Pekerjaan Rumah (PR), suatu tugas yang diberikan oleh guru di sekolah untuk dikerjakan di rumah. Bertujuan; supaya anak tidak lupa dan selalu mengulangi materi yang telah diberi oleh guru, PR yang diberikan oleh guru biasanya, materi yang telah diajarkan di sekolah ketikan jam belajar yang ada dalam ruang belajar.
PR yang diberikan berupa soal-soal, dimana soal-soal tersebut harus dijawab dan dikerjakan oleh si anak, sudah menjadi hal yang lumrah PR yang diberikan oleh guru acap kali si anak minta bantu sama orang tuanya untuk dikerjakan, ada orang tua mau membantu, ada orang tau tidak mau membantu dan ada juga orang tua yang tidak sempat membantu. Jadi kadang kala timbul berbagai spekulasi pendapat terhadap PR, sehingga bermacam-macam openi dan pendapat muncul, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju ada PR.
* PR yang berkesan
PR yang dikerjakan dengan tingkat kesulitan yang tinggi, dengan cara yang unik terkadang memberi kesan; soal Matematika yang susah dimana menuntut si anak harus mengerjakan secara kelompok di rumah kawannya, acap kali dalam pekerjaan PR tersebut menumbuhkan rasa persahabatan dan persaudaraan, belum lagi ketika pulang dari kerja kelompok mengambil mangga orang dengan cara melempar batu, lalu dikejar oleh pemilik mangga hingga lari terbirit-birit (tegak ekor : cot ikue) kata orang aceh.
Ini adalah pengalaman sangat mengesankan, dan hampir semua kita merasakannya pengalaman yang begini, artinya ada pengalaman yang berarti atas kegiatan yang di berikan oleh guru, sehingga pengalaman itu bukan hanya sekedar mengerjakan PR tapi disitu ada nilai-nilai pendidikan yang terkandung, menjadi pembelajaran untuk masa-masa mendatang.
* Kesulitan orang tua, membantu mengerjakan PR anak
PR semestinya, Pekerjaan Rumah yang dikerjakan sepenuhnya oleh si anak tanpa melibatkan orang tua, karena pekerjaan tersebut adalah soal-soal dari materi yang telah diajarkan di sekolah. Jadi seharusnya anak sudah memahami materi tersebut sehingga dengan sangat mudah dikerjakan, namun terkadang materi yang disampaikan oleh guru, si anak tidak memahaminya dengan berbagi alasan dan kendala.
Disinilah yang menjadi masalah, karena si anak tidak mampu mengerjakan PR, maka peran orang tuanyalah  dalam membantu mengerjakannya. Tidak akan jadi masalah apa bila orang tua menguasai materi dari PR tersebut, dan ia dengan sangat mudah membantu dalam mengerjakannya. Namun akan menjadi kesulitan bagi orang tua yang tidak mampu karena tidak menguasai materi dari PR anaknya, sehingga PR kadang kala menjadi problema yang dipermasalahkan.
*Â PR ditiadakan;
Kesulitan orang tau dalam membantu PR anak, menjadi pertimbangan PR ditiadakan, di barengi lagi dengan minimnya kesempatan orang tua dalam membantu anaknya, dengan alasan pekerjaan. Kedua pemicu tersebut sebenarnya, disebabkan oleh orang tua; kurang fahamnya orang tua terhadap materi dan kurangnya waktu untuk mendampingi anaknya. Dua alasan privasi yang sebenarnya tidak boleh dikaitkan dengan kegiatan belajar anak, karena seperti yang telah di sebutkan di atas, PR adalah Pekerjaan Rumah yang tidak melibatkan orang tua, jadi seharusnya jangan PR ditiadakan tapi orang tua yang harus dievaluasi.
Apabila pun dipaksakan PR harus ditiadakan, maka nilai "plusnya" hanya bagi orang tua semata; Orang tua masih selalu dalam ketidak fahamannya dengan materi ajar sekolah, padahal materi tersebut masih dapat dipelajari dengan ketersediaan penjelasan di 'mbah google' atau 'youtube'. Dan juga ketidak sediaan waktu untuk mendampingi anaknya dengan alasan pekerjaan, pada 'quality time' adalah memiliki waktu dengan anak pada masa belajarnya.
Mau tidak mau kalau nilai "plus"nya untuk orang tua dengan ditiadakan PR, maka nilai minus nya pasti untuk anak; dimana anak-anak tidak menjumpai sosok orang tua untuk diandalkan dalam belajarnya, acap kali anak tidak meniru nilai-nilai kebaikan dari orang tuanya, karena 'quality time' yang diberikan hanya ketika liburan bukan ketika pembelajaran. Ini adalah hal yang sangat egois yang diberikan orang tua, bukannya memberi kebaikan buat anak malah memberikan dampak buruk.
Lalu dampak apa terhadap guru, apa bila PR ditiadakan! Guru tidak akan berdampak apa-apa terhadap pribadinya. Hanya saja guru harus lebih kuat dan giat mencari metode-metode terbarukan, dalam rangka membuat siswa faham akan pelajaran, intinya mau tidak mau, guru harus mampu memahami materi ajar  kepada siswa agar PR ditiadakan. Pertanyaannya; Sanggupkah guru membuat seluruh siswa yang di didiknya faham akan bahan ajar! ( tolong dijawab yang profesi sebagai guru)
Mulai 10 November 2022, bertepatan hari pahlawan siswa SD dan SMP di Surabaya dibebaskan dari PR. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi beralasan, agar siswa lebih bisa menguatkan pembentukan karakter dengan didampingi oleh keluarganya di rumah. Dikutip dari; Kompasiana.com. Kamis, 26 Oktober 2022.
Menanggapi kebijakan tersebut timbul pertanyaan. Apakah pemerintah Surabaya sudah berkonsultasi dengan tenaga kependidikan di kota tersebut? Karena evaluasi penerapan PR harus melibatkan guru, efektif atau tidak efektifnya kegiatan tersebut guru lah yang lebih tau.
Pembebasan PR di kota Surabaya, bersifat menyalahkan lembaga pendidikan. Dimana seakan-akan PR adalah kebutuhan guru, anak yang mengerjakan PR gurulah yang mendapatkan manfaat, dan juga pembebasan PR di nilai sangat positif oleh pemerintah kota Surabaya, karena PR dapat mebebankan siswa. Pada hal pembuatan PR bertujuan pendalaman materi kepada siswa, agar siswa lebih faham akan bahan ajar, maka dari itu seharusnya pemerintahan Kota Surabaya melibatkan tenaga kependidikan dalam mengambil kebijakan tersebut.
Pedampingan orang tua terhadap anak, mau tidak mau harulah dilakukan, karena bagi seorang anak orang tua bukan saja sebagai pekerja yang menghasilkan uang untuk membiayai kehidupannya. Orang tau harus menjadi panutan dan idolanya dalam masa belajar, salah besar kalau ada orang tua berprinsip; sekolah harus bertanggub jawab penuh atas keberhasilan pendidikan anaknya, lalu orang tua sibuk mencari uang untuk kebutuhan anaknya. Maka kalau prinsip ini dibenarkan, maka anak akan menjadikan orang tuanya sebagai pekerja buatnya, bukan lagi sebagai panutan, sehingga jangan salahkan si anak apa bila dia tidak berbakti dan tidak sopan dengan orang tua.
Apa bila kebijakan dari wali kota Surabaya akan berdampak demikian, maka kebijakan tersebut tentunya bersifat negatif. Dimana PR dianggap beban, padahal PR adalah untuk membuat anak tambah pintar. Ketidak fahaman orang tua terhadap materi ajar menjadi alasan PR sebagai penyekang siswa, dan ketidak tersedianya waktu untuk anak ketika belajar karena bekerja, dijadikan alasan PR sangat meganggu, janganlah korbankan si anak dengan alasan egoisme orang tua. Wallahua'lam (AtjeHom)
 label Siswa Dibebaskan PR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H