Mohon tunggu...
athaya syifa
athaya syifa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

^Mengenal diri sendiri adalah awal dari sebuah kebijaksanaan^

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dampak Perilaku Cabut Terhadap Perilaku Siswa: Analisis, Penyebab dan Solusi

28 Januari 2025   18:10 Diperbarui: 28 Januari 2025   18:10 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cabut adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku siswa yang meninggalkan kelas atau pelajaran tanpa izin dari guru atau pihak sekolah. Tindakan ini sering dilakukan untuk menghindari materi pelajaran yang dianggap tidak menarik atau sulit diikuti. Fenomena cabut ini banyak ditemui di berbagai jenjang pendidikan. Pada dasarnya, cabut mencerminkan sikap tidak menghargai waktu dan kesempatan yang diberikan untuk belajar.

Siswa yang melakukan cabut cenderung merasa bahwa mereka tidak mendapatkan manfaat yang cukup dari mengikuti pelajaran, atau merasa bahwa materi yang diajarkan tidak sesuai dengan minat atau kemampuan mereka. Dalam beberapa kasus, alasan ketidakhadiran ini bisa disebabkan oleh masalah pribadi, seperti gangguan emosional atau masalah sosial di sekolah. Namun, yang lebih sering terjadi adalah siswa yang tidak merasa adanya tekanan atau konsekuensi dari tindakan cabut ini.

Perilaku cabut yang berulang bisa menimbulkan dampak buruk, baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi teman-temannya yang tetap mengikuti pelajaran. Menghindari pelajaran berarti siswa kehilangan kesempatan untuk belajar, berinteraksi dengan teman-teman, dan mempersiapkan diri untuk ujian atau penilaian. Tindakan cabut juga dapat menciptakan contoh yang tidak baik bagi siswa lain, yang kemudian bisa ikut terpengaruh dan melakukan hal yang sama.

Proses terjadinya cabut dimulai dari ketidaknyamanan atau kebosanan siswa terhadap pelajaran yang sedang berlangsung. Ketika siswa merasa materi yang diberikan tidak menarik atau sulit, mereka mulai mencari cara untuk menghindarinya. Biasanya, mereka merasa bahwa mengikuti pelajaran tidak memberikan banyak manfaat, sehingga mereka merasa tidak perlu berada di kelas. Tindakan ini sering kali terjadi secara bertahap, dimulai dengan mencari alasan kecil untuk keluar kelas, seperti pergi ke toilet, yang akhirnya berlanjut dengan meninggalkan kelas sepenuhnya.

Faktor sosial juga sangat memengaruhi proses terjadinya cabut. Siswa yang bergaul dengan teman-teman yang memiliki kebiasaan cabut cenderung lebih mudah terpengaruh. Dalam kelompok teman sebaya, cabut bisa dianggap sebagai sesuatu yang normal atau bahkan keren. Akibatnya, siswa yang awalnya tidak berniat cabut pun bisa ikut terpengaruh dan mulai mengikuti kebiasaan tersebut. Tekanan teman-teman yang juga melakukan cabut semakin memperburuk keadaan.

Jika tindakan cabut ini terus berlanjut, siswa cenderung merasa bahwa mereka tidak akan mendapat konsekuensi yang serius, sehingga kebiasaan ini menjadi lebih sering dilakukan. Ketika tidak ada pengawasan yang cukup atau guru yang tidak hadir, siswa merasa lebih leluasa untuk meninggalkan kelas. Hal ini semakin memperkuat pola perilaku cabut yang bisa berlarut-larut, mengganggu pembelajaran siswa tersebut, serta menyebabkan penurunan motivasi belajar.

Siswa yang melakukan cabut biasanya memiliki beberapa cara untuk meninggalkan kelas tanpa ketahuan oleh guru atau pengawas sekolah. Salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan memberikan alasan yang dianggap masuk akal, seperti pergi ke toilet, mengunjungi kantor guru, atau ke luar untuk menghirup udara segar. Setelah keluar dari kelas, siswa tidak kembali lagi, atau menghabiskan waktu di luar kelas dengan melakukan aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran.

Beberapa siswa juga merencanakan cabut secara berkelompok, di mana mereka saling memberi kode atau informasi tentang kesempatan untuk keluar kelas bersama. Kelompok teman sebaya sering kali menjadi faktor pendorong kuat bagi siswa untuk melakukan cabut, karena mereka merasa bahwa itu adalah sesuatu yang biasa dilakukan. Dalam hal ini, siswa yang awalnya tidak memiliki niat untuk cabut pun bisa dipengaruhi oleh teman-temannya yang sudah terbiasa melakukannya.

Selain itu, siswa yang tahu bahwa guru sedang tidak mengajar atau ada perubahan jadwal pelajaran lebih cenderung untuk meninggalkan kelas. Mereka merasa bahwa saat itu adalah kesempatan untuk cabut tanpa pengawasan atau pertanyaan dari pihak sekolah. Dengan mengetahui waktu-waktu tertentu di mana peluang untuk cabut lebih besar, siswa cenderung lebih berani mengambil tindakan tersebut.

Kronologi cabut dimulai dari ketidaktertarikan siswa terhadap pelajaran yang sedang diajarkan. Siswa yang merasa kesulitan memahami materi atau tidak tertarik pada pelajaran tertentu akan mencari cara untuk menghindar. Mereka mungkin mulai dengan meminta izin ke toilet atau pergi ke luar kelas dengan alasan tertentu. Begitu kesempatan muncul, siswa mulai meninggalkan kelas dengan tujuan untuk menghindari pelajaran yang mereka anggap tidak menyenangkan atau tidak penting.

Setelah meninggalkan kelas, siswa yang cabut seringkali menghabiskan waktu di luar kelas dengan kegiatan yang tidak berkaitan dengan pembelajaran, seperti bermain di kantin, ngobrol dengan teman-teman, atau bahkan pulang lebih awal. Mereka merasa bahwa mereka tidak akan mendapatkan konsekuensi serius jika tidak kembali ke kelas. Keadaan ini menyebabkan perilaku cabut menjadi suatu kebiasaan yang sulit dihentikan, terutama jika tidak ada tindakan tegas dari pihak sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun