Mohon tunggu...
Athhar Razan Ranjana
Athhar Razan Ranjana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

motret

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Terjerumus Hidup Konsumtif, Gen-Z Terjerat Pinjol

14 November 2024   09:08 Diperbarui: 14 November 2024   11:04 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terjerumus Hidup Konsumtif, Gen Z Terjerat Pinjol

Di tengah era digital yang kian memudahkan segala hal, termasuk berbelanja, kebutuhan akan barang-barang konsumtif semakin meningkat, terutama di kalangan Generasi Z. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, aplikasi e-commerce kini menyediakan berbagai fitur yang menarik, seperti paylater, yang memungkinkan pengguna untuk berbelanja tanpa harus membayar langsung. 

Selain itu, kemudahan pinjaman online (pinjol) juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para generasi muda yang ingin memenuhi gaya hidupnya. Sayangnya, fitur-fitur ini sering kali justru menjadi bumerang bagi mereka, membuat mereka terjerat dalam lingkaran utang yang sulit diatasi.

Kebutuhan untuk tampil trendi, menggunakan produk terbaru, dan selalu mengikuti tren membuat sebagian Gen Z terjebak dalam pola hidup konsumtif. Di media sosial, mereka sering kali melihat influencer atau selebritas yang menunjukkan barang-barang mewah, mulai dari pakaian, gadget, hingga aksesori yang membuat mereka merasa 'harus' memilikinya juga. 

Munculnya fasilitas paylater dan pinjol menjadi solusi instan bagi mereka yang tidak memiliki cukup uang saat ini tetapi ingin segera mendapatkan barang yang diinginkan. Namun, fasilitas ini tidak selalu memberikan kenyamanan jangka panjang; tanpa perencanaan yang matang, penggunanya bisa tenggelam dalam utang.

Salah satu contohnya adalah cerita dari seorang mahasiswa yang, pada awalnya, hanya ingin mencoba fitur Shopee PayLater. "Saya tertarik untuk mencoba fitur ini karena banyak teman yang sudah menggunakannya, dan saya pikir bisa melunasi tagihan dengan uang jajan dari Papa," katanya. 

Pada awalnya, semua tampak terkendali. Ia membeli beberapa barang kecil yang dianggapnya tidak akan menjadi beban. Namun, seiring waktu, keinginan untuk terus membeli barang-barang baru semakin besar.

Gaya hidup konsumtif semakin menguasainya, mendorongnya membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu ia butuhkan. "Setiap kali ada promo atau diskon, rasanya sulit menahan diri untuk tidak membeli. 

Awalnya barang-barang kecil, tapi lama-lama tagihan mulai menumpuk," jelasnya. Pada saat itu, ia masih berpikir bahwa pengeluaran tersebut bisa ditutupi dengan uang jajan. Namun, kebiasaan berbelanja secara impulsif membuatnya terus memanfaatkan fitur paylater hingga tagihannya sulit dilunasi.

Ketika jatuh tempo sudah di depan mata, ia mulai merasakan tekanan. Uang jajan dari orang tuanya yang semula dianggap cukup ternyata tidak lagi mampu menutupi utang yang terus bertambah. Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari jalan pintas dengan mengambil pinjaman online dari beberapa aplikasi berbeda.

 "Saya berpikir, dengan meminjam dari aplikasi lain, saya bisa melunasi tagihan Shopee PayLater. Tapi ternyata saya justru terjebak dalam lingkaran utang yang lebih besar," ujarnya.

Keputusannya untuk mengambil pinjaman online demi melunasi satu utang malah membuat situasi semakin buruk. Ia harus menggali 'lubang' baru untuk menutupi 'lubang' lama, dan semakin banyak aplikasi pinjaman online yang digunakannya, semakin besar bunga yang harus ia bayar. 

Akhirnya, ia mulai menerima peringatan dari aplikasi-aplikasi tersebut yang mengharuskannya membayar tagihan segera. "Saya mulai takut dan cemas setiap kali menerima pesan peringatan. Tapi puncaknya adalah ketika debt collector mendatangi rumah," katanya sambil menghela napas panjang.

Kedatangan debt collector membuatnya merasa malu dan takut, serta membuat keluarga mengetahui masalah yang selama ini ia sembunyikan. "Keluarga saya akhirnya tahu dan sangat kecewa.

 Papa saya sangat marah, tapi akhirnya mereka menyadari bahwa saya butuh bantuan untuk menyelesaikan masalah ini," lanjutnya. Bagi keluarganya, masalah ini tidak hanya memengaruhi kondisi finansial, tetapi juga kepercayaan yang selama ini mereka berikan padanya.

Kini, ia dan keluarganya bekerja sama dengan pihak ketiga yang membantu mengelola dan merestrukturisasi utangnya. Dengan bantuan tersebut, jadwal pembayaran kembali diatur ulang dan pihak ketiga juga bertugas menangani komunikasi dengan para debt collector agar mereka tidak lagi mendatangi rumah. "Bekerja sama dengan pihak ketiga ini membuat saya merasa lebih tenang. Saya masih punya banyak utang yang harus dilunasi, tapi setidaknya ada harapan untuk menyelesaikan semuanya perlahan-lahan," ungkapnya.

Belajar dari pengalaman ini, ia menyadari betapa pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak. Ia kini menyesal telah mengikuti gaya hidup konsumtif dan impulsif yang tidak terkontrol. "Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa membeli barang-barang mewah tanpa perhitungan yang matang hanya akan membuat masalah. Saya harap, ke depan, saya bisa lebih bijak dan tidak mudah tergoda oleh tren atau keinginan sesaat," tambahnya dengan penuh penyesalan.

Kasus ini hanyalah salah satu dari banyak kasus serupa di kalangan Gen Z yang terlilit utang akibat gaya hidup konsumtif dan kemudahan pinjaman online. Perkembangan teknologi yang memungkinkan fasilitas paylater dan pinjol memang mempermudah hidup, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, fasilitas ini dapat menjadi jeratan finansial yang sulit diatasi.

Para ahli mengingatkan bahwa pengelolaan keuangan adalah hal penting yang perlu diajarkan sejak dini. Bukan hanya tentang berapa banyak uang yang dimiliki, tetapi bagaimana mengelolanya dengan bijaksana agar tidak terjerat dalam utang yang mengganggu kesejahteraan. 

Artikel ini menjadi pengingat bagi kita semua, khususnya Gen Z, untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan fasilitas paylater dan pinjaman online, serta pentingnya mengatur pengeluaran agar tidak terjerumus dalam gaya hidup konsumtif yang akhirnya menimbulkan masalah besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun