Mohon tunggu...
Atep Abdul Rohman
Atep Abdul Rohman Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri dan Mahasiswa

Pria asal Bandung yang hobi naik gunung tapi takut ketinggian.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Jadi "Budak" Rokok

30 Juli 2022   07:32 Diperbarui: 30 Juli 2022   08:02 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembahasan mengenai rokok memang tidak ada ujungnya. Banyak perdebatan dari berbagai kalangan tentang rokok. Di Indonesia, menurut health.detik.com, negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar ini menempati urutan ke-3 dalam daftar negara dengan perokok terbanyak di dunia pada 2021 lalu. Sehingga, wajar rasanya apabila penulis membahas kembali polemik tentang rokok yang menjadi salah satu pembahasan menarik dan tidak membosankan.

Secara historis, manusia pertama yang merokok di dunia ini adalah suku dari bangsa Indian yang berada di Amerika, itupun hanya untuk keperluan ritual, seperti memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16, setelah bangsa Eropa menemukan benua Amerika, mereka mencoba menghisap rokok dan membawa tembakau ke negaranya. Kemudian merokok menjadi sebuah kebiasaan baru di kalangan bangsawan Eropa.

Berbeda dengan bangsa Indian yang menggunakan rokok untuk keperluan ritual, bangsa Eropa justru mengisap rokok hanya untuk kesenangan semata. Barulah pada abad ke-17, pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itulah rokok mulai menyebar ke negara-negara Islam.

Mengutip dari Okezone.com, secara umum, tingkat perokok terus menurun di seluruh dunia karena peningkatan pendidikan tentang efek samping tembakau dan kampanye anti-tembakau. Sekarang, tingkat perokok tertinggi ditemukan dikawasan Asia Tenggara dan kawasan Balkan Eropa. Negara-negara Eropa Barat justru memiliki tingkat merokok yang lebih rendah. Adapun di Indoensia, tingkat merokok masih cukup tinggi. Sekitar 76,20% pria Indonesia merokok dan ada 3,6% perokok wanita di Indonesia.

Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak ini mempunyai polemik tersendiri di kalangan tokoh ulama tanah air mengenai halal dan haramnya mengkonsumsi rokok. Walaupun kebanyakan mengharamkannya karena mengkonsumsi rokok dapat membahayakan tubuh, faktanya tidak sedikit juga ulama-ulama yang membolehkannya. 

Dari sudut pandang kesehatan, dokter dan para ahli mengatakan bahwa rokok itu sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena bisa mengakibatkan banyak penyakit tipe kanker, jantung dan gangguan pernapasan. Hal itu diakui oleh produsen rokok sendiri, sehingga efek samping yang akan ditimbulkan dari mengkonsumsi rokok dicantumkan di depan bungkus rokok. Bahkan, sekarang sudah dilengkapi dengan gambar-gambar penyakit akibat merokok agar orang takut untuk mengkonsumsinya.

Namun, hal itu bukan menjadi sebuah halangan bagi para perokok. Menurut konsumen sendiri yang sudah bertahun-tahun menikmati isapan rokok justru mengatakan hal itu aman-aman saja bagi mereka. Tidak ada pengaruh negatif bagi tubuhnya, malah justru ada energi tambahan saat mereka bekerja walaupun si perokok itu tidak sarapan pagi.

Selain itu, dari sudut ekonomi pun rokok sangat menguntungkan negara. Bahkan disebut-sebut bahwa cukai dari hasil tembakau itu bisa menjadi tulang punggung negara. Bagaimana tidak, meskipun ketika pandemi dulu yang membuat ekonomi masyarakat menurun, penerimaan negara dari cukai rokok justru naik. Bulan November 2020 lalu, cukai hasil tembakau atau rokok mencapai Rp146 triliun atau meningkat 9,74% dibanding tahun lalu yang mencapai Rp133,08 triliun.

Walaupun demikian, negara bisa mengalami kerugian karena banyaknya rokok ilegal yang beredar. Salah satunya adalah kerugian negara yang mencapai Rp500 miliar pertahun akibat beredarnya rokok ilegal merek H Mind dan Rexo di Sumatera, tepatnya di Provinsi Kepulauan Riau.

Selain karena rokok ilegal, negara juga mengalami kerugian karena penyakit yang diakibatkan dari mengkonsumsi rokok. Setidaknya, negara mengalami kerugian ekonomi sebesar 4.180,27 triliun pada tahun 2019 akibat ekonomi dan orang produktif yang menjadi tidak produktif karena sakit. Di antara penyakit yang penyebabnya ditimbulkan dari bahaya rokok adalah penyakit jantung yang sepertiga penyebabnya oleh rokok, penyakit stroke yang seperempat faktornya karena rokok, termasuk juga penyakit kanker yang 60% faktor penyebabnya adalah rokok.

Mengukitp dari Direktur Institute for Development, sekarang ada kecenderungan melihat industri rokok di tanah air ini dalam kacamata hitam putih. Kelompok anti tembakau menganggap bahwa tembakau hanya dapat merusak kesehatan, bahkan merusak generasi masa depan.

Terlepas rokok itu menjadi perdebatan di setiap kalangan, yang jelas, rokok dapat membelenggu konsumennya dengan berbagai zat yang ada pada tembakau kering itu. Nikotin yang ada pada tembakau dapat memberikan efek ketagihan pada banyak penggunanya.

Dikutip dari Hallosehat.com, tembakau yang ada pada rokok mengandung nikotin. Saat digunakan dengan jumlah yang sedikit, nikotin memberi efek rasa menyenangkan yang membuat perokok ingin terus mengisap rokoknya. Nikotin dapat mempengaruhi mood perokok karena langsung bekerja pada sistem saraf otak. Seperti obat-obatan adiktif lainnya, nikotin bekerja membanjiri reward circuit otak dengan dopamin. Nikotin juga bisa memicu adrenalin, mempercepat detak jantung dan menaikan tekanan darah.

Parahnya, nikotin bisa mencapai otak dalam beberapa detik setelah mengisap, tapi efeknya mulai menghilang dalam beberapa menit saja. Itulah sebabnya mengapa perokok menyalakan rokoknya lagi. Jika seandainya perokok tidak berhenti dari aktivitas merokoknya, maka gejala sakau akan muncul bahkan memburuk seiring berjalannya waktu.

Perokok menjadi ketergantungan pada nikotin (rokok) dan mengalami penderitaan gejala sakau (fisik dan emosional) saat mulai berhenti merokok. Gejala tersebut meliputi mudah marah, gelisah, sakit kepala dan sulit tidur. Ciri dari ketergantungan pada rokok yaitu seseorang tetap merokok walaupun sudah mengetahui bahwa merokok itu buruk bagi kesehatan, bahkan dapat mempengaruhi hidup diri dan keluarganya.

Ada sekitar 70% perokok ingin berhenti dari aktivitas kesehariannya dengan rokok, dan sekitar 45% perokok berusaha untuk berhenti tiap tahunnya. Namun, hanya ada 4-7 persen yang berhasil berhenti total tanpa bantuan. Hal ini menunjukan bahwa perokok tidak hanya tergantung secara fisik pada nikotin (rokok), tapi juga ada ketergantungan emosional yang menyebabkan kumat setelah mencoba untuk berhenti.

Seperti itulah pengaruh rokok bagi konsumennya. Secara tidak sadar, rokok telah berhasil membelenggu dan menjadikan perokok sebagai "budak" yang terus bergantung pada tuannya. Agar tidak menjadi budak rokok, maka berhentilah merokok dari sekarang. Cobalah jauhi hal-hal yang berhubungan dengan rokok, seperti asbak, korek api dan teman perokok. Hal tersebut akan sangat membantu meredakan kecanduan pada rokok itu. Atau, perokok bisa menggantikan konsumsi rokok itu dengan mengkonsumi permen setiap harinya. Hal tersebut sudah berhasil dilakukan oleh ayah penulis. Selamat mencoba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun