Mohon tunggu...
Muhammad Atsir
Muhammad Atsir Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Student

Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Rusia dan Senjata Nuklirnya, Is It a Threat?

17 April 2022   21:24 Diperbarui: 17 April 2022   21:34 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Strategi Penggunaan Senjata Nuklir Rusia

Senjata nuklir merupakan senjata penghancur dengan volume yang besar serta tenaga yang sangat tinggi hingga dapat memusnahkan sesuatu dengan skala yang besar. Dilansir dari Arms Control Association, saat ini senjata nuklir di seluruh dunia terdapat 13.080 jumlah yang dimayoritasi oleh kepemilikan Rusia dan Amerika Serikat. Sebagai salah satu negara superpower saat ini, Rusia merupakan negara pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia. 

Diikuti oleh Amerika Serikat dengan jumlah 5.550 senjata Nuklir, Rusia mempunyai 6.257 jumlah senjata nuklir. Dilansir dari Arms Control Association pada Januari 2021, saat ini Rusia memiliki 4.497 hulu ledak nuklir yang tersedia, 1.458 di antaranya merupakan hulu ledak nuklir aktif, dan 1.760 hulu ledak nuklir yang tidak berfungsi dan menunggu pembongkaran. Hulu ledak nuklir aktif Rusia dikumpulkan dalam 527 rudal kendali balistik, rudal balistik kapal selam, serta pengebom strategis

Pada tahun 2020 yang lalu, Rusia menyatakan bahwasanya senjata Nuklir Rusia hanya digunakan ketika Rusia dan wilayah negara sekutunya diserang dengan rudal balistik, ketika negara musuh menyerang Rusia dengan senjata Nuklir, ketika ada tanggapan pada serangan senjata nuklir Rusia, dan ketika ada tanggapan atas serangan yang mengancam keberadaan Rusia. Hal ini menandakan bahwasanya penggunaan senjata Nuklir Rusia dalam konfliknya dengan Ukraina masih sangat jauh.

Rusia dan Senjata Nuklirnya pada konflik dengan Ukraina
 
3 hari setelah Invasi Rusia kepada Ukraina dimulai tepatnya pada tanggal 27 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menempatkan pasukan Nuklir di Ukraina. Penempatan ini dilihat dari Putin yang telah menetapkan pasukan pencegahan senjata Nuklir ke dalam mode siap tempur.

Semenjak Invasi Rusia dimulai kepada Ukraina, kekuatan militer Rusia sudah mengalami kemunduran. Hal tersebut dapat membuat Rusia bisa menggunakan senjata nuklir sebagai salah satu senjatanya yang dapat diluncurkan. Kebijakan penggunaan senjata Nuklir Rusia sendiri bersifat penyerangan pertama diawali dengan peluncuran nuklir taktis.

Saat ini, Nuklir Rusia menjadi salah satu senjata yang paling ditakuti di dunia. "Rusia tetap memiliki hak untuk menggunakan senjata nuklir apabila Rusia di provokasi oleh salah satu negara NATO. Rusia dapat menekan tombol nuklir dengan sangat mudah apabila mengalami ancaman eksistensial" ujar Dimitry Polyansky, wakil duta besar tetap Rusia untuk PBB. 

Selain itu profesor hubungan internasional di Cardiff University, Wales juga mengatakan bahwasanya Nuklir milik Rusia bisa memberikan skala kehancuran yang sangat besar, dan kehancuran tersebut akan banyak ditemukan di wilayah barat apabila negara-negara NATO ikut campur dalam konflik ini.

Dengan keadaan yang sekarang dijalani oleh Rusia, senjata nuklir dapat menjadi senjata yang digunakan sebagai ancaman maupun perumpamaan.  "Dunia tidak boleh meremehkan presiden Rusia Vladimir Putin yang saat ini semakin berani untuk mengambil resiko peperangan. 

Seluruh ancaman Nuklir Rusia walaupun ancaman Nuklir taktis atau Nuklir dengan Skala rendah tidak boleh diremehkan " ujar William Burns, Direktur CIA Amerika Serikat pada Kamis 14 April lalu di Georgia Tech Atlanta. Burns juga menyatakan bahwasanya pemerintahan Amerika Serikat belum melihat gerak gerik Rusia untuk menggunakan senjata nuklir secara langsung. Namun, pernyataan Putin mengenai sikap mode tempur pasukan pencegahan nuklir Rusia menjadi sorotan khusus bagi pertahanan Amerika Serikat.

Pada 18 Maret 2022 lalu, Rusia tampak menyerang pusat persenjataan dan militer Ukraina. Hal tersebut dilihat dari video yang dilansir dari kementrian pertahanan Rusia yang memperlihatkan rekaman kontrol bom artileri bak bom nuklir dengan ledakan yang sangat besar. Pada masa runtuhnya Uni Soviet, Ukraina sendiri dikatakan pernah mempunyai 3000 hulu ledak nuklir. Namun pada tahun 1994, Ukraina memutuskan untuk bergabung dengan Momorandum Budapest hingga harus memberikan seluruh senjata nuklir tersebut dengan jaminan keamanan sebagai gantinya.

Pada saat ini, Ukraina bukan termasuk negara yang menandatangani Nuclear Non-Proliferation Treaty karena pada saat runtuhnya Uni Soviet, Ukraina sendirilah yang mengelola senjata nuklirnya. Senjata nuklir Ukraina dinonaktifkan oleh Rusia hingga tidak dapat dioperasikan. Karena tidak termasuk dalam NPT, Ukraina tidak dapat diberikan bahan-bahan untuk membuat senjata nuklir hingga saat ini.

Ancaman Nuklir terhadap Swedia dan Finlandia

Salah satu ancaman yang terdekat adalah kepada Swedia dan Finlandia. Belakangan ini, Swedia dan Finlandia berencana untuk mengajukan surat permohonan bergabung dengan NATO. Rusia mengancam untuk menempatkan hulu ledak nuklirnya di laut Baltik, tepatnya di Kaliningrand. 

Banyak yang percaya bahwa hulu ledak Rusia sudah ada sejak lama di Kaliningrand dan bukan suatu ancaman yang serius. Salah satu orang yang meremehkan adalah Arvydas Anuauskas, Menteri pertahanan Lithuania. Meskipun demikian, William Burns menyatakan bahwasanya dunia tetap harus waspada akan ancaman ini.

Wakil ketua dewan keamanan Rusia sekaligus mantan presiden Rusia, Dimitri Medvedev menyatakan bahwasanya Swedia dan Finlandia akan menerima balasan Rusia jika kedua negara tersebut berhasil bergabung dengan NATO. Medvedev juga menekankan kepada Swedia dan Finlandia agar memperkuat keamanan di perbatasan negara mereka.

Dampak yang muncul jika Rusia meluncurkan senjata nuklirnya

Jika Rusia benar-benar meluncurkan senjata nuklirnya, maka dampak-dampak dari ledakan tersebut sangat berpengaruh bagi para penduduk dunia. Radiasi yang timbul dari lokasi ledakan dapat memicu timbulnya Nuclear Winter yakni musim dingin akan mengalami kepanjangan di berbagai wilayah yang terkena radiasi. 

Dampak dari kematian yang disebabkan oleh ledakan nuklir berasal dari kebakaran dan paparan radiasi yang timbul dari ledakan nuklir tersebut. Efek ledakan nuklir yang terbesar paparan radiasi selama 48 jam semenjak ledakan berlangsung. Situs pertahanan Amerika Serikat (Ready.gov) menghimbau bagi para penduduk sekitar agar bertahan di bawah tanah jika ingin terlindungi dari paparan radiasi ledakan nuklir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun