Mohon tunggu...
Saiful Zahari
Saiful Zahari Mohon Tunggu... Guru - Staf Pengajar Pesantren Modern Misbahul Ulum

Pecinta literasi juga anggota Fame capter Lhokseumawe, tinggal di kota Lhokseumawe Aceh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Bukan Bengkel Kehidupan (Hancurnya Pendidikan Anak)

8 Agustus 2021   18:34 Diperbarui: 8 Agustus 2021   18:49 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses pendidikan seorang anak tidak dimulai dari sekolah, tapi jauh sebelum si anak lahir sudah dimulai dipersiapkan. Kedua orang tua harus terdidik dalam proses berlangsungnya pendidikan keturunannya. 

Dari pemilihan pasangan hidup yang telah diajarkan Rasulullah; berketurunan baik, mempunyai harta, cantik rupa, hingga yang terpenting beragama baik. 

Itu semua Rasulullah ajarkan agar kelak dalam rumah tangga menjadi keluarga mawadah, Sakina wa rahmah. Inti dari itu semua orang tua jauh sebelum anak lahir, sudah harus dipersiapkan pendidikannya.

Lembaga Penyelenggaraan Pernikahan (LPP)

Seyogyanya Lembaga Penyelenggaraan pernikahan, mempersiapkan dengan detail calon mempelai pria dan wanita dalam urusan rumah tangga, mulai dari emosional, hingga kesiapan dalam mengurusi anak yang menjadi generasi masa depan.

LPP menggembleng kesiapan berumah tangga bagi kedua calon ortu, karena mulai dari sinilah batu pijakan pertama pendidikan bagi si anak dimulai, dimana ilmu pengetahuan dan keimanan serta kematangan kedewasaan menjadi landasan pijakan utama dalam berumah tangga, sehingga mereka tau bahwasanya pendidikan anak adalah tanggung jawab penuh kedua orang tuanya.

Kesiapan dalam berumah tangga tidak diukur dari kematangan fisik dan kecupan ekonomi, tetapi ia yang terpenting adalah berilmu pengetahuan yang cukup serata  emosional yang seimbang, didapatkan melalui pendidikan agama yang stabil. tanpa ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik, bagaimana seseorang akan mendidik anak-anaknya ke arah yang benar! 

Anak yang shaleh di hasilkan dari ortu yang shaleh, tidak akan mungkin buah semangka berbuah nangka. Lagi pula pendidikan si anak ortunya lah yang wajib memberikan. Lembaga pendidikan hanyalah bersifat membantu atas pendidikan anak.

Guru Versus Orang tua

Tugas guru adalah mendidik siswa kearah yang lebih baik, ia tidak hanya mengajarkan ilmu tetapi juga membimbing si anak dalam belajar. Guru dituntut menjadi orang tua ketiga bagi anak, yang mencerahkan kehidupan, pemberi semangat, hingga-hingga guru menjadi tameng sandaran kehidupan kearah yang baik, Kementrian Pendidikan mencurahkan dana trilyunan dalam rangka meningkatkan kinerja tenaga pendidik. 

Bahkan negeri ini telah mempersiapkan lembaga-lembaga pendidikan bagi para calon guru untuk di tempa, dibentuk dan dididik agar menjadi tenaga ahli pendidikan yang profesional. Dewasa ini juga pemerintah sangat memperhatikan keberlangsungan pendidikan di negeri tercinta ini. Tetapi masih juga negeri ini terbelakangan dalam ranah pendidikan.

Beralih fungsi tanggung jawab penuh pendidikan, dari ortu ke guru menjadi salah satu penyebab pendidikan di negeri ini bobrok. Curahan dana yang melimpah tidak akan mampu memberi peranan yang lebih untuk menggantikan keterlibatan ortu dalam proses pendidikan anak. Berapa pun di bayar,  guru tidak akan sanggup membentuk karakter anak ke arah yang lebih baik. 

Tanpa keterlibatan ortu dalam proses pendidikan anak. Ortu yang telah menyerahkan anaknya ke lembaga pendidikan, tidak boleh lepas tangan dalam proses pendidikan anaknya. Karena kerja sama yang baik antara guru dan ortu adalah permintaan proses pendidikan yang harus disernergikan. 

Orang tua harus tetap mengontrol perkembangan mental dan emosional anaknya dalam proses pendidikan, dengan selalu berkomunikasi dengan guru asuhnya, kadang kala guru mempunyai keterbatasan dalam menyelami kedasar permasalah si anak.

Sekolah Lembaga Penggerak

Kita jangan lupa rumah tangga adalah (albaitu madrasatu ula) dan orang tua adalah guru utama bagi si anak. Dimana kesiapan anak dalam menggali ilmu lebih dalam, orang tualah yang mempersiapkan, kesiapan serta daya minat siswa dalam belajar tidak semerta-merta tumbuh ketika dia berada dalam lingkungan pendidikan. 

Bagai mana seorang guru memulai suatu pelajaran sedangkan si anak tidak ada minat belajar!, iya kalau si anak cepat tumbuh minat belajar, kalau ada anak yang bertahun-tahun tidak mempunyai minat belajar di karenakan faktor X !. Apakah guru terus menerus beriktiqaf dalam menumbuhkan minat belajar siswa tersebut? 

Ataukah guru harus menyelam ke dasar laut permasalah  si anak? Masih mending kalau masalah yang di hadapi si anak di lingkungan sekolah, kalau masalahnya jauh sampai ke dasar lautan rumah tangga! Apakah guru juga harus ikut kesana? Kayaknya gak lah...bahasa anak sekarang "gak sampek segitunya kali".

Sekolah bukanlah bengkel bagi para siswa yang nakal, akibat hancurnya tatanan kehidupan negeri ini. Derasnya arus informatika, perekonomian yang pelit, perpolitikan negeri yang  tidak memihak kepada rakyat. 

Tidak bisa semerta-merta menyalahkan lembaga pendidikan atas hancurnya moral dan nilai-nilai pendidikan, ia hanyalah bersifat menggerakkan mesin yang telah hidup, sekolah tidak akan sanggup memulai renovasi tatanan kehidupan siswa yang telah hancur. 

Sekolah tidak bisa mengendalikan tatanan kehidupan remaja saat ini, orang tualah yang memiliki andil sepenuhnya. Didiklah si anak dari awal; lembutkan hatinya dengan Quran, pakailah pakaian Tauhid kepadanya, hiasi lah dirinya dengan Akhlakul karimah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun