Indira pun menyusuri kereta dari gerbong satu ke gerbong selanjutnya. Ketika memasuki gerbong ke tujuh, ia melihat pria tersebut. "Mas makasih ya tadi, saya minta maaf, lupa tadi bilang makasih karena cepet-cepet" kata Indira. "Iya, santai aja" kata Surya. "Hmm.. tadi saya lewat kereta makan, boleh saya traktir kopi atau apapun, sebagai ucapan terima kasih" lanjut Indira. Surya tidak menolak ajakan Indira, keduanya pun menuju kereta makan.
Di kereta makan, mereka berdua memesan beberapa cemilan dan minuman dingin. Ketika Indira menyodorkan kartu kreditnya untuk membayar, pramugara kereta mengatakan bahwa mereka hanya menerima transaksi dengan uang cash. Muka Indira memerah mendengar kalimat itu, malu. Sambil tertawa, Surya membayar pesanan mereka berdua. Kemudian, keduanya duduk bersampingan menghadap jendela kereta.
"Aku minta maaf banget" kata Indira yang mukanya masih terlihat merah. "Hahaha, santai aja" jawab Surya ringan. "Aku bener-bener lupa bawa cash tadi" kata Indira. "Mbak naik dari mana tadi" tanya Surya. "Dari Malang" Jawab Indira singkat.
"Oya, aku Indira" kata Indira, yang hampir lupa memperkenalkan diri. "Saya Surya, perkenalkan" kata Surya sambil menjabat tangan Indira.
***
Malam itu, hujan masih belum juga reda. Indira dan Surya pun masih duduk berhadapan di kursi mereka masing-masing. Tidak lebih dari setengah meter, jarak diantara keduanya, tetapi terasa begitu jauh. Keduanya terdiam setelah tadi sempat menangis. "Kamu cantik banget hari itu" kata Surya lirih. Indira yang semula menunduk, kini memandang kekasihnya. "Ketika kamu berlari ke gerbong kamu, ketika kita di kereta makan, ketika kita ngobrol di kereta makan berjam-jam sampai kereta sampai Jakarta". Lanjut Surya mengenang pertama kali mereka berdua bertemu.
"Kamu selalu ada di sampingku" kata Surya, sangat lirih. Mata Surya kembali basah, Indira bangkit dari duduknya, memeluk Surya yang masih duduk di kursi, sambil mengusap rambut Surya.
***
"Aku benci banget kota ini" kata Surya singkat, mengomentari kemacetan yang mereka alami siang itu di tol dari bandara Soekarno-Hatta menuju kota Jakarta. "Sabar sayang" Kata Indira sambil tangan kirinya mengusap lembut rambut kekasihnya itu, sedangkan tangan kanannya masih memegang kemudi. "Aku pengen banget suatu saat hidup di desa, hidup sederhana dari hasil sawah dan ternak. Gak ribet tinggal di Jakarta" kata Surya bersungut-sungut.
Kehidupan yang tidak bisa dibayangkan oleh Indira, sebenarnya. Tapi Indira diam saja, ia hanya kembali mengusap rambut kekasihnya itu. Indira baru saja menjemput Surya di bandara setelah Surya kembali dari Banda Aceh untuk pemakaman Hasyim, teman dekat Surya. Indira ingin sekali mendampingi Surya ke pemakaman teman baik kekasihnya itu, tapi ada presentasi yang tidak bisa Indira lewatkan, karena sangat penting bagi karir Indira.
"Sayang, aku minta maaf ya gak bisa dampingin kamu ke Aceh" kata Indira, masih sambil mengusap kepala kekasihnya itu. "Gak usah minta maaf, aku tahu persentasi kemaren penting banget buat kamu, santai aja, aku gak papa" jawab Surya tersenyum sambil meraih tangan Indira yang sejak tadi mengusap kepalanya. "Aku sayang kamu" Kata Surya sambil mencium tangan Indira. "Aku juga" Kata Indira sambil memandang Surya.