Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat tempat pertama kali manusia memperoleh pengalaman dan pembelajaran hidup. Manusia sebagai makhluk sosial mempelajari cara bersosialisasi dan berkomunikasi dengan individu diluar dirinya melalui interaksi antar anggota keluarga. Anggota keluarga usia dewasa menularkan norma agama, sosial dan budaya kepada anak-anak sehingga membentuk karakter maupun identitas diri. Idealnya, dari keluargalah individu memperoleh rasa aman dan nyaman, cinta kasih, dukungan emosional serta material.
Umumnya, peran setiap anggota keluarga dapat terlihat melalui tiga generasi, yaitu: anak, orang tua dan kakek nenek. Anak dianggap sebagai penerus keturunan yang masih rentan sehingga membutuhkan perlindungan dari orang tua. Orang tua berperan sebagai pelindung dan penyedia kebutuhan anak baik fisik maupun emosional. Sementara kakek dan nenek sebagai generasi tertua, diharapkan mampu menjadi penasihat yang bijak bagi anak keturunannya.
Akan tetapi, tidak semua orang cukup beruntung lahir dan tumbuh di tengah kondisi keluarga yang ideal. Beberapa hal yang menyebabkan disfungsi pada keluarga antara lain:
- Kekerasan dalam rumah tangga
Akar dari kekerasan rumah tangga dapat berasal dari persoalan finansial, ketidakstabilan mental orang tua hingga keterbatasan latar belakang pendidikan dan pola pikir. Â Bentuk kekerasan dalam rumah tangga cukup beragam, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual hingga pengabaian. Kekerasan biasanya dilakukan oleh anggota keluarga superior kepada anggota keluarga yang dianggap lebih lemah;
- Komunikasi yang buruk
Buruknya komunikasi dalam suatu keluarga terjadi ketika proses penyampaian informasi, perasaan maupun pikiran antar anggota keluarga terhambat sehingga memicu kesalahpahaman, konflik dan renggangnya ikatan emosional. Akibatnya, seseorang yang tumbuh dalam keluarga dengan komunikasi buruk akan sulit mengekspresikan perasaan secara terbuka, kurangnya kemampuan mendengarkan dan memahami antar anggota keluarga, konflik yang tidak tuntas, saling menyalahkan, rendahnya kepercayaan antar anggota keluarga, kecenderungan menarik diri dan menghindari interaksi dengan anggota keluarga serta minimnya kehadiran dan keterlibatan fisik;
- Minim batasan antar anggota keluarga
Meskipun hidup bersama dalam ikatan keluarga, penentuan batasan antar anggota di dalamnya penting untuk dipahami dan disepakati. Samarnya garis batas akan berpengaruh pada kurang dihargainya ruang pribadi, tanggung jawab, tumpang tindih peran serta hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga;
- Pola asuh yang keliru
Orang tua yang menerapkan pola asuh keliru nampak dari beberapa perlakuan seperti inkonsistensi dalam menerapkan aturan, perilaku permisif maupun otoriter, membandingkan antar anak satu dengan yang lain, dan memaksakan anak merealisasikan harapan orang tua. Kekeliruan pola asuh berpotensi menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak secara sosial dan emosional.
Pola pengasuhan negatif dapat menyebabkan distorsi dalam proses pembentukan karakter seseorang secara fisik maupun psikologis. Dampak tersebut cukup masif, baik yang muncul pada saat itu juga ataupun yang bersifat laten. Mulai dari penyimpangan perilaku, rendah diri, gangguan kecemasan, depresi, trust issue, kesulitan berkonsentrasi, hingga terbentuknya siklus kekerasan.
Siklus kekerasan jamak terjadi pada seseorang yang tumbuh dalam lingkungan pengasuhan kurang ideal. Manusia memiliki kecenderungan untuk menyerap informasi dan menangkap peristiwa-peristiwa melalui panca indera, lalu kemudian menyimpannya dalam memori, meniru perilaku tersebut sampai dengan menciptakan pengulangan pola pengasuhan negatif di masa depan.
Bagaimana latar belakang keluarga tempat kita dilahirkan bukanlah sesuatu yang dapat kita pilih. Akan tetapi, manusia sebagai individu yang dibekali oleh akal, budi dan rasa memiliki pilihan untuk menentukan keluarga seperti apa yang akan ia ciptakan di masa mendatang. Dari sinilah kemudian muncul apa yang disebut sebagai "Cycle Breaker" atau "Pemutus Siklus".
Dikutip dari laman PsychologyToday.com, "Cycle Breaker" merupakan individu yang memahami dan bersedia untuk melakukan perubahan secara sadar. Mereka mungkin mengalami efek siklus keluarga yang tidak sehat dan memutuskan untuk menghentikannya agar tidak berlanjut ke generasi selanjutnya.
When we heal ourselves, we heal the next generation that follows. Pain is passed through the family line until someone is ready to feel it, heal it, and let it go - Meilinda Sutanto
Tidak serta merta seseorang yang lahir dari lingkungan pengasuhan negatif tumbuh menjadi seorang "cycle breaker". Dengan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan tentang adanya pola pengasuhan yang sehat, mereka yang lahir dan besar melalui pola pengasuhan negatif akan berpikir bahwa apa yang mereka alami sepajang hidupnya merupakan suatu kewajaran, sehingga tanpa disadari terjadi kembali pengulangan pola tersebut pada generasi berikutnya.
