Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bapak Jokowi Jangan Menangis

13 Oktober 2020   23:11 Diperbarui: 13 Oktober 2020   23:24 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau aku rakyat jelata saja seperti ini, bagaimana dengan Bapak Jokowi?" tanyaku.

Dia pasti sedang pusing memikirkan negeri yang carut marut ini. Banyak orang terpecah belah karena berbagai kepentingan. Ada banyak demo di sana-sini. Kesabarannya tengah di uji. Apakah dia merasakan kepenatan seperti yang kurasakan malam ini?

"Bapak Jokowi pasti aman-aman saja. Negara yang penuh pergolakan seperti ini bukan hal baru baginya. Dia sudah banyak makan garam. Menjadi pemimpin pasti siap menerima resiko. Bapak Presiden punya kepribadian yang luar biasa. Aku paham betul bahasa ketenangan dalam dirinya. Ya, seperti Kupang di malam hari penuh kesejukan," ungkapku.

Hari ini banyak media memberitakan peristiwa gerakan 1310 di Jakarta. Aku berusaha menghindar dari berita seputar demo untuk beberapa waktu ini. Lagi-lagi pribadi Jokowi yang mengajarkanku tentang hal itu. Dia tidak banyak bicara namun banyak berbuat nyata.

Waktu menunjukkan pukul 23.00. Suasana semakin sepi. Anjing-anjing kecil berbaring di atas sebuah kain dekat pintu dapur. Mereka mencari kehangatan dengan tidur berdempetan. Air di bak mulai penuh. Suara nyaring perlahan hilang.

Aku menatap ke langit malam. Tampak awan hitam menyelimutinya. Sebentar lagi hujan. Efek mendung udara bumi mulai panas. Angin menerjang Kupang. Daun-daun mahoni jatuh ke atas karang. 

Butir-butir air hujan mulai membasahi bumi. Aroma debu tanah menguap. Aku merasakan bau asam saat tanah menjafi lumpur.

Pikiranku kembali ke sosok Bapak Jokowi, pemimpin bangsa yang sangat kubanggakan. Dia pasti tak bisa tidur dengan tenang ketika hujan hujatan menelanjanginya. Dia hebat. Hujatan itu tak direspon olehnya. 

Dia justru memikirkan bagaimana orang miskin bisa tidur dalam ketenangan di bawah terpaan hujan.

Undang-undang kontroversial itu mengundang ricuh di negeri ini. Banyak multi tafsir atasnya. Aku pun bisa jatuh dalam kesalahan yang sama jika tidak kritis. Namun, aku memilih mengambil jarak dan melihat dari sudut pandang yang berbeda. 

Ada jalan hukum yang bisa ditempu. Tidak dengan menghancurkan fasilitas umum. Kasihan masyarakat yang tidak terlibat. Mereka menjadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun