Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya, lagi pula sebagai tentara disiplin harus dipegang teguh. Kiranya itu adalah kata motivasi Jendral Sudirman yang selalu teringat oleh Teguh Imansyah sosok TNI angkatan darat, lahir di Pekalongan 15 Juli 1985, anak kedua dari tiga bersaudara. Ia dibesarkan dari keluarga yang sederhana, keluarga pedagang tempe. Walaupun keluarganya hanya seorang pedagang tempe, tapi ia sejak kecil selalu dilatih agar tidak bermental tempe, harus bermental baja yang kuat dan tidak pernah putus asa.
Menjadi tentara, pada awalnya tidak pernah terbersit dalam fikiran ayah dari satu putri ini. Malahan ia ingin sekali kerja di kapal, mengeksplor keindahan alam Indonesia terutama laut yang sangat indah, terbentang yang tidak ada ujungnya. Sebelum menjadi tentara, ia menempuh pendidikannya disalah satu sekolah pelayaran yang ada di Cirebon, sederajat dengan SMK biasa hanya saja sekolahnya sudah semi militer. Di sekolah itu beliau diajarkan disiplin dengan benar, dan menyadari ternyata hidup disiplin itu ada enaknya juga, tepat waktu, dan semuanya diatur. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan di sekolah pelayaran, ia akhirnya bekerja di kapal menjadi ABK.
Sebagai ABK, menjadi anak buah kapal yang kerjanya mengatur segala urusan di kapal seperti driver. Menurut tentara yang berpangkat bintara ini, menjadi ABK adalah prestasi tersendiri, karena ia masih muda sudah diangkat menjadi ABK, sedangkan banyak yang sudah tua yang ada di kapal belum diangkat. Hampir dua tahun, ia bekerja di kapal dari tahun 2004. Selama bekerja di kapal, ia banyak mendapatkan pelajaran yaitu dari hal-hal yang terkecil sampai hal yang terbesar, seperti menjaga keamanan kapal. Menjaga keamanan kapal adalah yang paling penting, karena sedikit saja terjadi kesalahan maka bukan hanya dirinya saja yang akan celaka, tetapi ratusan bahkan ribuan orang yang berada di kapal menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, ada hal menyenangkan yang ia dapatkan yaitu keliling Indonesia, mengeksplor keindahan alam nusantara terutama lautnya yang jernih dan tidak ada ujungnnya. Setiap kali ia melihat keindahan alam di Nusantara maka semakin cintalah ia terhadap negri seribu pulau ini.
Seiring berjalannya waktu, bekerja di kapal memanglah seru, dimana kita diajarkan apa itu yang namanya kerjasama, displin, kebersamaan dll. Tetapi lama-kelamaan ia juga berfikir, “mau sampai kapan aku bekerja di kapal, masa sampai tua mau kerja di kapal?” ujarnya. Pada saat itu ia dilanda rasa penasaran dan bimbang, bagaimana pun juga terlalu lama bekerja di kapal tidak lah baik, karena dia juga ingin menjalani hidupnya seperti yang lain. Pada akhirnya suatu ketika pada tahun 2006 tepatnya pada bulan puasa, ia melakukan perjalannya dari Riau ke Semarang.
Di sana kapal dikawal oleh marinir-marinir TNI dan untuk pertama kalinya ia diberi senjata untuk menembak. Pengalaman pertama menembak membuahkan keberhasilan, tembakannya tepat sasaran. Nah disitulah awal ia kembali lagi berfikir ternyata asik juga menjadi tentara, punya senjata sendiri, gagah berani, penuh tantangan, menjaga perdamaian negara, membantu tugas pemerintah, menjaga perbatasan, dll. disamping itu karena ia juga memang menyukai tantangan. Menurutnya menjadi seorang tentara itu adalah sebuah tantangan yang cukup besar.
Ternyata tak disangka, keinginannya menjadi tentara mendapatkan persetujuan dari kedua orang tuanya. Setelah itu mulailah ia berlatih fisik maupun mentalnya seperti olahraga secara otodidak, karena disini posisinya masih bekerja di kapal jadi belum bisa fokus latihan secara maksimal. Tetapi walaupun begitu ia memiliki niat dan tekat yang sangat kuat untuk menjadi tentara. Semua larangan-larangan yang ada di kapal sebisa mungkin harus ia hindari seperti minum minuman terlarang, meroko, main perempuan dll.
Setelah menunggu beberapa bulan, akhirnya ia dapat giliran cuti selama sebulan tepatnya pada bulan Mei 2006. Waktu cuti ini ia gunakan semaksimal mungkin untuk mendaftar TNI di Bandung, yang didampingi oleh ayahnya tercinta yaitu bapak Asan ke tempat pendaftaran. Pada waktu itu di Bandung beliau ke Ajendam yaitu instansi militer khusus penerimaan calon tentara baru. Selama proses pendaftaran dan sudah terdaftar, ia akhirnya mengikuti serangkaian tes.
Dari tes fisik, lari, renang, akademik, psikotes, dan pantohir (ujian skripsi terakhir). Pendaftaran pada waktu itu adalah pendaftaran gelombang terakhir, jika ia tidak lolos maka ia harus berlayar kembali. Tetapi atas kekuasan Allah dan restu dari orangtua dari 5000 pendaftar, tersaring 400 orang dan ia adalah salah satunya. Tetapi ini belum tahap terakhir, masih ada satu tahap lagi, karena akan diambil 300 orang saja. Tahap terakhir ini ia dinyatakan lolos dengan cara megikuti seleksi lagi selama 3 minggu di asrama, disana sudah tidak boleh berkomunikasi dengan dunia luar.
Setelah dinyatakan lulus, malam itu juga para calon tentara langsung dipangkas habis rambutnya alias dibotak. Dari Bandung kota, ia langsung dibawa ke tempat pendidikan di Bihbul, yaitu tempat pendidikan dan pelatihan calon-calon tentara. Di sana pertama kalinya ia memakai baju loreng hijau, timbul perasaan antara bangga dan terharu bercampur menjadi satu. Di tempat itu ia mendapatkan pelatihan khusus militer angkatan darat yaitu push up, jungkir balik, lari dan olahraga yang lainnya, hal ini sudah menjadi kebiasaanya sehari hari, bahkan disiplin pun sudah mendarah daging. Awalnya mungkin karena kaget tenaganya harus diforsil, berat badannya menjadi turun yang awalnya 70kg menjadi 60kg. Seiring berjalannya waktu semua itu menjadi terbiasa.
Dalam menjalani pendidikannya menjadi tentara, anak dari penjual tempe ini tidak pernah meras jenuh ataupun menyesal, melainkan ia sangat menikmati pekerjaan ini. Pengalamnya selama menjadi tentara pernah ditugaskan hampis seluruh tempat di Indonesia. Tempat yang pernah ia singgahi yaitu di daerah Jawa, Papua, Kalimantan, Bali, dan yang paling jauh ia pernah bertugas ke Lebanon, di daerah Timur Tengah berbatasan dengan Suriah dan Israel. Pada tahun 2006 Lebanon penah konflik dengan Israel kemudian ia bersama tentara-tentara yang lainnya bergabung dengan pasukan perdamaian. Banyak pengalaman yang dia dapatkan di sana seperti melihat roket, bom, dan senjata-senjata besar lainnya.
Bagi tentra yang bernama Teguh ini menjadi seorang tentara itu pekerjaan yang paling mulia. Bagaimana tidak, menjadi seorang tentara butuh jiwa yang besar, tangguh, pemberani, dan menyukai tantangan, karena ini menyangkut negara kita sendiri, seorang tentara itu wajib hukumnya menjaga pertahanan dan perdamaian di negri sendiri maupun negri orang lain. Walaupun ia masih berpangkat Bintara dibagian Serka (Sersan kepala), masih banyak waktu untuk mencapai pangkat kehormatan yaitu Jendral besar. Tetapi menurutnya pangkat tidaklah penting, baginya yang penting adalah bagaimana kita bisa bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas kita menjadi tentara yang berjiwa nasionalisme.
Sejak kecil ia sudah bertekat ingin merubah kehidupan keluarganya, dan jika berbicara tentang sosok inspirasi, ia sangat terinspitasi kepada keluarganya terutama sosok seorang ayah. Ia dilahirkan dari keluarga sederhana yang ayah nya hanyalah pedagang tempe di pasar, mulai dari jam 4 pagi sampai tempenya habis. Itupun waktu habisnya tidak menentu kadang jam sembilan sudah habis, dan bisa juga sampai siang tempenya tidak habis, maka tempenya itu akan dijual keliling kampung sampai sore.
Kerjakeras, jerih payah, dan rasa semangat ayahnya lah yang menjadi inspirasi. Menurutnya ayahnya itu ayah yang paling super, jika bukan karena ayahnya beliau pun tidak akan pernah bisa menjadi seorang tentara sampai detik ini. Tetapi tak menutup kemungkinan sosok ibu pun hadir dalam setiap jejak langkahnya, jika ayahnya bisa menumbuhkan sosok kuat dalam dirinya. Maka sosok ibu lah yang bisa menumbuhkan jiwa kasih sayang dan kelembutan hati, sabarnya sosok ibu juga patut diacungi jempol. Karena beliau tahu ibu itu selalu menyelipkan sebait doa untuk anak-anaknya, walaupun tak pernah terucap. Alhamdulillah berkat doa dan usahanya, sekarang ini ia menjadi kebanggaan untuk keluarganya.
Intinya beliau selalu berpesan “hidup itu adalah sebuah pilihan yang sangat rumit, tapi bagaimana caranya kita bisa memilih pilihan yang rumit itu menjadi sebuah pilihan yang bisa kita ambil, menjadi sebuah pilihan yang tepat”. Karena bagaimana pun juga pilihan itu tidak semuanya berjalan dengan lancar, jika kita salah dalam memilih otomatis kita akan terjerumus. Tetapi jika kita sudah terjerumus bagaimana caranya supaya kita bisa bangkit dari keterjerumusan itu kedalam peluang yang sangat indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H