Mohon tunggu...
Atjih Kurniasih
Atjih Kurniasih Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMP Negeri 1 Cipanas

Guru SMPN 1 Cipanas lulusan D2 IKIP Jakarta Lulusan S1 Univ Suryakancana Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Catatan Kecil Dari "Citarum Mata Airku, Bukan Air Mataku"

5 November 2018   20:29 Diperbarui: 5 November 2018   20:51 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terakhir literasi budaya dan kewargaan. Artinya kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sedangkan kewargaan yang dimaksud dengan pembelajaran yang kita laksanakan mampu membentuk siswa memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Dengan demikian untuk hal ini bukan hanya tanggung jawab guru PKN saja.

Untuk keterampilan abad 21 yaitu 4C (Critical Thinking, Creative, Colaborasi dan Comunikasi ) tidak terlalu banyak diuraikan dan saya tidak mencatat halnya. 

Yang tercatat lainnnya dari pemaparan Bu Mila maaf saya menyingkat namanya dengan Bu Mila adalah mengenal metode apa yang bagus? Beliau mengatakan yang sesuai dan cocok  dengan kondisi sekolah. Alatakambang baik juga menjadi media. Berkenaan hal tersebut beliau mengisahkan dirinya saat memberikan pembelajaran di Papua. Karena kesulitan mencari media untuk materi reproduksi akhirnya beliau menggunakan ke dua tangannya menjadi media. Beliau pun menunjukan gambarnya.

Penguatan Pendidikan Karakter, beliau ceritakan saat  menghadapi siswa yang sombong. Dengan bertanya  kalau siswa tersebut nanti meninggal dan dimasukkan ke dalam Kubur maka keadaan nya bagaimana? "Gelap" kata bu Mila menirukan jawaban  siswanya, dari jawaban itulah beliau kemudian menjelaskan bahwa kalau nanti berada di kuburan akan diterangi  berjuta Watt melalui Sansieviera sp yang oleh bu Mila disebut "lidah mertua" disadakohkan ke sekolah (mulanya  Sansieviera sp yang diberikannya ke sekolah harus bayar) dari penuturan yang  beliau sampaikan mampu mensugesti siswanya,  sehingga bukan hanya tidak dibayar pohon "lidah mertua" namun yg diberikan ke sekolah begitu banyak. Apa kaitan lidah mertua dengan pemaparan metodologi. Ada kaitannya. Yaitu harapan beliau untuk siswa menyadari menjaga  lingkungan tetap  bersih tercapai. Salah satu nyamengurangi dampak AC dengan  menyimpan " lidah mertua" di sekitar ruangan yang ber AC

Sesi terakhir beliau membahas model -model pembelajaran yang utama dalam kurikulum 13. Discovery Learning(DL), Problem Base Learning (PBL) dan Projek Based Learning (PJBL) yang diawali dengan sebuah pertanyaan "Apa bedanya Discovery Learning dengan Inquary). Melalui tanya jawab akhirnya beliau menjelaskan bahwa sama -sama siswa menemukan tetapi kalau discovery guru menciptakan kondisinya, sedangkan Inquary murni siswa menemukan sendiri tanpa ada di disain kondisinya oleh guru. Beliau mencontohkan Inquary dengan siswa yang melihat papan tulis kotor dan minta ijin untuk menghapusnya.

Untuk ke tiga model beliau membahas langkah langkahnya saja dan memberikan beberapa tip. Semisal untuk PBL dalam mengkondisikan kelas diatur seminggu sebelumnya. Untuk PJBL tiap ada  pertemuan dipantau sejauh mana siswa mengerjakan projeknya. Dan lain sebagainya.

Terakhir dalam catatan saya tentang workshop metodologi pembelajaran adalah, beliau menyatakan bahwa tidak ada salahnya (justru bagus) kalau guru saat memotivasi siswa dengan memperdengarkan lagu. Ini mengingatkan  saya pada buku Quantum Learning karya Bobby The Porter  bagaimana agar kelas nyaman untuk siswa adalah dengan memperdengarkan lagu dan  berdasarkan pengalaman penulis, apa yang disarankannnya betul, saya menyaksikan mereka (baca siswa --siswa) begitu antusias dan tumnuh motivasi dalam belajar.

Sebelum menutup pemaparannnya beliau berpesan kepada peserta workshop untuk selalu meluangkan membaca, karena dengan membaca mampu meningkatkan daya pikir dan menjadi awet muda. Sayapun  berkesempatan untuk memberikan dua buku hasil karya saya,  sebagai ucapan terima kasih sekaligus perkenalan dan buku pengganti kartu nama yang biasa orang lakukan saat berkenalan.

Apa yang dilakukan beliau (menerangkan perbedaan pendekatan, model dan metode dengan menggambar lingkaran besar dan kecil) mengingatkan saya pada sosok Tatang Sunendar Widyaiswara dari Lembaga penjaminan Mutu Pendidikan,  saat kegiatan Program Akselarasi Mutu Sekolah (PAMS) beberapa tahun yang berselang di sekolah penulis, yang juga menggambar lingkaran besar dan lingkaran kecil di dalamnya saat menjelaskan hal yang sama.

Seperti janjinya di awal, Bu Karmila yang nama lengkapnya,  Siti Sa`ari Karmila, M.Pd dalam membahas metodologi pembelajaran melalui praktek dengan memaparkan best practisenya dalam penerapan Contektual Teaching and Learning (CTL). Sebuah pendekatan yang menghubungkan materi ajar pada kehidupan nyata siswa.

Peserta disuguhi foto-foto melalui power point bagaimana pengalaman menerapkan pendekatan CTL dalam mata pelajaran IPA (karena beliau guru IPA) dengan materi pencemaran lingkungan.  Pemaparan yang diselingi tanya jawab interaktif dengan peserta workshop, sehingga suasana menjadi hidup dan penuh semangat apalagi dengan adanya reward  gantungan kunci bentuk menara Eiffel berwarna warni bagi peserta  yang menjawab ataupun yang bertanya sehingga situasi menjadi semangat dan kondusif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun