Kakiku masih terus melangkah. Melewati dinding -- dinding jurang yang curam. Tanah tebing perlahan menyapa dengan secuil runtuhan tanah -- tanah coklatnya. Membuat mataku harus selalu waspada. Hembusan napas mengeluarkan seduhan asap pertanda suhu disini sangat dingin. Membawa angin melewati dan menyejukkan bola mataku. Tangan -- tangan manis masih terus bercengkerama dengan tongkatnya. Memijak tanah dengan pakuan rasa semangat.
***
Ada sebuah hari yang tak sempat tergambarkan karena terlalu indah. Ia melukis cerita yang sangat sulit dilukiskan. Merangkai cerita yang tak pernah cukup untuk diceritakan. Hari itu hanyalah dapat kau rasakan jika kau ingin mengetahuinya. Ada serbuk halus yang membawamu terbawa dalam sebuah suasana. Suasana hati juga suasana dengan alamnya. Ia menuntunku menyusuri dinding beratap rindu. Melepaskan sebuah asa juga belajar menangkap sebuah mimpi.
Kala itu angin menyambar hatiku. Menjatuhkan puing rasa diantara semak -- semak. Ia torehkan kenangan manis juga pahit dalam semak itu. menyuguhkan sebuah rasa yang entah dari mana. Meninggalkan jejak -- jejak luka. Bukan, bukan luka. Itu sebuah goresan catatan sebuah jiwa. Memendam dan dipendam itu terpendam.Â
Rasanya agak sedikit sakit banyak resahnya. Entah iya atau tidak kala itu. Sebuah jejak datang dengan membawa wajahnya yang tersenyum dengan teduh.Â
Sebuah suara diantara jejak -- jejaknya yang khas dan syahdu. Ya, jejak sosok pemuda nan hasut hatiku. Kala itu kami jalan berdampingan. Menginjak dedaunan kering yang mulai tertimbun tanah. Memandu hati yang memacu rasa. Namun kandas dengan seketika. Tetapi jejak itu.. ah sudahlah jejak -- jejak itu kini yang kurindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H