Mohon tunggu...
Aubrey Charissa Bhrawardhana
Aubrey Charissa Bhrawardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

A hobbyist writer with great many interests.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Emigrasi Javaanse Surinamers: Dua Mantan Koloni dari Sudut Pandang Belanda

16 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 16 Juni 2022   20:47 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Liputan kedatangan kaum Javaanse Surinamers di Schipol via Het Vrije Volk (sumber: https://delpher.nl)

Javaanse Surinamers, sesuai dengan namanya, adalah kelompok diaspora Jawa di Suriname. Beberapa di antaranya masih tinggal di negara daerah Amerika Selatan itu hingga sekarang, tetapi sebagian besar dapat kita temukan di negara tulip dan kincir angin⁠—tidak lain dan tidak bukan⁠—Belanda

Lho, bagaimana bisa ada orang Jawa di Suriname? Jika sudah tinggal di sana, mengapa mereka pindah ke Belanda yang notabene adalah mantan penjajah bagi baik Indonesia maupun Suriname? Bagaimana reaksi Belanda? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kita dapat menggeledah surat kabar Belanda yang meliput kaum Javaanse Surinamers, terutama pada tahun 1975. 

Asal-usul Javaanse Surinamers

Eksistensi Javaanse Surinamers di Belanda berawal pada tahun 1890-1939, saat pemerintah kolonial Belanda memindahkan hampir 33 ribu penduduk Jawa ke Suriname untuk menjadi tenaga kerja kontrak di perkebunan. Setelah kontrak mereka berakhir, sebanyak 76,7% menetap di Suriname karena ditawarkan kepemilikan tanah oleh pemerintah kolonial.

Kekhawatiran Menjadi Akar Perpindahan Massal

Surat kabar Belanda bernama NRC Handelsblad memberitakan pada awal tahun 1975 bahwa terdapat kerusuhan dalam demonstrasi yang menentang rencana kemerdekaan Suriname. Kondisi Suriname memang dapat dibilang kurang stabil untuk merdeka pada saat itu.

Kurangnya kesejahteraan membuat Javaanse Surinamers khawatir mereka akan menjadi korban pembantaian yang disebabkan oleh peningkatan ketegangan rasial Suriname. Pada Maret 1975, surat kabar De Volkskrant melaporkan bahwa kaum ini bahkan mengirim delegasi untuk mewanti-wanti pemerintah Belanda dan Ratu Juliana sebagai ratu Belanda saat itu atas masalah tersebut. 

Surat kabar mengenai delegasi kaum Javaanse Surinamers via De Volkskrant (sumber: https://www.delpher.nl)
Surat kabar mengenai delegasi kaum Javaanse Surinamers via De Volkskrant (sumber: https://www.delpher.nl)

Lantas, apa yang dilakukan kaum Javaanse Surinamers?

Menurut Het Parool bulan Agustus 1975, seorang politikus Suriname berdarah Jawa bernama Somohardjo mengancam akan mengemigrasikan ribuan Javaanse Surinamers ke Belanda menggunakan kapal demi menjamin kesejahteraan mereka. Selain masalah kesejahteraan sosial, Somohardjo juga berulang kali menyatakan pendapat bahwa Javaanse Surinamers tidak memiliki harapan di Suriname pascakemerdekaan karena mereka hidup dengan sangat miskin.

Namun begitu, tidak semua orang setuju dengan rencana emigrasi. Membantah anggapan bahwa Belanda rendah konflik etnis dan menyediakan fasilitas jaminan sosial, Het Vrije Volk pada September 1975 menyatakan bahwa beberapa orang Javaanse Surinamers justru menyorot kerasnya kehidupan di Belanda dan konflik di antara komunitas Belanda dan Suriname yang makin meningkat. Mereka juga berharap orang Jawa akan tetap tinggal di Suriname.

Pelaksanaan Emigrasi

Surat kabar Algemeen Dagblad memberitakan pada 3 November 1975 bahwa sebanyak 7.000 orang Javaanse Surinamers melaksanakan ancaman untuk beremigrasi ke Belanda secara massal. Pada awal November, tiga pesawat dengan total 600 Javaanse Surinamers tiba di bandara Schiphol untuk mengamankan kewarganegaraan Belanda.

Pada hari yang sama, Het Vrije Volk juga meliput sebanyak 400 Javaanse Surinamers diterbangkan ke Belanda dengan KLM Jumbo Jet dan bahwa mereka meninggalkan segalanya di Suriname dengan rata-rata emigran membawa hanya 20 kilo bagasi. Javaanse Surinamers benar-benar mengantisipasikan yang terburuk pada 25 November 1975⁠—tanggal kemerdekaan Suriname.

Liputan kedatangan kaum Javaanse Surinamers di Schipol via Het Vrije Volk (sumber: https://delpher.nl)
Liputan kedatangan kaum Javaanse Surinamers di Schipol via Het Vrije Volk (sumber: https://delpher.nl)

Respons Belanda

Dilansir dari NRC Handelsblad yang terbit 17 November 1975, Belanda menyatakan kesiapan untuk menyelidiki jika Javaanse Surinamers yang beremigrasi sebelum 25 November boleh bepergian dengan bukti kewarganegaraan Belanda selain paspor. Hal ini karena Belanda masih bertanggung jawab atas penerbitan paspor untuk warga negaranya di Suriname, tetapi khawatir atas jumlah permintaan paspor yang terlalu besar dalam waktu yang terlalu singkat.

Surat kabar yang sama melaporkan dua hari kemudian bahwa Belanda memperbolehkan emigran Javaanse Surinamers untuk masuk ke Belanda dengan dokumen identitas tanpa paspor. Hal ini mempermudah kaum Javaanse Surinamers karena mereka masih bisa beremigrasi dalam waktu yang relatif mendadak.

Dalam surat kabar Belanda, fenomena sosial emigrasi Javaanse Surinamers ini cukup banyak disorot meski tidak berada di halaman utama. Namun begitu, fenomena ini terjadi sebelum kemerdekaan Suriname, yang berarti Suriname masih menjadi bagian dari Belanda. Begitu juga dengan kaum Javaanse Surinamers. Meski Indonesia sudah terbebas dari pemerintahan kolonial pada tahun 1945, kaum Javaanse Surinamers tinggal di Suriname, dan karenanya masih menjadi ‘urusan’ Belanda.

Kedatangan kaum Jawa di Paramaribo via Tropen Museum (sumber: https://www.tropenmuseum.nl)
Kedatangan kaum Jawa di Paramaribo via Tropen Museum (sumber: https://www.tropenmuseum.nl)

Referensi:

Hoefte, R. (2008, June 8). The Javanese of Suriname. Inside Indonesia. https://www.insideindonesia.org/the-javanese-of-suriname

Hoefte, R. (2021). Suriname: Van wingewest tot natiestaat, by Jan Pronk. New West Indian Guide/Nieuwe West-Indische Gids, 95(3-4), 385-386.

Hoefte, R., & Veenendaal, W. (2019). The challenges of nation-building and nation branding in multi-ethnic Suriname. Nationalism and Ethnic Politics, 25(2), 173-190.

Hofte, R. M. A. L., Djasmadi, L., & Mingoen, H. (2010). Migratie en cultureel erfgoed: Verhalen van Javanen in Suriname, Indonesie en Nederland.

Meel, P. (2011). Continuity through diversity: the Surinamese Javanese diaspora and the homeland anchorage. Wadabagei, 13(3), 95-134.

Veenhoven, J. (2016). Integratie van Javaanse-Surinamers in Nederland. Faculteit der Letteren.

Koleksi Delpher dan Nationale Bibliotheek.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun