Mohon tunggu...
Ajie AtlantJava
Ajie AtlantJava Mohon Tunggu... -

kompasiana untuk menulis dan menulis, siapa tahu bermanfaat untuk negeri

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden 2014... Asimetri Informasi dan Goreng-menggoreng Citra

25 Maret 2014   00:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:32 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah pernah dengar atau baca kasus goreng menggoreng harga saham di bursa.
Kalau pernah coba kita lihat motivasi orang menggoreng saham tersebut dan siapa pelakunya dan apa dampaknya bagi IHSG di bursa dan bagaimana terjadinya setelah itu, siapa yang dirugikan.

Marilah kita mencoba meneliti goreng menggoreng ini pada capres yang barusan deklarasi.
Rasanya capres yang sudah dideklarasikan sekarang ini ada yang sedang coba-coba menggoreng-goreng citra seperti yang dilakukan di bursa, dan ini sepertinya melibatkan banyak pihak yang menjadi jaring laba-laba, dan juga   melibatkan dana besar atau kapital besar karena targetnya bukan untuk skope kecil yaitu menguasai perusahaan tetapi ini lebih dari itu yaitu menguasai suatu negara dengan menempatkan seseorang yang tingkat berhasil nggak berhasilnya nggak jelas tetapi dicitrakan seolah-olah dahsyat, spektakuler tingkat keberhasilannya sehingga ditempeli dengan julukan-julukan bombastis.

Apakah bangsa ini nggak pernah mau belajar dari sejarah kemarin, apakah cukup citra pemimpin  saja membuat bangsa ini maju melesat menembus matahari dan menggoyang 7 samudra dan mengobrak-abrik neraka jahanam. Yang ada semuanya jadi porak poranda, hancur berkeping keping. Korupsi makin berkibar dan menggurita dan secara sistemik mereka menunggu waktunya dieksekusi.

Apakah susahnya mengumpulkan dana 1 triliun untuk biaya operasional untuk mencapai sasaran yang bernilai 1 triliun pangkat 5, karena negeri kita hampir tidak terhingga nilai kekayaannya. Negeri sorga tapi menjadi neraka bagi kebanyakan penduduknya.

kita miskin karena sumber-sumber kekayaan kita telah disabotase bukan didistribusi ke rakyat tapi malah dilarikan untuk menguatkan devisa negeri orang dan inilah gaya politik global yang telah membuat jaring laba-laba sampai kepelosok negeri ini dan laba-labanya tinggal menyedot apa saja  yang dia mau dari negeri ini dan dipindahkan kenegara mana saja yang dia mau sesuka hatinya atau atas instruksi majikannya. Era globalisasi orang bebas mau menerbangkan duitnya kemana dia suka tanpa ada yang melarang.

kenapa disini bau aroma goreng menggoreng citra seperti dapat terasa dirasakan.disini dapat dilihat adanya suatu informasi yang berbanding terbalik tetapi diputer atau dipoles dan disulap  menjadi sesuatu yang terkesan positip dan menguntungkan bahkan diposisikan pada tingkat yang tidak wajar dan sehingga menjadikan tekanan kepada pasar. Termasuk tekanan kepada partainya sendiri dan capres2 kompetitornya, sementara juga masyarakat ikut terlena, terhipnotis dan terbawa arus citra tersebut. itulah hebatnya team goreng menggoreng tersebut.

Dimana goreng menggoreng citra tersebut dapat kita lihat dan rasakan. Misalken secara kasat mata orang banyak dan kritikus sudah tahu bahwa orang tersebut belum ada keberhasilannya, tapi kita melihat orang2 mengatakan berhasil. lantas siapa yang menyebut dia berhasil tentu ada media informasi yang menyulap supaya orang itu terlihat berhasil bahkan keberhasilan diluar batas kewajaran. ibarat saham sebenarnya nilainya bodong tapi dibuat persepsi dan opini bahwa saham tersebut keren habis. Supaya masyarakat yakin, bahkan media asingpun ikut terlibat dalam goreng menggoreng tersebut karena selama ini asinglah yang sangat berkepentingan atas sosok yang menjadi puncak piminan negeri ini makanya mereka nggak mau ketinggalan bahkan soal goreng menggoreng ini merekalah jagonya.

inilah yang namanya kekuatan opini publik..yang dapat menekan dan mempengaruhi siapa saja yang menjadi sasarannya. publik opini, inilah salah satu alat baru dalam demokrasi.  Jika dia dilakukan secara murni dan natural sih nggak masalah.. yang masalah jika publik opini ini di backup dan dikasih bahan bakar yang namanya materi, kedudukan atau iming2 apapun sehingga publik opini sifatnya bisa menjadi kaku, intoleran, mau menang sendiri dan terkadang yang menyuarakan nggak tahu apa yang sedang disuarakan. Objektivitas menjadi kabur campur baur kayak bubur dalam lumpur. Peran dari media informasi inilah yang berperan besar dalam penyebarannya.

Tidak mungkin sesuatu itu dilakukan sendiri-sendiri paling tidak dilakukan secara sistematis dan terorganisir. nggak mungkin perusahaan melakukan promo kalau nggak keluar duit. sama seperti ini tidak mungkin kalau tidak ada duitnya. bagaimana mereka harus membayar semua itu kalau tidak pakai duit emangnya pake daon.

bahwa saat ini ada yang sedang melakukan goreng menggoreng citra tersebut, bisa saja.... kan orang bebas untuk menilai dan mempersepsikan pendapatnya..setuju tidak setuju terhadap apa yang dirasakan, karena disini fungsi media informasilah yang paling efektip paling nggak untuk sasaran kelas menengah keatas dan orang yang nggak mau belajar dan partisan.

Pernakah disimak bahwa berita seseorang itu selalu muncul setiap hari dan tidak pernah absen dari pemberitaan dan ada rubrik khusus yang menampung beritanya, apakah media sukarela memeberitakannya atau ada motif lain dibalik itu. pernakah terbayang setiap pooling selalu menempatkan pada posisi puncak seperti tidak terkalahkan, apakah memang persepsi masyarakat sudah seragam dan merata sampai kepelosok negeri, sementara mereka belum kenal listrik,TV apalagi internet dan pesaingnya mengatakan..ahhh..itu pooling wanipiro...mungkin karena mereka juga melakukan hal yang sama.. dan pernahkah terbayang bagaimana deklarasi pendukung bisa secepat kilat dari sabang sampai merauke pada beberapa hari saja sementara konvensi capres yang sedang berjalan dari suatu partai besar saja terasa susah dan ngos-ngosan untuk memilih satu dari sekian orang sampai saat sekarang. Belum lagi capres yang lain walaupun ambisinya gede padahal elaktibiliasnya rendah sampe berela mengeluarkan sumber daya yang dibilang kecil sampai saat ini juga belum memberikan perubahan besar dalam elaktibilitasnya.

Pernahkan disimak para pendapat para kritikus yang menyebut bahwa mengatasi banjir dan macet yang menjadi titik kritis untuk pembenahan ini saja tidak berhasil, sementara pendahulu-pendahulunya saja juga puyeng dan bingung cara mengartasinya karena banyak kepentingan disana, tetapi dengan fantastis dibilang berhasil dan sangat berhasil dengan cuma cara sakti yaitu blusukan. Sementra blusukan air banjir lebih dahsyat cepatnya karena sudah mengalir jauh menenggelamkan penduduk.

apa motifasi menggoreng citra tersebut pastilah nggak mungkin minta imbalan bentuk spiritual kalau minta imbalan ini nggak usah capek2 mengeluarkan dana besar. Pasti motifnya berkisaran di prinsip ekonomi mengeluarkan uang sekecil-kecilnya mendapatkan laba sebesar-besarnya. nggak perlu direktur utamanya orang jenius atau pinter-pinter amat nanti malah susah dikendalikan, kalau bisa orangnya biasa-biasa aja dan dapat dikendalikan yang penting mau manut kepada kemauan dan petunjuk para sponsornya terserah kontrak ijonnya mau dalam bentuk apa.

disamping media informasi pasti dong ada orang-orang yang berperan didalamnya, media informasi nggak mungkin berfungsi kalau nggak ada orang-orangnya yang terlibat. itulah kalau para kritikus sering menyebut itulah pasukan wanipiro.

sadar atau tidak sadar apakah kita paham tidak sih apa yang kita dukung, apakah yang kita dukung ini akan menghasilkan sesuatu perbaikan atau tidak bagi negeri ini. Sadar tidak sih kita sedang hanyut oleh permainan orang untuk mencapai tujuannya. Barapa persenkah kita paham dan mengerti betul dengan orang yang akan kita dukung atau kita hanya ikut-ikutan saja sementara kita nggak paham sama sekali terhadap orang yang kita dukung.

Apakah kita akan selalu mendapatkan pemimpin yang selalu mengecewakan hati kita, karena salah kita sendiri nggak pernah mau mempelajari dan meneliti calon yang akan kita pilih secara mendalam. kita sukanya melihat pada tataran kulit-kulit saja dan sering terpengaruh apa yang sedang booming dan merasa nggak trendy kalau nggak ikut2an apalagi dalam dukung mendukung. Kita nggak mau belajar mempelajari fenomena-fenomena yang terjadi, yang ada malah ikut tergerus oleh fenomena tersebut.

itulah yang dapat dirasakan sepertinya adanya asimetri informasi yang sedang disulap menjadi sesuatu yang menguntungkan dan menjadi fatamorgana dan  bisa  akan menjadi kerugian bagi orang banyak dalam pilres ini jika tidak menyimak seksama.

itu diatas cuma perasaan aja seperti-sepertinya ada yang sedang melakukan..tetapi terserah yang lain aja..setuju atau tidak setujunya...apa salahnya kalau fenomena ini diuji secara ilmiah untuk bahan skripsinya S3 jurusan ilmu khayal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun