Melihat Cahaya hanya diam tak berkutik, aku menganggap kesalahanku sangat fatal dan memang ini salahku.
Aku berdiri hendak menariknya dalam dekapan, tapi tak berani karena dia tak menginginkan aku lagi.
"Setiap aku bertengkar selalu aku merasa bersalah bahkan."
"Aku tau kamu juga menyalahkan dirimu, tak seperti biasa. Maaf jika aku hanya pengaruh buruk untukmu."
"Tapi entah mengapa aku menduga sikapmu berubah semenjak beban dalam benakmu memuncak. Kau seakan bisa simpan sendiri tetapi tanpa sadar kau menyakiti diri sendiri dan juga pasanganmu."
"Aku selalu diam di saat menyepelekan suatu hal karena aku tahu kau tak bermaksud seperti itu."
"Aku selalu sabar saat kau pernah berkata tak ingin merayakan hari spesial karena tak ada gunanya dihitung. Aku tetap sabar meskipun kecewa namun diam diam merayakan sendiri."
"Saat kau menutupi masalah dengan sabar juga aku menunggu ceritamu, meskipun ada rasanya ingin memaksa."
"Tapi mengapa Cahaya, kenapa semua kesalahan dilimpahkan kepadaku?"
"Ah seharusnya sedari awal kita tak usah kenal, bukan menyesal hanya saja bukankah terbaik adalah aku tak mencari alasan binarmu selalu bersinar dekatku dan kau juga seharusnya pergi agar sinar itu menghilang sendiri."
Cahaya masih tak memberi tanggapan apapun. Aku tidak tahu apa yang dibicarakan pikirkan dan hatinya, namun aku bisa menebak dia juga rapuh.