Strategi Penggunaan Senjata Nuklir Rusia
Senjata nuklir merupakan senjata penghancur dengan volume yang besar serta tenaga yang sangat tinggi hingga dapat memusnahkan sesuatu dengan skala yang besar. Dilansir dari Arms Control Association, saat ini senjata nuklir di seluruh dunia terdapat 13.080 jumlah yang dimayoritasi oleh kepemilikan Rusia dan Amerika Serikat. Sebagai salah satu negara superpower saat ini, Rusia merupakan negara pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia.Â
Diikuti oleh Amerika Serikat dengan jumlah 5.550 senjata Nuklir, Rusia mempunyai 6.257 jumlah senjata nuklir. Dilansir dari Arms Control Association pada Januari 2021, saat ini Rusia memiliki 4.497 hulu ledak nuklir yang tersedia, 1.458 di antaranya merupakan hulu ledak nuklir aktif, dan 1.760 hulu ledak nuklir yang tidak berfungsi dan menunggu pembongkaran. Hulu ledak nuklir aktif Rusia dikumpulkan dalam 527 rudal kendali balistik, rudal balistik kapal selam, serta pengebom strategis
Pada tahun 2020 yang lalu, Rusia menyatakan bahwasanya senjata Nuklir Rusia hanya digunakan ketika Rusia dan wilayah negara sekutunya diserang dengan rudal balistik, ketika negara musuh menyerang Rusia dengan senjata Nuklir, ketika ada tanggapan pada serangan senjata nuklir Rusia, dan ketika ada tanggapan atas serangan yang mengancam keberadaan Rusia. Hal ini menandakan bahwasanya penggunaan senjata Nuklir Rusia dalam konfliknya dengan Ukraina masih sangat jauh.
Rusia dan Senjata Nuklirnya pada konflik dengan Ukraina
Â
3 hari setelah Invasi Rusia kepada Ukraina dimulai tepatnya pada tanggal 27 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menempatkan pasukan Nuklir di Ukraina. Penempatan ini dilihat dari Putin yang telah menetapkan pasukan pencegahan senjata Nuklir ke dalam mode siap tempur.
Semenjak Invasi Rusia dimulai kepada Ukraina, kekuatan militer Rusia sudah mengalami kemunduran. Hal tersebut dapat membuat Rusia bisa menggunakan senjata nuklir sebagai salah satu senjatanya yang dapat diluncurkan. Kebijakan penggunaan senjata Nuklir Rusia sendiri bersifat penyerangan pertama diawali dengan peluncuran nuklir taktis.
Saat ini, Nuklir Rusia menjadi salah satu senjata yang paling ditakuti di dunia. "Rusia tetap memiliki hak untuk menggunakan senjata nuklir apabila Rusia di provokasi oleh salah satu negara NATO. Rusia dapat menekan tombol nuklir dengan sangat mudah apabila mengalami ancaman eksistensial" ujar Dimitry Polyansky, wakil duta besar tetap Rusia untuk PBB.Â
Selain itu profesor hubungan internasional di Cardiff University, Wales juga mengatakan bahwasanya Nuklir milik Rusia bisa memberikan skala kehancuran yang sangat besar, dan kehancuran tersebut akan banyak ditemukan di wilayah barat apabila negara-negara NATO ikut campur dalam konflik ini.
Dengan keadaan yang sekarang dijalani oleh Rusia, senjata nuklir dapat menjadi senjata yang digunakan sebagai ancaman maupun perumpamaan. Â "Dunia tidak boleh meremehkan presiden Rusia Vladimir Putin yang saat ini semakin berani untuk mengambil resiko peperangan.Â
Seluruh ancaman Nuklir Rusia walaupun ancaman Nuklir taktis atau Nuklir dengan Skala rendah tidak boleh diremehkan " ujar William Burns, Direktur CIA Amerika Serikat pada Kamis 14 April lalu di Georgia Tech Atlanta. Burns juga menyatakan bahwasanya pemerintahan Amerika Serikat belum melihat gerak gerik Rusia untuk menggunakan senjata nuklir secara langsung. Namun, pernyataan Putin mengenai sikap mode tempur pasukan pencegahan nuklir Rusia menjadi sorotan khusus bagi pertahanan Amerika Serikat.
Pada 18 Maret 2022 lalu, Rusia tampak menyerang pusat persenjataan dan militer Ukraina. Hal tersebut dilihat dari video yang dilansir dari kementrian pertahanan Rusia yang memperlihatkan rekaman kontrol bom artileri bak bom nuklir dengan ledakan yang sangat besar. Pada masa runtuhnya Uni Soviet, Ukraina sendiri dikatakan pernah mempunyai 3000 hulu ledak nuklir. Namun pada tahun 1994, Ukraina memutuskan untuk bergabung dengan Momorandum Budapest hingga harus memberikan seluruh senjata nuklir tersebut dengan jaminan keamanan sebagai gantinya.