Pembangunan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi maupun mencukupi kebutuhan hidupnya.Â
Manusia juga melakukan serangkaian kegiatan (membangun sesuatu) sebagai respon dari proses adaptasinya terhadap lingkungan. Contohnya, manusia membangun sebuah pondok atau rumah yang nyaman untuk melindunginya dari hujan, panas, serangan binatang buas, dan serangan lain dari luar dirinya.
Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia melalui kebudayaannya. Banyak ahli telah memberikan definisi kebudayaan, salah satu yang sangat mudah kita ingat adalah bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, dan karsa manusia.
Koentjaraningrat juga pernah memperkenalkan kita dengan konsep tujuh unsur kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut menggambarkan bahwa kebudayaan sangat erat kaitannya dengan segala kegiatan yang dilakukan manusia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupannya. Termasuk dalam hal tersebut ialah permasalahan pembangunan.
Konsep "pembangunan" pada mulanya, dan pada dasarnya, diacukan kepada pengertian pembangunan ekonomi. Dari sudut ilmu ekonomi, pembangunan berarti suatu proses di mana real per capita income dari suatu negara meningkat dalam suatu masa panjang, dan dalam masa yang bersamaan dengan jumlah penduduk yang "di bawah garis kemiskinan" tidak bertambah (Meier, 1989).Â
Dari sudut ilmu-ilmu sosial "pembangunan" seringkali diartikan sangat umum, yaitu "pembangunan sosio-kultural yang direncanakan" (Arensberg dan Niehoff, 1964). Yang mana dimensi sosiokultural ini mempunyai keterlibatan dalam hal pembangunan.
Secara umum terdapat beberapa teori pembangunan yang harus di pelajari oleh ahli-ahli sosial, termasuk ahli antropologi, ada beberapa teori pembangunan diantaranya sebagai berikut:
Teori Ekonomi pembangunan (pertumbuhan ekonomi)
Teori modernisasi
Teori dependensi (pendekatan sistem global)
Teori peranan daya psikokultural
Diantara teori-teori pembangunan tersebut, yang lebih ditekankan dalam kajian antropologi pembangunan yaitu teori psikokultural. Yang mana teori psikokultural memandang pembangunan dalam dimensi kultural, yang melihatnya sebagai "sumber daya manusia". Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah mentalitas manusia itu sendiri.Â
Ketika tentang peranan faktor psikokuktural dalam usaha untuk memacu produksi tinggi dan bermutu dalam hal pembangunan, maka faktor psikokultural harus dilihat sebagai "daya psikokultural". Yang dimaksud dengan daya psikolutural di sini adalah kemampuan mental, kemampuan akal budi, atau kemampuan (Mind) sekumpulan individu, dalam mendorong diri mereka untuk berproduksi lebih tinggi dalam hal pembangunan.
Apa itu mentalitas pembangunan ? merupakan pertanyaan yang sering kali diajukan. Sikap mental orang Indonesia umumnya belum siap untuk pembangunan. Pertanyaan itu telah menimbulkan banyak sekali tanggapan dan pertanyaan dari berbagai pihak.Â
Suatu mentalitas yang menilai tinggi mutu dan ketelitian itu sebenarnya memerlukan suatu orientasi nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari karya manusia. Sasaran orientasi dari karya seharusnya merupakan hasil dari karya itu sendiri, dan bukan misalnya berupa harta untuk dikonsumsi, hasil berupa kedudukan sosial yang menambah gengsi. Kebudayaan mentalitas dan pembangunan masyarakat Indonesia masih di bawah taraf normal.
Secara logis terlebih dahulu memerlukan suatu bayangan ke depan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang ingin kita capai dengan pembangunan kita. Hal itu belum dikonsepsikan oleh bangsa kita.Â
Berbagai suku bangsa, berbagai aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikian banyaknya itu mungkin sudah mempunyai konsepsinya masing-masing yang berlainan satu dengan  yang lain.Â
Tetapi suatu konsepsi konkret untuk dituju bersama belum ada. Walaupun dengan demikian, kita belum mampu mempunyai bayangan mengenai bentuk masyarakat apa yang sebenarnya ingin kita capai bersama, tetapi jelas bahwa kita harus berusaha untuk menjadi lebih makmur dari sekarang.
Suatu nilai budaya yang perlu dimiliki oleh lebih banyak manusia Indonesia dari semua lapisan masyarakat kita adalah nilai budaya yang berorientasi ke masa depan. Suatu nilai budaya semacam itu akan mendorong manusia untuk melihat dan merencanakan masa depannya dengan lebih seksama dan teliti.Â
Dan oleh karena itu suatu nilai budaya yang perlu ada dalam diri kita adalah nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam. Suatu nilai semacam itu akan menambah kemungkinan inovasi, terutama inovasi dalam teknologi.Â
Pembangunan yang memerlukan usaha mengintensifkan produksi tentu tidak bisa jika tidak memanfaatkan teknologi yang makin lama makin disempurnakan. Akan tetapi teknologi tidak bisa begitu saja kita pakai, tetapi memerlukan suatu adaptasi yang sekasama.
Adapun usaha untuk melakukan adaptasi itu, sering merupakan suatu proses yang sama sulitnya dengan mengembangkan teknologi  yang baru. Usaha dalam beradaptasi dengan teknologi juga memerlukan suatu mentalitas yang menilai tinggi hasrat bereksplorasi yang bermutu dan penuh ketelitian.
Suatu mentalitas yang menilai tinggi mutu dan ketelitian  itu sebenarnya memerlukan suatu orientasi nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari karya manusia.
Suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan demikian lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi.
Ketika kita membahas mengenai pembangunan maka tidak hanya identik dengan pembangunan fisik semata tetapi pembangunan juga terkait dengan hal mentalitas masyarakat serta kehidupan sosialnya. Â
Masyarakat Indonesia yang majemuk dan memiliki latar belakang kebudayaan yang beragam, jelas memerlukan kerangka acuan untuk dijadikan pegangan dalam pergaulan nasional masa kini.Â
Oleh karena itu, nilai-nilai tradisional yang mengandung kearifan, persamaan, dan multikultural, bisa dijadikan pegangan bersama bagi seluruh masyarakat Indonesia di mana pun tempat tinggalnya, perlu digali dan diteliti kemudian ditawarkan sebagai alternatif yang baik untuk pengembangan dan pembangunan kehidupan sosial keagamaan yang baru dan serasi.Â
Dalam sejarah bangsa-bangsa ketika menghadapi kerumitan sosial, ekonomi, politik, konflik agama, dan sebagainya, kerap menemukan solusi dengan memetik kearifan tradisi lokal.Â
Nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam menyikapi berbagai perbedaan yang rentan menimbulkan konflik. Keberadaan kearifan budaya lokal justru akan diuji ditengah-tengah kehidupan sosial yang dinamis. Di situlah sebuah nilai akan dapat dirasakan dalam hal membangun mentalitas dan kehidupan sosial dalam hal bermasyarakat.
SUMBER : Koentjaraningrat, 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramedia.
Marzali, Amri. 2016. Antropologi & Pembangunan Indonesia. Jakarta : Prenamedia Group.
Sari, Ismet. (2019). Strategi Kebudayaan Pembangunan Keberagamaan Di Indonesia: Mempertegas Kontribusi Kearifan Budaya Lokal Dalam Masyarakat Berbhinneka. Jurnal Studia Sosia Religia. Volume 02 (02) : 63-77
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H