Mohon tunggu...
Ati Hidayati
Ati Hidayati Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Blog ini dibuat supaya saya banyak menulis. Jadi isinya tentang banyak hal yang berkaitan dengan saya, hidup saya, keilmuan saya, dan seterusnya. Semoga ada pelajaran yang bisa diambil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saya dan Suami

30 November 2015   03:30 Diperbarui: 30 November 2015   03:41 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami baru saja menikah tahun ini. Bulan tiga yang lalu. Usia saya 37 tahun, suami saya 27 tahun. Saya yang lebih tua, dengan jarak yang cukup jauh. Orang bilang saya dapat brondong. Hmm... Biarlah... Karena memang iya :D

Dugaan banyak orang, termasuk saya, sayalah yang akan lebih banyak ngemong, mengalah, dewasa, dan sebagainya. Ternyataaa... Suami saya ini istimewa. Biarpun usianya jauh lebih muda dari saya, tapi ia cukup dewasa dalam perilaku dan cara berpikir. Sangat bisa mengimbangi saya. Kami bahkan menjadi saling melengkapi.

Sebagai pendongeng, suami saya pintar sekali bercerita. Saya suka setiap kali ia menceritakan masa kecilnya di kampung halamannya di Barabai Kalimantan Selatan. Semasa kecil ia suka membantu orang tuanya menanam padi di sawah. Jadilah ia menceritakan kepada saya bagaimana serunya beraktivitas di sawah. Ia ceritakan trik menanam padi yang baik dan benar seakan suatu hari saya akan melakukannya dan jangan sampai melakukan kesalahan. Hihihi.. :D

Selain menanam padi, ada hal lain yang bisa dilakukan di sawah, yaitu menangkap Haruan. Ya, Haruan a.k.a ikan Gabus. Biasanya gabus bersembunyi di dalam lubang di sawah. Tapi harus hati-hati, karena lubang di sawah kemungkinannya ada dua, berisi Gabus atau ular!

"Kamu tahu enggak sayang, bagaimana cara membedakan lubang itu berisi Gabus atau ular?"

Saya menggeleng

"Caranya, rasakan suhu di permukaan lubang itu dengan tanganmu. Kalau panas, berarti isinya ular. Kalau dingin, isinya Gabus."

"Ooo..." saya mengangguk paham dalam kebingungan.

Terang saja saya bingung. Kalau lubangnya berisi ular, lalu tangan yang digunakan mengecek ke permukaan lubang keburu digigit ular, bagaimana? Kalau begitu saya lebih meilih makan saja daripada mencari Gabus di sawah. Hhee...

Atau, terkadang ia melakukan dengan cara yang berbeda. Jika ia ingin mendapat ikan pada esok hari, sore hari ini ia akan mencari bambu, membelahnya menjadi beberapa bagian lalu mengikatkan tali pancing berumpan di ujungnya. Entah bagaimana bentuknya, yang pasti katanya ia membuatnya dalam jumlah banyak. Lalu ia akan meletakkan semua bambu tersebut di beberapa tempat di sawah. Esok pagi ia tinggal mengecek. Jika ada bambu yang menghilang dari tempatnya, maka besar kemungkinan ada ikan yang tertangkap. Sebentar saja mencari di area tersebut akan ketemu bambu plus ikan yang tertangkap. Setelah selesai mengumpulkan ikan yang tertangkap, ia akan membawa pulang ikan tersebut. Biasanya sebagian dimasak Mamak, sebagian lagi dibagikan ke tetangga.

Cerita lain yang menarik adalah tentang aktivitasnya di hutan. Biasanya ia pergi ke hutan bersama Abah. Menanam terong hijau, cabai, kol atau yang lain. Tak jarang ia melakukannya sendiri. Jika ke hutan bersama Abah, hal yang asik mereka lakukan adalah membakar singkong disela kesibukan bercocok tanam. Mendengar cerita singkong bakar, saya teringat pernah membuat singkong bakar bersama teman-teman, dan hasilnya tidak enak.

