Mohon tunggu...
Aten Dhey
Aten Dhey Mohon Tunggu... Penulis - Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Penikmat kopi buatan Mama di ujung senja Waelengga. Dari aroma kopi aku ingin memberi keharuman bagi sesama dengan membagikan tulisan dalam semangat literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Seorang Ustad

23 Mei 2019   22:37 Diperbarui: 23 Mei 2019   23:18 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mas dari flores ya?" tanya Pak Parjo.

"Iya Pak. Aku dari Flores dan sekarang sedang kuliah di Yogyakarta," jawabku.

"Dulu ketika masih muda, aku memiliki banyak sahabat dari Nusa Tenggara Timur. Mereka sangat baik. Hingga kini aku masih memiliki nomor kontak mereka. Aku sangat senang bergaul bersama mereka. Melalui pergaulan itu aku bisa merubah mindset-ku tentang orang Indonesia Timur. Kata orang, saudara-saudara dari Indonesia Timur memiliki watak yang keras dan mudah sekali mencari persoalan. Awalnya aku takut bergaul bersama mereka. Namun, setelah berkenalan secara mendalam aku merasa mereka adalah saudara kandungku sendiri, "kenang Pak Parjo.

Aku hanya bisa mendengar kisahnya. Dalam hati aku merasa senang berkenalan dengannya. Kata-katanya menguatkan kakiku yang terus gemetar semenjak berhadapan dengannya. Aku semakin mendapat tempat di hatinya. Keterbukaannya menandakan bahwa di sini tidak ada perbedaan yang memisahkan.

Pak Parjo melanjutkan kisahnya. "Nak, aku menemukan indahnya persahabatan ketika bergaul dengan Rian. Dia berasal dari Flores Barat. Ya asalnya Mang...Mang..."

"Manggarai Pak," sambungku.

"Betul nak. Dia berasal dari Manggarai. Aku sering dibantu olehnya ketika mengalami kesulitan. Dia tidak segan-segan memarahiku saat aku lalai menyelesaikan tugas. Awalnya aku merasa takut dan menghindar darinya. Namun, setelah marah dia tidak menaruh dendam. Dia kembali merangkul aku. Kami kembali bersahabat seperti biasa. Aku mengalami hal yang sama beberapa kali. Sejak saat itu aku mengerti watak dan filosofi orang NTT," kisah Pak Parjo.

Magrib telah selesai. Para Santri dan Santriwati kembali ke pesantren. Begitu juga masyarakat mulai dari anak-anak hingga orangtua. Senyuman mereka menenangkan hatiku. Perasaan takut saat pertama kali menginjakkan kaki di sini mulai hilang.

"Aku harus meninggalkan pakaian yang kukenakan selama. Aku datang untuk berdialog dan mengalami kehidupan bersama. Pakaian agama, suku, bahasa harus kutanggalkan saat ini. Untuk masuk lebih dalam serta mengenal mereka aku, harus menyangkal siapa aku. Inilah kesempatanku menimbah pengalaman dari agama, budaya serta bahasa lain. Aku kini berada di Jawa. Rasa ke-Floresan-ku harus kusangkal saat ini. Dari semuanya aku bisa menyangkal, namun wajah tidak dapat disangkal," senyumku dalam hati ketika memikirkan tentang wajah.

"Nak, jika ingin mengetahui filosofi hidup orang Jawa kamu, harus menyangkal dari dirimu sendiri. Kata ini terus membekas di dalam hatiku. Rian, sahabat lamaku, telah merubah pola pikirku tentang agama, budaya, watak, suku, ras di luar diriku. Aku terpukul saat dia menyampaikan hal itu. Selama ini aku terkurung dalam kenyamanan diriku sendiri. Aku selalu berpikir bahwa tidak ada kebaikan lain di luar ruang lingkup hidupku. Ternyata aku salah. Keterbukaanku untuk bergaul dengan Rian meruntuhkan tembok pemisah di hidupku," ungkapnya sambil menunduk.

Aku terpukul dengan perkataannya. Refleksinya menikam hatiku. Dia mengkritik diri namun efeknya membias ke dalam pengalaman hidupku. Selama ini aku bangga ketika menyebut diri seorang Katolik. Aku menepuk dada saat orang mengatakan bahwa Flores adalah Vatikan Indonesia. Namun, apa gunanya berada dalam lingkup mayoritas Katolik namun tidak terbuka dengan agama, suku, budaya, ras lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun