Mohon tunggu...
Athhar Razan Ranjana
Athhar Razan Ranjana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

motret

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Terjerumus Hidup Konsumtif, Gen-Z Terjerat Pinjol

14 November 2024   09:08 Diperbarui: 14 November 2024   11:04 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keputusannya untuk mengambil pinjaman online demi melunasi satu utang malah membuat situasi semakin buruk. Ia harus menggali 'lubang' baru untuk menutupi 'lubang' lama, dan semakin banyak aplikasi pinjaman online yang digunakannya, semakin besar bunga yang harus ia bayar. 

Akhirnya, ia mulai menerima peringatan dari aplikasi-aplikasi tersebut yang mengharuskannya membayar tagihan segera. "Saya mulai takut dan cemas setiap kali menerima pesan peringatan. Tapi puncaknya adalah ketika debt collector mendatangi rumah," katanya sambil menghela napas panjang.

Kedatangan debt collector membuatnya merasa malu dan takut, serta membuat keluarga mengetahui masalah yang selama ini ia sembunyikan. "Keluarga saya akhirnya tahu dan sangat kecewa.

 Papa saya sangat marah, tapi akhirnya mereka menyadari bahwa saya butuh bantuan untuk menyelesaikan masalah ini," lanjutnya. Bagi keluarganya, masalah ini tidak hanya memengaruhi kondisi finansial, tetapi juga kepercayaan yang selama ini mereka berikan padanya.

Kini, ia dan keluarganya bekerja sama dengan pihak ketiga yang membantu mengelola dan merestrukturisasi utangnya. Dengan bantuan tersebut, jadwal pembayaran kembali diatur ulang dan pihak ketiga juga bertugas menangani komunikasi dengan para debt collector agar mereka tidak lagi mendatangi rumah. "Bekerja sama dengan pihak ketiga ini membuat saya merasa lebih tenang. Saya masih punya banyak utang yang harus dilunasi, tapi setidaknya ada harapan untuk menyelesaikan semuanya perlahan-lahan," ungkapnya.

Belajar dari pengalaman ini, ia menyadari betapa pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak. Ia kini menyesal telah mengikuti gaya hidup konsumtif dan impulsif yang tidak terkontrol. "Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa membeli barang-barang mewah tanpa perhitungan yang matang hanya akan membuat masalah. Saya harap, ke depan, saya bisa lebih bijak dan tidak mudah tergoda oleh tren atau keinginan sesaat," tambahnya dengan penuh penyesalan.

Kasus ini hanyalah salah satu dari banyak kasus serupa di kalangan Gen Z yang terlilit utang akibat gaya hidup konsumtif dan kemudahan pinjaman online. Perkembangan teknologi yang memungkinkan fasilitas paylater dan pinjol memang mempermudah hidup, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, fasilitas ini dapat menjadi jeratan finansial yang sulit diatasi.

Para ahli mengingatkan bahwa pengelolaan keuangan adalah hal penting yang perlu diajarkan sejak dini. Bukan hanya tentang berapa banyak uang yang dimiliki, tetapi bagaimana mengelolanya dengan bijaksana agar tidak terjerat dalam utang yang mengganggu kesejahteraan. 

Artikel ini menjadi pengingat bagi kita semua, khususnya Gen Z, untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan fasilitas paylater dan pinjaman online, serta pentingnya mengatur pengeluaran agar tidak terjerumus dalam gaya hidup konsumtif yang akhirnya menimbulkan masalah besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun