by: Athaya Syifa Illahi
Di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah sebuah keluarga sederhana yang penuh kehangatan. Ayah, Ibu, dan seorang anak lelaki bernama Dimas. Dimas dikenal sebagai anak yang ceria dan penuh semangat. Namun, seperti halnya anak-anak lain, Dimas kadang-kadang membuat kesalahan.
Suatu hari, Dimas menemukan ponsel ayahnya tergeletak di meja ruang tamu. Rasa penasaran anak-anak membuatnya mengambil ponsel itu dan mencoba bermain-main dengannya. Dimas tahu ayahnya sangat menyayangi ponsel itu, terutama karena ponsel tersebut berisi data penting pekerjaan ayah. Namun, tanpa berpikir panjang, ia mengunduh beberapa game dan terus memainkannya sepanjang sore.
Saat ayah pulang dari bekerja, wajahnya tampak lelah. Setelah makan malam bersama, ayah memutuskan untuk membuka ponselnya. Namun, alangkah terkejutnya ia ketika melihat banyak aplikasi baru yang tidak dikenalnya, serta data yang hilang karena kehabisan memori.
"Dimas! Apa kamu menyentuh ponsel Ayah?" tanya ayah dengan nada tegas namun penuh keterkejutan.
Dimas terdiam. Rasa takut dan bersalah menyelimutinya. Ia tahu ayah sangat membutuhkan ponsel itu untuk bekerja. Perlahan ia mengangguk, "Maaf, Yah... Dimas cuma ingin main game, tapi nggak sengaja data Ayah terhapus."
Wajah ayah berubah, ada rasa kecewa yang sangat jelas terpancar. "Dimas, kamu tahu seberapa penting data itu untuk pekerjaan Ayah. Ayah sudah mempercayaimu untuk tidak mengutak-atik barang yang bukan milikmu."
Dimas menundukkan kepala, hatinya berat oleh rasa bersalah. Ia sadar betul bahwa kesalahannya kali ini bukan hal sepele. Ibu yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka, ikut berbicara, namun dengan lembut.
"Setiap orang pasti pernah membuat kesalahan, Ayah," ucap Ibu. "Yang penting adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan itu dan bertanggung jawab."
Ayah menarik napas panjang. "Baiklah, Dimas. Ayah akan coba memulihkan data itu, tapi kamu harus belajar dari kejadian ini. Jangan mengulangi lagi dan kalau kamu ingin sesuatu, katakanlah, jangan sembunyi-sembunyi."
Mendengar itu, air mata menetes di pipi Dimas. Ia merasa sangat bersalah. "Dimas janji, Yah. Dimas nggak akan ngelakuin lagi. Dimas bener-bener minta maaf."
Ayah tersenyum tipis, menepuk bahu Dimas dengan lembut. "Ayah memaafkanmu, Nak... yang penting, kamu sadar dan bertanggung jawab atas kesalahanmu."
Sejak hari itu, hubungan antara Dimas dan keluarganya semakin erat. Dari kesalahan itu, Dimas belajar arti pentingnya kepercayaan dan kejujuran dalam keluarga. Ia sadar, betapa beruntungnya memiliki keluarga yang selalu mengajarkan cinta dan pengertian, bahkan dalam kesalahan yang ia buat.
 Dimas, dengan sepenuh hati, bertekad untuk menjaga kepercayaan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H