Suatu anugerah dari Tuhan ketika seseorang "dipilih" oleh-Nya menjadi "cycle breaker". Proses terbentuknya seorang "cycle breaker" bukan hal yang singkat dan mudah. Para "cycle breaker" ini ditempa melalui berbagai luka yang justru hadir dari lingkungan terdekat mereka. Bagi seseorang yang pada akhirnya memutuskan untuk menjadi "cycle breaker", terdapat dua pilihan bagi mereka dalam melihat luka-luka tersebut. Pertama, menjadikan luka sebagai beban serupa gumpalan awan tebal dan hitam, yang ditanggungnya kemanapun dan kapanpun seumur hidup. Atau kedua, mengubah luka menjadi "kendaraan" yang mampu meringankan langkahnya serta menebarkan hal positif ke lingkungan sekitarnya.
Lalu, apa sajakah langkah-langkah yang dapat ditempuh disaat kita telah memantapkan hati menjadi seorang "cycle breaker"?
- Kesadaran dan penerimaan
Menyadari bahwa ia dibesarkan dalam pola asuh yang tidak tepat merupakan langkah penting bagi seorang "cycle breaker". Dari rasa sadar inilah, titik awal proses dimulai. Selanjutnya, setelah tumbuh rasa sadar, seorang "cycle breaker" mulai dapat belajar untuk menerima dirinya secara utuh, tanpa penghakiman, secara terbuka menerima segala sisi dari dirinya baik maupun buruk, merangkul emosi yang dirasakan positif maupun negatif. Penerimaan diri membawa pada kedamaian dan ketenangan jiwa;
- Memaafkan
Memaafkan ialah bagian dari penerimaan itu sendiri. Perlu digarisbawahi bahwa memaafkan tidak sama dengan melupakan. Apabila luka fisik memiliki kemungkinan untuk sembuh sepenuhnya, bahkan hilang tak berbekas, maka tidak demikian halnya dengan luka batin. Luka batin tidak pernah benar-benar lenyap tanpa sisa. Dan tidak apa-apa jika memang sulit bagi seseorang dengan luka batin menyatakan bahwa ia belum pulih seutuhnya. Memaafkan bukan perkara mudah tentu saja. Proses seumur hidup ini membutuhkan kesadaran penuh untuk melepas segala perasaan negatif atas hal buruk yang dilakukan orang lain ke diri sendiri. Memaafkan tidak berarti bahwa kita memvalidasi tindakan yang salah. Keputusan untuk memaafkan sepenuhnya hadir atas pemahaman bahwa apapun yang orang lain lakukan, diri ini layak untuk bahagia.
- Membangun potensi diri yang positif
Salah satu tujuan mulia dari menjadi seorang "cycle breaker" ialah memberikan manfaat bagi lingkungannya. Dan tujuan ini tidak akan tercapai selama diri ini masih dipenuhi dengan energi dan pola pikir negatif. Menumbuhkan potensi diri yang positif dapat dimulai dari membiasakan diri untuk berfikir positif. Mudahkah untuk seseorang yang hadir dari lingkungan negatif membawa perubahan positif? Setelah bergumul dengan berbagai penerimaan, memaafkan dan kedamaian diri, upaya ini bukannya tidak mungkin. Seorang "cycle breaker" biasanya dibekali kecerdasan emosional yang baik. Kelebihan ini bisa menjadi modal bagi dirinya untuk lebih mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri, meningkatkan kepercayaan diri, mengatasi rasa tidak aman, meningkatkan kualitas diri melalui belajar hal-hal baru serta secara konsisten memperbaiki diri untuk menjadi versi yang lebih baik dari sebelumnya;
- Mengupayakan lingkungan yang suportif
Tidak jarang, orang-orang yang memberikan pengaruh positif datang dari luar lingkungan keluarga. Mereka bisa saja teman, sahabat, komunitas ataupun rekan kerja. Menciptakan relasi positif dapat melindungi seorang "cycle breaker" dari pengaruh-pengaruh buruk yang menghambat tujuan mereka. Penting bagi seorang "cycle breaker" memiliki lingkaran pergaulan yang mendukung, kemampuan komunikasi yang asertif dan menetapkan batasan dengan tegas. Bagi seorang "cycle breaker" yang ingin memiliki pasangan hidup, maka sangat penting untuk memastikan bahwa pasangannya tersebut memahami dan mempunyai kesamaan prinsip dan value satu sama lain.
       Menjadi "cycle breaker" merupakan pilihan hebat yang dapat diambil seseorang. Ia berkeinginan kuat untuk menyembuhkan diri sendiri, memeluk luka dari pengasuhan negatif orang-orang yang semestinya memberikan kasih sayang dan perlindungan, menyebarkan pengaruh positif bagi masyarakat dan lingkungannya dan yang terpenting ialah menghadirkan generasi lebih baik di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI