Sebagian ulama berkata “Uang adalah suatu benda yang disepakati oleh para penggunanya sebagai (alat tukar), sekalipun terbuat dari sepotong batu atau kayu”.
Dengan demikian disimpulkan bahwa hingga titik ini, penggunaan bitcoin secara hukum syariah dibolehkan, karena tidak ada sisi pelanggarannya, selama itu dimiliki secara legal dan bukan melalui pembajakan atau penipuan.
Membeli bitcoin, hakekatnya menukar uang dengan uang. Orang yang membeli bitcoin dengan rupiah, hakekatnya dia menukar rupiah dengan bitcoin. Misalnya harga 1 bitcoin (BTC) adalah Rp 7,5 juta. Ataupun dengan menukarkan bitcoin dengan bitcoin dengan syarat harus sama kuantitas serta dilakukan secara tunai. Sehingga, apabila ada orang yang membeli atau menjual bitcoin maka keduanya harus ada ditempat transaksi (tidak harus satu tempat karena ransaksi dilakukan secara online) serta tidak boleh ada yang tertunda. Jika tertunda akan melanggar larangan riba nasiah. Ketika konsumen mentransfer rupiah, disaat yang sama penyedia bitcoin juga harus mengirimkan BTC untuk konsumen tersebut.
Aturan ini disebutkan dalam Fatwa Syabakah Islamiyah no. 251170, “Dalam transaksi mata uang, harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Dan disyaratkan harus taqabudh, meskipun boleh tidak sama kuantitas, jika beda jenis. Dan taqabudh bisa dilakukan secara haqiqi (ada uang, ada bitcoin yang bisa dipegang), bisa juga secara status (hukmi).”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H