Tapi sayang, pendidikan dan pengetahuan tidak berhenti ketika sudah memperoleh ijazah. Jika demikian, kita hanyalah pengejar gelar yang mati gaya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Fenomena ini menjadi pekerjaan besar rumah tangga Indonesia. Matinya niat membaca dan menulis mulai merangsek masuk dalam perjalanan hidup masyarakat.Â
Bagi mereka, "Itukan kewajiban pemilik seragam sekolah. Saya tidak membutuhkan itu. Ni, ijazah saya. Paham tidak? Jadi jangan terlalu prihatin dengan kehidupan saya setelah mengucapkan sayonara terhadap lonceng sekolah dan meludahi seragam dengan pilox dan spidol dan air warna lainnya."
Semua ini adalah realitas nyata yang telanjang di depan mata pasca pendidikan formal. Kejujuran mereka sungguh memalukan. Lembaga pendidikan perlu mendengungkan kembali jargon, "Long Life Education."Â
Pendidikan hendaknya merambat dalam seluruh perjalanan hidup manusia Indonesia. Pendidikan tidak mati gaya setelah tamat sekolah.Â
Dia harus bermekar seumur hidup. Melampaui ijazah yang akan pudar termakan waktu. Kertas dan tintanya akan luntur. Ini darurat nasional.Â
Bahaya mendewakan ijazah bagi anak-anak Ibu Pertiwi harus didengungkan sekarang juga. Jangan tunda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H