Hari ini aku bertanya pada seorang murid.
“Apakah kamu senang jika bulan Ramadhan datang?”
“Oya! Sangat suka!” jawabnya dengan penuh semangat.
Aku penasaran dengan semangat empat puluh limanya. Kira-kira apa yang diketahui oleh seorang anak kecil kelas satu SD tentang bulan puasa?
“Wah, semangat sekali! Coba kamu sebutkan hal yang kamu suka ketika bulan puasa tiba!”
Dengan wajah polos dia menjawab, ”Kalau berbuka pasti ada es buah, aku minta makanan kesukaan pasti dituruti mama. Ada lagi, yaitu dapat ang pau saat Lebaran.”
Akupun tersenyum. Semua pasti senang dengan ang pau Lebaran.
Melintas dalam pikiranku. Sebenarnya sejak kapan ada kebiasaan memberi ang pau saat Lebaran?
Menurut seorang budayawan, berbagi ang pau pada hari Lebaran bukan budaya asli Islam, melainkan budaya asli China yang telah berbaur dengan budaya kita. Namun jangan salah, bangsa Arab juga mengenal berbagi ang pau pada hari raya. Tradisi ini disebut eidiyah, yaitu tradisi berbagi hadiah setelah salat Idul Fitri atau Idul Adha.
Tradisi eidiyah berkembang pada abad pertengahan, saat kekhalifahan Fatimiyah. Kala itu, pada hari pertama Idul Fitri. Khalifah Fatimiyah membagi-bagikan permen, uang, dan pakaian kepada anak-anak dan orang tua. Kebiasaan ini terus berlangsung hingga akhir kepemimpinan Ottoman, bentuknya tidak lagi berupa permen dan pakaian, melainkan uang tunai dengan pecahan kecil-kecil. Pada perkembangan selanjutnya, eidiyah tidak saja berupa uang tunai tetapi ada juga orang tua yang memberikannya dalam bentuk pakaian dan barang mewah lainnya.
Terlepas dari sejarah ang pau, berbagi hadiah dan saling memberi dalam bentuk apa pun telah ada sejak dalam zaman Rasulullah. Menurut Rasulullah saw. saling memberi akan mendatangkan kebahagiaan kepada setiap orang.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah saw. bersabda,
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” (HR. Al Bukhari).
Dalam hadis yang juga diriwayatkan Al Bukhari, Rasulullah saw. bersabda,
“Wahai para wanita kaum Muslimin, janganlah ada seorang tetangga meremehkan pemberian tetangga yang laian sekalipun ia (pemberian tersebut) berupa ujung kuku unta.” (HR. Al Bukhari).
Berdasarkan hadis tersebut, pemberian hadiah dalam bentuk apa pun tetap harus kita hargai sebagai bentuk rasa saling mengasihi, apalagi pada hari raya di saat umat Islam merasa bahagia. Jadi, tidak salah jika sebagai orang tua tentu ingin membahagiakan anak dengan memberi hadiah, baik berupa ang pau, baju, smartphone, atau barang mewah lainnya.
Sayangnya ada beberapa kesalahan yang lita lakukan saat memberikan ang pau atau hadiah lebaran lainnya, Apa sajakah itu?
1. Memberi ang pau Sama Rata Tanpa Membedakan Usia Anak.
Maksud pemberi tentunya menghindari keruwetan saat pembagian. Namun jika uang 5000 rupiah diberikan kepada anak lima tahun tentu berbeda nilainya diberikan kepada anak usia 12 tahun.
2. Orang Tua Bersikap Masa Bodoh dengan ang pau Diterima Anak.
Selama ini orang tua menganggap hadiah untuk anak adalah hak anak. Mereka tidak bertanya lebih lanjut tentang hadiah itu. Seharusnya, orang tua dapat mengajarkan kepada anak cara memanfaatkan hadiah, seperti menabung di celengan untuk membeli barang yang diinginkan atau menjaga hadiah yang diperoleh jika berupa barang.
3. Menjelaskan Maksud Pemberian Hadiah.
Anak dapat diberi penjelasan bahwa kakek memberi ang pau karena kakek baru saja dapat rezeki. Dengan penjelasan ini, anak tidak kecewa jika tahun depan kakek tidak memberikan ang pau.
Penjelasan bisa juga dengan kata-kata, misalnya “Kakak memberi hadiah ini karena adik puasanya penuh satu bulan, walaupun hanya setengah hari.”
Dengan cara ini, anak lebih bersemangat dan lebih giat berpuasa pada Ramadhan tahun depan. (Ed. Saheeda Noor)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI