Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Superioritas Bangsa Indonesia

22 Desember 2010   23:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat --

Menang, kemenangan, itulah yang dirindukan Bangsa Indonesia. Setelah sekian ratus tahun "dikalahkan" bangsa lain melalui apa yang namanya "penjajahan".  Kemudian setelah merdeka pun masih tetap menjadi bayang-bayang bangsa lain,  tetap dikalahkan dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, budaya, termasuk olah raga. Dalam sejarah peradabannya Bangsa Indonesia pernah memiliki superioritas, dan era kejayaan itu kini makin didambakan semua anak bangsa.

Bangsa Indonesia yang besar (bangsa terbesar ke-empat di dunia, berdasarkan jumlah penduduk, setelah Cina, India dan Amerika Serikat) merindukan kemenangan. Kini makin menyadari keberadaannya di tengah-tengah bangsa lainnya. Dalam pergaulan intermasional, bangsa Indonesia memang terkesan belum banyak mengambil peranan penting.

Keberadaannya acap kali dikesampingkan bangsa lainnya, termasuk bangsa-bangsa yang menjadi tetangga. Bangsa Malaysia, Bangsa Singapura, Bangsa Vietnam, Bangsa Laos, Bangsa Kamboja, Bangsa Filipina, Bangsa Thailand, Bangsa Timor Leste dan Bangsa Australia adalah bangsa-bangsa tetangga yang populasinya jauh lebih kecil. Bicara kuantitas Bangsa Indonesia adalah bangsa terbesar di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Sudah semestinya secara kualitas pun Bangsa Indonesia menjadi yang terbesar.

Belajar dari Malaysia

Bangsa Malaysia yang menjadi "adik serumpun" sepertinya menjadi bangsa yang ingin menunjukkan superioritasnya atas Bangsa Indonesia  yang menjadi "abang serumpunya".  Sebagai bangsa terdekat, Bangsa Malaysia merupakan bangsa yang paling sering "menggoda". Beberapa kasus menyangkut hubungan diplomatik, masalah perbatasan  dan klaim kebudayaan sering terjadi. Penyelesaiannya pun ber-larut-larut, bahkan seperti tak pernah tuntas.

Memang tak dapat dipungkiri, "adik serumpun" itu lebih piawai dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. Dengan  luas wilayah 330 ribu km2 dan jumlah penduduk 28 juta jiwa, pada tahun 2008  menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB)  222 milliar  dollar AS, atau sekitar 8.140 ribu dollar AS per kapita.  Pada saat yang hampir bersamaan Bangsa Indonesia, dengan luas wilayah 1.905 ribu km2 dam jumlah penduduk 230 juta jiwa, menghasilkan PDB 511 miliar dollar AS, atau dengan  PDB per kapita baru sekitar 2.200 dollar AS.

Dengan mengacu pada PDB nasional, memang Bangsa Indonesia lebih kaya dibanding Bangsa Malaysia, sekitar 2,3 kali lipat  (511 miliar dollar AS : 222 miliar dollar AS) . Namun karena  jumlah penduduk Indonesia  yang jauh lebih banyak, sekitar 8,2 kali lipat ( 230 juta jiwa : 28 Juta jiwa), maka jumlah pembagi kue PDB itu jauh lebih banyak, sehingga perolehan per penduduk (per kapita) menjadi jauh lebih kecil. Penduduk Malaysia memiliki pendapatan sekitar 3,7 kali lipat penduduk Indonesia (8.140 dollar AS : 2.200 dollar AS).

Dengan kondisi yang demikian, maka tak heran sekitar 2 juta penduduk Indonesia ikut berebut kue PDB di Malaysia, sebagai TKI di berbagai sektor, mulai dari rumah tangga, konstruksi, perkebunan, dan sebagainya, baik secara legal atau ilegal.

PDB per kapita hanya menunjukkan rata-rata pendapatan nasional dibanding jumlah penduduk, hal itu sama sekali belum menunjukkan aspek distribusi dan pemerataan. Meskipun PDB per kapita mencapai 2.200 dollar AS, namun terjadi kesenjangan yang sangat mencolok pada Bangsa Indonesia.  Misalnya baru-baru ini Majalah Forbes mengungkapkan ada orang Indonesia yang memiliki kekayaan sampai 11 miliar dollar AS. Di sisi lainnya banyak orang Indonesia yang tidak memiliki kekayaan, bahkan menurut informasi dari beberapa stasiun swasta nasional masih  ada yang tinggal di kandang ayam, gua dam di atas pohon. Sebenarnya orang Indonesia yang masih tunawisma masih cukup banyak.

Inefisiensi Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun