang tidak seharusnya.

Yang saya rasa paling masuk akal dan rasional untuk dilakukan adalah dengan mengedukasi orang tua sebelum mereka menjadi orang tua. Mereka harus tau bahwa seringkali anak menjadi rebel dan tidak penurut karena perlakuan orang tuanya yang salah. Seringkali juga anak merasa lebih diterima di lingkungan luar karena tidak diterima dan tidak diapresiasi di lingkungan rumahnya. Mungkin menurut saya, akar dari permasalahan ini adalah orang tua-orang tua yang tidak atau belum siap menjadi orang tua, tetapi terpaksa untuk menjadi orang tua. Sehingga yang menjadi korban adalah anak-anaknya atau bahkan orang lain sekalipun.

Mungkin sudah saatnya untuk mengedukasi anak-anak muda bahwa menjadi orang tua tidak hanya memberi makan dan membesarkan anaknya. Ada tanggung jawab yang besar di dalamnya sehingga menjadi apa anak kita kedepannya bergantung pada benar atau salah kita dalam mendidiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun