Ketika keperjakaan & keperawanan menjadi hal yang langka
Judul tulisan ini dibuat untuk memperingati 1 Desember sebagai hari AIDS sedunia. Virus HIV sebagai penyebab penyakit AIDS, menjangkiti seseorang hanya ketika terjadi pertukaran/masuknya cairan sperma/vagina, darah, & ASI dari orang yang terjangkit AIDS kepada orang yang sehat. Oleh karena itu cara yang memungkinkan penyebaran AIDS kepada orang lain adalah 1)masuknya cairan sperma/cairan vagina penderita AIDS ke tubuh orang sehat melalui seks bebas, 2)masuknya darah penderita AIDS ke tubuh orang sehat melalui penggunaan obat terlarang & alat medis yang tidak steril, 3)masuknya cairan ASI (Air Susu Ibu) penderita AIDS ke tubuh bayi/orang sehat, 4) faktor keturunan yakni bayi yang dikandung oleh ortu yang terinveksi virus HIV. Dari beberapa cara tersebut yang dibahas di sini adalah penyebaran virus HIV melalui seks bebas. Jika kita berbicara seks bebas, maka itu artinya jika seseorang melakukannya berarti orang tersebut menghilangkan keperjakaan/keperawanannya. Bagi para pria yang melakukannya, tentu akan sulit mendeteksi apakah dia masih perjaka/tidak, tetapi dengan suatu alat tertentu kita masih dapat mengetahuinya. Berbeda dengan perempuan, kita dapat mengetahui orang tersebut masih perawan/tidak saat malam pertama dilakukan (tentunya hanya untuk mereka yang baru menikah) atau dengan memeriksakan dirinya pada pihak medis yang berwenang melakukannya.
Seksualitas, sampai kapanpun & di manapun, akan menjadi hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan & bahkan dilakukan. Kebanyakan orang tidak akan memungkiri bahwa seksualitas adalah suatu dorongan & kebutuhan biologis yang tidak bisa ditahan/dihilangkan ketika sudah muncul secara alami/sesuai waktu biologisnya. Meskipun begitu, seseorang masih dapat mengendalikan dorongan biologis tersebut ketika kondisi mentalnya sudah matang atau bisa juga menekan/menghilangkan dorongan biologis tersebut melalui tindakan medis tertentu (kimia/operasi).
Sebagai gambaran, bayangkanlah kita sedang berada di suatu tempat yang sepi & nyaman serta dengan suasana yang membangkitkan gairah, tiba-tiba muncul seseorang yang menarik perhatian kita karena berwajah rupawan & bertubuh menawan, mendekati & menggoda kita. Tujuan orang tersebut adalah membuat kita jatuh ke pelukannya & selanjutnya melakukan hal-hal yang tidak perlu kita katakan di sini, tetapi cuma kita tebak & bayangkan saja apa yang akan dilakukan oleh kebanyakan pria & perempuan yang sedang bergairah di tempat sepi ketika berdekatan satu sama lain meskipun bukan suami istri. Dari sini dapat kita tebak bahwa kebanyakan orang akan melakukan "hal itu". Tetapi hanya sejumlah kecil orang, sebagai pengecualian, yang yang tidak melakukannya. Orang yang dengan kesadarannya mampu mengendalikan dirinya agar tidak mudah tergoda melakukan hal terlarang tersebut adalah golongan orang yang memiliki kematangan mental sedangkan golongan orang yang dorongan biologisnya telah ditekan/dihilangkan adalah golongan orang yang tidak berhasrat karena pengaruh tindakan medis.
Dorongan biologis seperti itu memang sulit ditahan & dikendalikan ketika situasi & kondisinya mendukung. Hal ini karena ketika melakukan "hal itu", kita akan merasakan kenikmatan yang dapat membuat kita terbang melayang, memunculkan perasaan senang, suka ria & bahagia di hati, serta membuat kita serasa di surga. "Hal itu" kita lakukan untuk menyalurkan & melampiaskan hasrat batin kita sebagai perwujudan saling memberi & menerima kasih sayang antara pria & perempuan yang saling menginginkan. Ketika "hal itu" kita lakukan, rasanya kita ingin mengerahkan seluruh tenaga kita untuk membuat hasrat yang sedang membara mencapai titik puncaknya hingga pada akhirnya padam dengan perasaan puas & bahagia. Di sini kita tidak perlu munafik bahwa disangkal/tidak, dorongan biologis ini adalah bersifat alami & ini-lah yang membuat manusia & makhluk hidup lainnya dapat beranak-pinak serta melanjutkan keturunannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Coba kalau tidak ada dorongan biologis untuk melanjutkan keturunan ini, maka dapat dibayangkan, tidak akan ada makhluk hidup yang tersisa di bumi ini.
Lalu kita akan berpikir bahwa, jika dorongan biologis untuk melanjutkan keturunan adalah bersifat alami maka apanya yang salah? Bukankah tidak ada yang salah jika kita menyalurkan hasrat & gairah kita pada lawan jenis? Bukankah kita melakukan "hal itu" atas dasar "suka sama suka" & "mau sama mau"? Sehingga tidak ada orang yang bisa melarangnya, apalagi jika "hal itu" dilakukan di tempat yang sepi/tersembunyi/tidak ada orang yang tahu. Kalaupun ada akibat buruk dari melakukan "hal itu", bukankah yang menanggungnya adalah diri kita sendiri & bukan orang lain? Serta apa hubungan tulisan ini dengan gerakan memajukan Indonesia? Beberapa pertanyaan di atas seolah-olah benar & jika pertanyaan itu ditujukan kepada kita, maka di antara kita tentu ada yang menjawab bahwa untuk apa juga kita mencampuri urusan orang lain & menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kita jawab dulu pertanyaan mengapa kita ikut campur terhadap hal ini. Untuk hal-hal pribadi yang sifatnya tidak berhubungan dengan orang banyak & bukan merupakan tindakan kriminal, maka kita tidak perlu ikut campur.
Tetapi jika berhubungan dengan pelanggaran norma-norma yang berlaku seperti hal-hal tentang kesusilaan, maka kita perlu ikut campur, minimal mendoakan/membencinya, serta mengingatkan & melarangnya jika kita mampu melakukannya. Hal ini karena, bagaimanapun, pelanggaran kesusilaan akan berakibat buruk pada masyarakat, entah itu berupa kemerosotan moral masyarakat atau berupa penyebaran penyakit AIDS & berbagai penyakit lain sebagai akibat dari pergaulan bebas, secara lebih cepat & lebih mudah.
Katakanlah dengan kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi, para pelaku pergaulan bebas semakin sadar akan bahaya AIDS & mengetahui cara menghindar & menjaga diri dari terjangkit penyakit AIDS, maka tentunya mereka akan menggunakan alat kontrasepsi, tidak mudah bergonta-ganti pasangan dalam berhubungan intim, menghindari "jajan sembarangan", & tidak menggunakan alat suntik untuk obat-obatan terlarang secara bergantian. Jika seperti itu, maka sebenarnya mereka telah membatasi diri dari bergaul secara bebas & menyadari bahwa pergaulan bebas mengandung resiko & kerugian yang terlalu besar dibanding manfaat & kenikmatan yang diperoleh. Tapi seolah mereka terjebak oleh pemikiran yang sempit/sesat sehingga mereka tetap melakukan pergaulan bebas tersebut meskipun mereka tahu apa akibat buruk dari melakukan "hal itu" secara bebas. Karena hal ini, keperjakaan & keperawanan seolah mudah dibeli dengan bujuk rayu kenikmatan sesaat/harta benda yang tidak seberapa jika dibanding kehormatan & harga diri sebagai seorang perjaka & perawan yang menjaga dirinya dengan baik. Hal ini sebagai dampak dari semakin bebasnya pergaulan karena kemajuan IPTEK tanpa disaring terlebih dahulu sehingga membuat gaya hidup bebas yakni menyerahkan keperjakaan & keperawanan kepada orang lain tanpa pernikahan dapat dengan mudah dilakukan & ditiru orang lain.
Katakanlah sangat sulit untuk menjaga diri agar tetap perjaka & perawan di dunia gemerlap & serba bebas, maka bagi yang belum ternoda, kita bisa menghindari dunia yang dapat menjerumuskan kita pada perbuatan terlarang tersebut. Tapi jika kita tidak bisa melakukannya, maka kita bisa membatasi pergaulan kita agar tidak terlalu bebas & mengarah pada perbuatan itu. Tidak mengapa jika kita dikata-i sok suci, sok benar, sok alim, sok baik, & sok-sok-an yang lain, asalkan kita tetap mempertahankan kehormatan & harga diri kita dengan tetap menjaga keperjakaan & keperawanan kita. Perlakuan, sikap, & kata-kata orang lain yang memojokkan & merendahkan kita tidak ada artinya jika yang kita pertahankan adalah hal yang baik & benar karena semua yang kita lakukan itu justru akan berbalik & mengangkat kehormatan & harga diri kita suatu saat nanti.
Katakanlah kita akhirnya dijauhi oleh teman-teman kita, jika ini terjadi maka kita kenali lagi diri kita & berusaha tetap berlaku & bersikap seperti yang biasa kita lakukan sebelumnya, hanya saja untuk hal-hal prinsip tentang keperjakaan & keperawanan adalah harga pasti yang tidak bisa ditawar. Kita bebas bergaul sebebas-bebasnya dengan teman kita asalkan kita tetap memegang prinsip. Kita tetap bergaul bersama mereka dengan tetap memegang prinsip masing-masing, syukur-syukur mereka dapat tertarik & ikut bergabung ke kita yakni dengan keluar dari pergaulan bebas tersebut. Kalau mereka tidak bersedia, maka kita hargai itu & kita tidak perlu memaksa mereka, begitupun sebaliknya. Jika kita tidak bersedia bergabung dengan mereka untuk melakukan pergaulan bebas, maka mereka pun harus menghargai & tidak memaksa kita.
Perbuatan baik memang awalnya sulit & tidak mengenakkan bagi yang baru pertama kali melakukannya, tapi lama-kelamaan akan terasa manis & bahkan semakin meninggikan kehormatan & harga diri kita serta membuat kita menjadi orang yang mulia. Tetapi berbanding terbalik ketika hal itu adalah perbuatan buruk, awalnya mudah & menyenangkan ketika pertama kali melakukannya, tapi lama kelamaan akan terasa pahit & bahkan semakin merendahkan kehormatan & harga diri kita serta membuat kita menjadi orang yang hina. Contohnya pergaulan bebas, pertama kali melakukannya memang sangat menyenangkan, di mana kita dapat bergonta ganti pasangan serta dapat menikmati kelezatan & indahnya bercinta dengan pasangan tanpa ikatan, tapi lama kelamaan ketika kita mencapai puncaknya, dimulailah titik balik menuju titik terendah sebagai siklus kehidupan, yang awalnya terlihat indah & nikmat menjadi terlihat buruk & membawa derita karena terjangkit penyakit AIDS. Berbeda dengan perbuatan baik, awalnya memang sulit & tidak menyenangkan ketika kita diremehkan, direndahkan, dipandang sinis serta dianggap munafik karena menjaga keperjakaan & keperawanan kita di tengah orang yang bergaul secara bebas, tapi lama kelamaan jika kita tetap bertahan & berpegang pada prinsip kita, maka semua hal itu akan berbalik & apa yang kita lakukan tersebut justru akan menyelamatkan diri kita dari akibat buruk pergaulan bebas.
Penyaluran & pelampiasan hasrat biologis kepada lawan jenis sebagai bentuk dari dorongan biologis untuk melanjutkan keturunan bukanlah kesalahan/hal yang menjadi permasalahan, tetapi merupakan hal wajar & alamiah selama dilakukan dengan cara & jalan yang baik & benar. Secara alamiah setiap orang memiliki dorongan & kebutuhan biologis yang harus dipenuhi agar dapat melangsungkan hidupnya & melanjutkan keturunannya. Tetapi para pelaku pergaulan bebas berpikir sempit/bahkan berpikir sesat & berangapan bahwa pergaulan bebas adalah cara paling menyenangkan & memberi kenikmatan yang lebih. Tetapi dalam pergaulan bebas tidak ada jaminan pasangan intim kita harus bertanggung jawab terhadap segala resiko pergaulan bebas. Yang ada hanyalah mengumbar kesenangan & kenikmatan sesaat.
Para pelaku pergaulan bebas menutup mata/mengabaikan segala resiko & akibat buruk pergaulan bebas. Sehingga pergaulan bebas bukanlah penyaluran & pelampiasan hasrat yang tepat untuk memenuhi dorongan & kebutuhan biologis tersebut, mengingat terlalu besarnya resiko yang tidak sebanding dengan manfaat & kenikmatan yang diperoleh. Hanya melalui ikatan pernikahanlah dorongan & kebutuhan biologis tersebut dapat dipenuhi dengan cara & jalan yang baik & benar untuk meminimalkan/menghilangkan akibat buruk seperti yang ada di dalam pergaulan bebas. Melalui ikatan pernikahanlah seseorang mendapat jaminan hukum & keabsahan dalam menjalani kehidupan berumah tangga dengan lawan jenis.
Jika seperti itu, maka akan muncul pertanyaan, bagaimana bersenang-senang dengan banyak perempuan tapi tanpa terjerumus dalam pergaulan bebas? Sebenarnya ada cara & jalan yang dibolehkan untuk hal itu yakni melakukan poligami. Penulis termasuk orang yang menyuarakan poligami sebagai jalan untuk memenuhi hasrat pria yang ingin memiliki perempuan lebih dari satu. Jika para pembaca ada yang tertarik untuk berpoligami, maka bergabunglah dengan penulis untuk menyuarakan poligami yang bisa pembaca lihat di http://duniataufiq.blogspot.com. Penulis akan membela para pelaku poligami, asalkan mereka dalam posisi yang benar & bertanggung jawab.
Karena penulis berpikir lebih baik berpoligami daripada berselingkuh/melakukan pergaulan bebas yang beresiko tinggi. Calon pelaku poligami tidak perlu segan jika banyak yang tidak setuju dengan pernikahan poligami, karena poligami adalah pilihan & poligami dilakukan tanpa paksaan yakni tanpa memaksakan kehendak orang lain agar bersedia melakukan poligami. Jika seseorang tidak mau dipoligami, maka kita cari lagi orang lain yang bersedia dipoligami. Tapi bagaimana jika kita terlalu mencintai seseorang sedangkan orang tersebut tidak mau dipoligami? Jika kita terlalu condong pada perempuan tersebut, maka kita harus rela melepaskan perempuan-perempuan yang lain agar bisa menikah dengan perempuan yang kita cintai tersebut secara monogami. Tapi jika kita tidak condong pada perempuan tersebut, maka kita harus rela melepaskannya walaupun kita masih mencintainya agar bisa menikah dengan beberapa perempuan lain yang bersedia dipoligami.
Kita kembali lagi pada persoalan pergaulan bebas. Jikalau ada yang beralasan bahwa "hal itu" dilakukan atas dasar suka sama suka & mau sama mau, maka orang lain tidak punya hak untuk melarang. Kita sebagai orang lain bagi para pelaku pergaulan bebas memang tidak punya hak mencampuri urusan pribadi mereka, tetapi kita punya kewajiban untuk menjaga pelanggaran kesusilaan yang dilakukan secara terang-terangan, karena hal itu tidak saja mengganggu & merusak ketertiban tetapi juga bisa menjadi pemicu timbulnya penyakit jasmani/rohani/sosial yang dapat menular kepada orang lain seperti penyakit kelamin, AIDS, aborsi, penelantaran anak, kemerosotan moral, dsb. Meskipun yang menanggung akibat buruk pergaulan bebas adalah para pelakunya sendiri tetapi orang lain di sekitar para pelaku tersebut juga akan terkena dampak perbuatan buruk tersebut, yakni terancam tertular penyakit jasmani/rohani/sosial seperti yang telah disebut di atas sehingga kita sebagai orang lain bagi para pelaku pergaulan bebas tersebut perlu waspada & kalau perlu mengantisipasi akibat buruk pergaulan bebas.
Lalu apa hubungan tulisan ini dengan gerakan memajukan Indonesia? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita bahas dahulu pertanyaan yang muncul dari orang-orang yang terlanjur tercebur dalam pergaulan bebas yakni apa yang harus dilakukan mereka agar terbebas dari pergaulan bebas/minimal terbebas dari ancaman penyakit jasmani/rohani/sosial? Yang pelu dilakukan adalah terus mengingat akibat terburuk dari pergaulan bebas kemudian secara bertahap mengurangi atau bahkan menghentikan perbuatan terlarang yang pernah dilakukan & yang terpenting adalah membatasi pergaulan agar tidak terlalu bebas & bergaul dengan orang-orang yang membawa pengaruh positif.
Kita beralih pada jawaban untuk pertanyaan di awal paragraf ini yakni hubungan tulisan ini dengan gerakan memajukan Indonesia, tulisan ini bermaksud untuk memberikan gambaran & penyadaran bahwa masalah sosial seperti kerusakan moral akibat pergaulan bebas dapat menghambat kemajuan masyarakat yang ujung-ujungnya akan menghambat kemajuan Indonesia pada umumnya. Jadi harapannya setelah membaca ini, kita dapat menjadi lebih sadar akan dampak buruk dari pergaulan bebas yang dapat menimbulkan penyakit jasmani/rohani/sosial seperti yang telah disebutkan di atas yang hanya menimbulkan masalah sosial yang akan membuat kita tertahan & sibuk mengatasi masalah ini, padahal seharusnya kita bergerak maju untuk membangun Indonesia agar bisa segera menjadi negara yang makmur sentosa & berdaulat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H