Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengembangan Wisata Mustahil Tanpa Literasi

4 Oktober 2020   20:26 Diperbarui: 4 Oktober 2020   20:31 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri (Pantai Sukarlaran-Belu)

Saya mengambil handphone dan mencari di internet wisata alam NTT. Saya menunjukkan beberapa tempat wisata yang membanggakan masyarakat NTT. Teman-teman ini Taman Nasional Komodo, Rumah Adat Wae Rebo, Danau Lotus, Kampung Adat Todo, Pink Beach, Pulau Padar, Pulau Rinca, Pulau Kelor, Liang Bua, Sawah Lodok, Padang Sabana Mausui, Pantai Mbolata, Air Terjun Tiwu Repot, Air Panas Soa, Danau Tiga Warna Kelimutu, Air Terjun Oehala, Pantai Oetune, Pantai Sukarlaran, Tradisi Tangkap Paus Lamalera, Tradisi Semana Santa Larantuka, Waikelo Sawah, Laguna Weekuri, Desa Ratenggaro,  Air Terjun Tanggedu, dan masih banyak lagi.

Teman saya dari Yogyakarta sangat tertarik dengan khasana budaya, wisata religi, serta panorama alam bumi FLOBAMORA. Saya menepuk dada dan merasa berada di atas mereka. Seorang teman dari Palembang ingin mendengar sejarah terbentuknya wisata-wisata yang telah saya sebutkan tadi. Ada yang kurang dari narasi yang saya ceritakan. Dia mengusulkan untuk mengembangkan literasi budaya-budaya di NTT. Tanpa narasi yang diabadikan dalam literasi yang baik mengenai sejarah, tempat, luas dan keunikkannya, tempat-tempat tersebut tidak ada gunanya.

Saya terpukul dengan masukan yang diberikan oleh teman dari 'Matahari terbenam' ini. Dia kelihatan bijak sekali. Padahal di kelas sering ngatuk dan datang terlambat. Saya sadar bahwa pengembangan literasi akan budaya NTT kurang diperhatikan oleh pemerintah. Pembenahan tempat wisata akan semakin sempuna jika diikuti dengan narasi literasi yang baik.

Aku diam seribu bahasa hingga menggapai puncak Kalibiru. Aku merasa malu sejak temanku menyentil soal narasi literasi budaya di NTT. Dimanakah orang-orang pintar yang peduli sejarah, wilayah, budaya, dan literasi di NTT? Jika promosi budaya dikembangkan dengan literasi semuanya akan menjadi sempurna. Anak-anak muda akan dengan bangga menceritakan kisah-kisah dari gubuk tua yang bernama NTT ini. Saat itu hingga kini saya masih merasakan kegelisahan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun