Mohon tunggu...
Atikah
Atikah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Magister Ekonomi Syari'ah UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Money

Berinvestasi dengan Bitcoin

25 Februari 2017   02:05 Diperbarui: 25 Februari 2017   02:16 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bitcoin merupakan sebuah mata uang elektronik yang dibuat pada tahun 2009 oleh seseorang dengan nama Satoshi Nakamoto. Mata uang ini sama halnya seperti Rupiah, Dollar atau Euro, namun bitcoin hanya tersedia di dunia digital. Bitcoin tersebar keseluruh dunia dalam jaringan peer-to-peer yang mana merupakan suatu tekhnologi sharing resource dan servis antara satu komputer dengan komputer yang lainnya atau dengan kata lain jaringan yang tidak membutuhkan penyimpanan terpusat atau administrator tunggal. Departemen Keuangan Amerika Serikat menyebut bitcoin sebagai mata uang yang terdesentralisasi karena server penyimpanannya bersifat desentralisasi dan terdistribusi-dibagi ke berbagai server yang dijalankan oleh setiap pengguna yang terhubung ke dalam jaringan. Jaringan ini memiliki sebuah buku akuntansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin, termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna.

Sejak muncul pada tahun 2009 bitcoin terus berkembang dan baru pada tahun 2013 bitcoin masuk ke Indonesia. Bitcoin sebagai alat pembayaran virtual ini telah digunakan oleh setidaknya 200 ribu user di Indonesia pada tahun 2016 dan ditargetkan mencapai 500 ribu user pada tahun 2018. Pengguna bitcoin ini tersebar disekitar pulau Jawa, Bali, Kalimantan dan Sumatera. Penggunaan bitcoin ini sebagian besar digunakan pada sektor pariwisata, disusul usaha kecil dan menengah serta gim sebagai bagian dari industri kreatif.

CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Darmawan menegaskan bahwa kemunculan bitcoin di indonesia diharapkan bisa menyasar masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan perbankan (unbankable). Masyarakat tidak mendapatkan akses ke perbankan bukan karena mereka tidak mampu melainkan mereka mempunyai uang dan ingin bertransaksi onlie, sehingga masyarakat ingin memanfaatkan tekhnologi untuk membantu mengembangkan bisnisnya. Di Indonesia perputaran uang virtual ini setiap harinya antara Rp 3-5 miliar. Meskipun angka ini cukup tinggi namun masih kalah jauh dengan perputaran bitcoin di Tiongkok yang mencapai Rp 50 miliar tiap harinya.

Pada kenyatannya pengguna bitcoin adalah orang yang senang berspekulasi, karena membeli bitcoin sendiri bukan untuk digunakan pribadi, tetapi bila harga bitcoin naik maka bitcoin akan dijual. Harga satuan bitcoin pun terbilang cukup tinggi, pada tahun 2015 harga satu bitcoin senilai Rp 3,5 juta sedangkan pada tahun 2016 dengan nilai Rp 7,5 juta. Peningkatan harga yang lebih dari dua kali lipat ini bisa disebabkan arena motif spekulasi oleh pengguna bitcoin. Selain itu penyebab naiknya harga bitcoin adalah jumlah yang sangat terbatas dengan jumlah maksimal mencapai 21 juta BTC.

Pada dasarnya bitcoin bukan merupakan mata uang resmi karena hanya digunakan pada dunia virtual. Dengan demikian negara tertentu yang membolehkan bitcoin bisa saja memungut pajak atas penjualan ataupun pajak keuntungan atas modal pada transaksi bitcoin tersebut. Pengguna bitcoin juga bertanggungjawab pribadi terhadap penggunannya dengan memperhatikan dan mematuhi hukum yang berlaku dinegara tersebut. Di Indonesia, Bank Indonesia telah memberikan pernyataan pada siaran pers yang telah diterbitkan tanggal 6 februari 2014. Dimana siaran pers tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia dengan memperhatikan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009. Masyarakat juga dihimbau untuk berhati hati dengan penggunaan bitcoin dan virtual currency lainnya serta semua resiko ditanggung oleh penggunanya secara pribadi.

Sama seperti di Indonesia, legalitas bitcoin dinegara-negara lainnya juga banyak yang masih dalam zona abu-abu bahkan banyak yang masih berdebat tentang legalitas bicoin. Beda halnya dengan Indonesia yang berada dalam zona abu-abu tentang bitcoin, Rusia dianggap sebagai area merah karena dengan tegas melarang penggunaan bitcoin. Sementara di beberapa negara Asia seperti Tiongkok, India, Thailand dan Khazakhstan measih dalam perdebatan tentang bitcoin ini. Namun sebagian besar aktifitas bitcoin lebih lanjut dianggap sebagai perdagangan komoditas yang dilakukan secara online di internet.

Dengan memperhatikan jangkauannya yang begitu luas, bitcoin telah disepakati para pebisnis di dunia maya sebagai alat tukar. Dengan kata lain, bitcoin telah menjadi mata uang di dunia maya. Dalam konteks fiqih kontemporer, Ustadz Ammi Nur Baits mengaitkan bitcoin dengan mata uang yang disepakati masyarakat secara sah (seperti rupiah). Dalam hadits dari Ubadah bin Shamitradhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahualaihi wa sallam bersabda yang artinya:

Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai (HR. Muslim 4147).

Dari hadits diatas dapat di lihat bahwa terdapat dua kelompok barang ribawi, yaitu emas dan perak dan kelompok kedua adalah bahan makanan pokok. Terkait dengan kelompok pertama yaitu emas dan perak, mayoritas ulama menegaskan bahwa emas dan perak termasuk kedalam barang ribawi adalah kerena dijadikan sebagai mata uang atau alat tukar, serta sebagai alat ukur nilai. Sehingga kegunaan emas dan perak terletak pada fungsi tersebut, tidak terbatas pada nilai interinsik bendanya (al-Mughi, Ibnu Qudamah, 4/135; as-Syarhul Kabir, Ibnu Qudamah, 4/126). Oleh karenanya emas dan perak di qiyaskan dengan semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang atau alat tukar, meskipun bahannya bukan merupakan emas dan perak.

Dalam Tarikh al-Baladziri disebutkan, bahwa Umar Bin Khattab pernah berkeinginan untuk membuat uang dari kulit unta. Namun hal tersebut diurungkan karena khawatir akan mengancam populasi unta. Bisa jadi, ada orang menyembelih unta untuk diambil kulitnya saja sementara dagingnya tidak dimanfaatkan.  Meskipun begitu bisa disimpulkan bahwa para sahabat mengakui bolehnya untuk untuk memproduksi mata uang dengan bahan selain emas dan perak.

Inilah yang mejadi dasar para ulama, bahwa mata uang tidak harus berbahan emas dan perak. Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa, 19/251 mengatakan bahwa:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun