Mohon tunggu...
Atina Sabila Khodijah
Atina Sabila Khodijah Mohon Tunggu... Lainnya - pembelajar

Three ways to achieve true happiness ~ be grateful ~ focus on the positives ~ spread kindness _Nulis, Ngajar, Ngebun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sedikit Pengalaman dan Pelajaran yang Kudapatkan dari Mengajar Les Anak TK

13 Agustus 2021   23:48 Diperbarui: 15 Agustus 2021   09:44 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengajar bimbel | Sumber: pixabay.com

Semenjak pandemi dan pulang kampung, aku jadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Kalau kerjaannya hanya kuliah online, rapat online, dan nonton film saja rasanya akan sangat membosankan. 

Saat itu ada beberapa hal baru yang kulakukan mulai dari ikut kelas menulis, menulis di Kompasiana, jualan online, melihara kucing terlantar, belajar berkebun, hingga membuka layanan les private.

Layanan les private ini menjadi salah satu hal yang menarik bagiku, sebab untuk membuka layanan ini aku mengajak beberapa adik tingkat untuk bekerja sama. 

Awalnya hubungan kami terjalin dari suatu organisasi Himpunan Mahasiswa (HIMA) di kampus, hingga akhirnya sering terjadi komunikasi di antara kami dan kami pun saling bertukar pikiran. Kami semua sepakat untuk membuka layanan les private untuk wilayah terdekat dengan tempat tinggal kami masing-masing. 

Alhamdulillah, ternyata peminatnya cukup banyak walaupun rata-rata peminatnya adalah para orang tua yang memiliki anak yang masih SD, padahal kami kuliah jurusan pendidikan matematika. 

Namun, itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi kami, sebab kami juga sudah punya pengalaman dari salah satu program kerja HIMA, yaitu mengajar anak-anak SD di salah satu yayasan yang ada di Cirebon.

Awalnya kami membuka layanan ini untuk mengisi kekosongan dan mengobati rasa bosan, tapi tak disangka untuk aku pribadi ini menjadi pengalaman yang sangat berharga. 

Dalam satu hari aku pernah mengajar 3 anak les dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda. 

Wah, rasanya senang sekali karena jadi punya kesibukan. Di samping itu, fee-nya juga bisa ditabung buat beli apa yang aku mau. Hehehe...

Salah satu pengalaman berharga yang kudapatkan, yaitu dari pengalaman mengajar les anak TK, sebut saja anak itu AM (Anak Manis). 

Awalnya ibunya memintaku untuk mengajari anaknya membaca dan menulis, tapi pada saat mulai mengajar les di hari pertama ternyata anaknya sudah difasilitasi buku-buku bagus, seperti buku untuk belajar membaca, berhitung, jam, do'a-do'a harian, panduan belajar shalat, bahasa Inggris untuk anak, komik hadits, komik The Avenger, dan buku-buku lainnya. 

Dengan buku-buku tersebut aku jadi merasa terbantu, sebab ini pertama kalinya aku mengajar anak TK. Sementara di perkuliahan, aku terbiasa belajar mengajar untuk anak SMP/SMA, tentunya metode yang digunakan berbeda termasuk cara berkomunikasi dan penyampaian materinya.

Seiring berjalannya waktu aku mencoba menerapkan program belajar yang kubuat sendiri. Belajar membaca dan menulis menjadi fokus utama dan itu dilakukan hampir setiap hari. 

Mulai dari belajar huruf dan lambang bilangan, kemudian mengeja sampai akhirnya AM bisa membaca kata per kata dalam suatu kalimat. 

Alhamdulillah AM yang kutemani belajar ini ternyata dapat dengan mudah menyerap materi yang kuberikan. 

Tentunya ini bukan karena kehebatanku dalam mengajar, tapi karena kemampuan anaknya yang lebih condong pada kecerdasan logika-matematika. 

Aku hanya perlu menyesuaikan tanpa mengesampingkan kemampuan-kemampuan lain, misalnya aku juga membiasakan anak ini untuk meningkatkan kemampuan hafalannya dengan cara menghafal surat-surat pendek satu hari satu ayat, mengenalkan kosa kata bahasa inggris satu hari 3 kata, dan yang lainnya. 

Tentunya program belajar yang kuterapkan sebisa mungkin diberikan dengan cara mengajak anak belajar sambil bermain, karena walau bagaimanapun dunianya anak adalah bermain.

Pelajaran berharga yang kudapatkan yaitu ketika aku melihat bagaimana ibunya begitu memberikan perhatian lebih terhadap kebutuhan belajar anak. 

Beliau selalu membelikan buku-buku yang sifatnya mengedukasi tidak sekadar untuk hiburan saja. Hingga akhirnya AM pun mulai masuk SD. 

Semua orang tua pasti akan berusaha memenuhi perlengkapan sekolah anak-anaknya ketika mereka mulai masuk sekolah. 

Tak terkecuali ibu AM ini, bukan hanya perlengkapan sekolah tetapi juga meja belajar, lampu belajar, sampai langganan aplikasi belajar untuk menemani anaknya belajar.

Tentunya semua fasilitas yang diberikan bukan untuk memaksa anak agar mau belajar tetapi untuk memberikan kenyamanan kepada anak ketika belajar dan untuk membiasakan anak menyukai lingkungan belajar di manpun dia berada nantinya.

Ada hal yang menyita perhatianku setelah aku selesai menemani AM belajar menggunakan aplikasi, dia melihat lampu belajarnya ternyata belum menyala, padahal saat itu dia akan mulai membaca teks di buku pelajaran kelas 1 SD. 

Dia antusias sekali menyalakan lampu belajarnya kemudian mengatur cahayanya dan mengarahkannya ke buku. Persis sekali dengan apa yang telah dia pelajari di hari sebelumnya, yaitu dia sudah belajar cara duduk yang betul saat membaca dan cara mengatur penerangan saat akan membaca. Duh, gemas jadinya. 

Dari sini saya berpikir bahwa kebutuhan belajar anak memang bukan sekadar buku-buku dan alat tulis saja, melainkan tempat yang nyaman dan cara belajar yang nyaman juga merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh anak. 

Ketika anak dikenalkan dengan benda-benda yang berkaitan dengan kegiatan belajarnya dan orang tua telaten dalam mengarahkannya, dia akan terbiasa dengan lingkungan belajar dan menyenangi hal-hal tersebut. Apalagi biasanya anak-anak suka antusias dengan hal-hal baru. 

Sama halnya ketika anak mulai dikenalkan dengan mainan, misalnya saat anak pertama kalinya dibelikan mainan. 

Mainan itu menjadi suatu hal baru baginya, karena dunia anak-anak adalah bermain maka ia pun mencoba mainan itu, terus-menerus dimainkan sampai akhirnya minta dibelikan mainan baru. Semakin sering dibelikan, mereka akan semakin antusias dengan yang namanya mainan. 

Aku memang belum menikah apalagi mempunyai anak, hehehe. Tapi, fenomena ini sering kali kutemukan pada anak ponakan atau anak tetangga. 

Jadi, sedikitnya aku tahu apa yang biasa dikeluhkan ibu-ibu kalau secara tak sengaja lewat toko mainan eh si anak lihat dan merengek, udah mah pas ditanya mau apa, eh malah ditunjuk semua. Kalau gak dibeliin ya nangis. Hehehe... bercanda ya.

Dengan pengalaman berharga ini aku jadi banyak belajar. Belajar bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi anak, belajar mencari strategi-strategi yang tepat untuk mengajari anak, belajar memahami apa yang menjadi kebutuhan belajar anak, dan yang tak kalah penting adalah belajar layaknya seorang ibu yang sedang mendampingi anak ketika belajar. 

Terima kasih sudah membaca sampai akhir, semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun