Selain mengidentifikasi tantangan, penelitian ini juga akan membahas langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan kekurangan guru BK. Fokus utama akan diarahkan pada solusi inovatif, seperti optimalisasi jadwal layanan, pemanfaatan teknologi dalam proses bimbingan, serta pelibatan pihak-pihak lain, seperti wali kelas atau orang tua, dalam mendukung peran guru BK.
Adapun pertanyaan utama yang hendak dijawab dalam artikel ini meliputi:
1. Apa saja tantangan yang dihadapi guru BK di SMA PGRI 2 Jombang?
2. Bagaimana kekurangan guru BK memengaruhi kualitas dan efektivitas layanan konseling?
3. Solusi apa yang dapat diterapkan untuk mengatasi kekurangan guru BK?
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan konseling, mengoptimalkan peran guru BK, serta mendorong siswa untuk lebih aktif dalam memanfaatkan layanan yang ada. Sebagai hasilnya, bimbingan konseling di SMA PGRI 2 Jombang diharapkan dapat menjadi lebih efektif dalam mendukung perkembangan pribadi dan akademik siswa, sekaligus menjadi inspirasi bagi sekolah lain yang menghadapi tantangan serupa.
METODE
Guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah seorang pendidik berpengalaman bernama Ibu Dwi Fatmawati, S.Pd. Beliau telah mengabdi di bidang BK selama lebih dari 12 tahun, dengan fokus utama pada pengembangan dan pembinaan siswa dalam aspek sosial, emosional, dan akademik, dibantu oleh bapak Bisma Zulkifliawan S.Pd.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan wawancara untuk menggali informasi mendalam mengenai pengelolaan bimbingan dan konseling di SMA PGRI 2 Jombang. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan pengumpulan data langsung dari narasumber yang memiliki peran sentral dalam implementasi layanan konseling di sekolah.
Menurut Sugiyono (2013:9), penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang didasarkan pada filosofi postpositivisme. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji objek dalam keadaan alami, di mana peneliti berperan sebagai instrumen utama. Proses pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi, analisis datanya bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih fokus pada makna daripada menghasilkan generalisasi.
Wawancara diterapkan sebagai metode pengumpulan data ketika peneliti ingin melakukan penelitian awal untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diteliti, serta ketika peneliti ingin memperoleh informasi yang lebih mendalam dari responden (Sugiyono, 2013:137). Wawancara dapat dilakukan dengan tersetruktur dan tidak tersetruktur. Kami memilih menggunakan wawancara terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat wawancara menjadi lebih efisien karena pewawancara berfokus pada jawaban yang menunjukkan keterampilan kandidat sehingga objektivitas dan evektifitas waktu lebih terjamin.
Proses pengumpulan data dilakukan secara daring menggunakan platform Zoom Meeting. Wawancara melibatkan guru BK sebagai informan utama, dengan fokus pembahasan mencakup berbagai aspek penting, seperti tahapan awal perencanaan program BK, jenis dan frekuensi layanan yang diberikan, serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program. Selain itu, wawancara juga mengeksplorasi mekanisme evaluasi dan tindak lanjut yang dilakukan untuk memastikan program tetap relevan dengan kebutuhan siswa.
Instrumen wawancara disusun berdasarkan panduan yang terstruktur, tetapi memberikan fleksibilitas untuk mengeksplorasi jawaban lebih mendalam sesuai konteks yang diungkapkan oleh narasumber. Proses ini mencakup penyesuaian pertanyaan untuk menggali lebih jauh terkait kolaborasi dengan wali kelas, orang tua, dan pihak luar, seperti psikolog, jika diperlukan dalam menangani kasus khusus.