Aku lihat Mbah Jogo wajahnya berbinar-binar saat menceritakan makna kithan. Suasananya sangat ceria dan segar. Para hadirin terkadang serius menyimak, terkadang tersenyum renyah dan terkadang tertawa. Aku lihat Mas Kaldi hanya tertunduk saja, sesekali tampak tersenyum hanya terkesan dipaksakan. Tampaknya Mbah Jogo juga merasakan suasana hati Mas Kaldi dan berusaha untuk mencairkan suasana, ‘Nak Mas, kue nagasarinya enak sekali apalagi sambil minum wedhang jahe Nak Mas,’ kata Mbah Jogo sambil meminum wedhan jahe hangatnya. Mas Kaldi tersenyum kecut. Kami kemudian terlibat pembicaraan ringan seputar makanan dan pengalaman kami saat menjadi santri dan memasak sendiri. Aku melihat wajah Mas Kaldi mulai putih bersih seperti biasanya. Tampaknya Mas Kaldi sudah bisa mengusai hatinya.
Kami berpamitan ke tuan rumah. Mereka membekali kami satu kresek besar ‘berkat’. Mas Kaldi mencium tangan Mbah Jogo, kebiasaan kami saat di pesantren dulu saat bersalaman dengan guru. Dan Mas Kaldi bilang,’terima kasih telah datang, Mbah, Insya’ Alloh ba’da ashar sehabis saya mandikan burung-burung tersebut, akan saya lepas mereka semua agar mereka memenuhi takdirnya, terbang ke angkasa’.Mbah Jogo tampak berusaha mengalihkan pembicaraan, ‘Nak Mas, nanti saya diberi resep nagasarinya ya, saya akan minta Mbah Nyai untuk membuatnya. Nagasari buatan Nak Mas lebih enak,’ kata Mbah Jogo sambil tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H