"Aku enggak suka singkong bakar."

"Oh ya? Kenapa emangnya?"

"Sewaktu kuliah aku diajak bakar singkong oleh teman-teman. Setelah selesai dibakar, pas dimakan rasanya seperti belum matang. Hiiiyy..."

"Emang cara bakarnya gimana?"

"Bakar kayu, taruh singkong deh di atasnya."

"Itu sih salah teknik bakarnyaaa... Hahaha..."

Lalu ia menerangkan bagaimana cara ia dan Abah bisa membuat singkong bakar yang enak di hutan.. Singkongnya semacam dipendam dalam tanah lalu pembakaran dilakukan di atas singkong. Entahlah, saya tidak ingat lagi detilnya. Waktu itu saya hanya mengagumi lelaki yang sedang bercerita. Seperti ia berusia jauh di atas saya karena pengalamannya yang tak pernah habis diceritakan. 

Lain waktu ia bercerita keseruannya berenang di sungai bersama teman-teman masa kecilnya.

"Ajak aku ke semua tempat itu nanti ya, sayang."

"Ke sungai sudah enggak bisa. Sungai kami mengering."

"Yaaah... Ke hutan deh."

"Hmmm... Boleh. Tapi nanti dalam perjalanan pulang dari hutan, biasanya kamu diikuti banyak sekali nyamuk hutan yang besar-besar. Nyamuk itu enggak boleh ikut sampai rumah. Nanti rumah jadi banyak nyamuk." 

"Caranya gimana?"

"Beberapa meter sebelum sampai rumah, kamu berputar 360 derajat beberapa putaran. Berhenti, lalu lari ke rumah sekencang-kencangnya."

Hmm... Satu lagi hal baru yang saya tahu darinya. Kalau sudah begini biasanya saya tidak sabar menunggu diceritakan kembali kisah masa kecilnya. :)

Selain pandai bercerita, suami saya juga romantis. Senangnyaaa... :)

Pernah suatu hari sampai cukup larut ia belum juga pulang dari aktivitas mendongengnya yang dilanjutkan dengan rapat. Sebetulnya saya mengantuk, namun lebih memilih menunggunya dalam keadaan terjaga. Apalagi ketika ia mengabari sudah dalam perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, ia memeluk saya dan berterimakasih karena sudah menunggunya sampai ia tiba di rumah. 

"Iya, sayang. Sama-sama. Aku seneng kok menunggu kamu pulang." Jawab saya "Mau teh hangat?"

"Boleh. Tapi tolong lepaskan jaketku duluuu.."

Awalnya saya berpikir ia ingin bermanja-manja dilayani, karena biasanya ia membuka sendiri jaketnya. Namun ketika saya turunkan resleting jaketnya, ada setangkai bunga mawar merah menyembul dari balik jaket masih terbungkus plastik bening. Saya agak terpekik karena terkejut senang, dan ia tertawa senang karena kejutannya berhasil.

Pernah juga di tengah kesibukannya ia membetulkan lemari makan yang sudah bolong bagian belakangnya. Atau mencopot kawat nyamuk dan memasang yang baru ketika saya mengeluhkan banyaknya nyamuk karena kawat nyamuknya sudah sobek sana sini. Buat saya semua ini romantis.

Dibalik semua cerita itu, pernah juga kami berselisih paham. Apalagi di bulan-bulan pertama pernikahan. Kami berdua berusaha belajar dari banyak hal yang sudah dilewati. Suami saya sering bilang agar kami tidak lelah untuk saling mengingatkan dalam segala urusan, baik dunia maupun akhirat. Katanya, biarpun ia suami, ia perlu juga diingatkan jika salah. Dan sejauh ini menurut saya ia termasuk orang yang mau mendengar masukan dari siapa saja, termasuk dari saya. 

Kata romantis yang membuat saya terharu dan sering ia ucapkan adalah: "Semoga Allah menjodohkan kita dunia akhirat ya, sayang..."

Aamiin... ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun